- TATA CARA PUASA DI ZONA ABNORMAL
MAKALAH
Disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester
pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Semester III B.
Disusun oleh :
KELOMPOK VI :
1. NURKHOLIS
2. NURUL RIPSI FATIMAH
3. RAHMAWATI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG ( UMT )
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Sekretariat : Jl. Perintis Kemerdekaan I/33 Cikokol - Kota Tangerang - Banten 15118
2010 M / 1431 H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat-Nya kepada kita semua selaku para hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju terangnya Iman dan Islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Alasan penulis memilih judul: “ Tata cara Puasa di Zona Abnormal ” adalah agar penulis lebih memahami tentang tata cara berpuasa di zona abnormal, dan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir semester III Fakultas Agama Islam pada mata kuliah Materi Pendidikan Agama Islam.
Dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak. H. Ahmad Badawi S.Pd, M.M selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang.
2. Bapak Hamdani S.Ag, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Materi Pendidikan Agama Islam.
3. Rekan-rekan seperjuangan dalam menuntut ilmu di Kampus Universitas Muhammadiyah.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan rekan-rekan mahasiswa. Saya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi kesempurnaan diskusi atau pun ilmu pengetahuan saya selanjutnya dimasa yang akan datang.
Tangerang, 20 November 2010 M |
17 Dzulhijjah1431 H |
Penulis |
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Puasa merupakan Ibadah mahdhah, artinya Ibadah murni yang dibuktikan untuk mendapat ridha Allah semata. Karena itu, Ibadah puasa ini harus dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Ketetapan hukum Islam yang diperoleh dari nash al-Quran dan as-Sunnah yang qathi’ dan sharih adalah bersifat universal untuk seluruh umat manusia sepanjang masa .
Namun sesuai dengan asas-asas hukum Islam yang fleksibel, praktis, tidak menyulitkan, dalam batas jangkauan kemampuan manusia, sejalan dengan kemaslahatan umum dan kemajuan zaman dan sesuai dengan rasa keadilan, maka ketentuan waktu puasa berdasarkan nash yang sharih tidak berlaku untuk seluruh daerah bumi, melainkan hanya berlaku di zona bumi yang normal.
Oleh karena itu bagi umat Islam yang tinggal misalnya di daerah abnormal, ibadah puasanya terdapat berbagai macam pendapat para ulama yang insya Allah akan dikemukakan berikutnya di dalam makalah ini.
B . Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian puasa itu?
2. Apa macam-macam puasa itu?
3. Bagaimana tata cara puasa di daerah abnormal?
C . Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian puasa itu.
2. Untuk mengetahui macam-macam puasa itu.
3. Untuk mengetahui tentang tata cara puasa di daerah abnormal.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi 3 bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TATA CARA PUASA DI ZONA ABNORMAL
Tata cara puasa di zona abnormal berisi uraian tentang pengertian puasa, macam-macam puasa dan tata cara puasa di daerah abnormal.
BAB III PENUTUP
Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka berisi referensi penulis dalam menyusun makalah ini.
BAB II
TATA CARA PUASA DI ZONA ABNORMAL
A. Pengertian Puasa
Sebelum kita mengkaji lebih jauh materi puasa, terlebih dahulu kita akan mempelajari pengertian puasa menurut bahasa dan menurut istilah.
Puasa menurut bahasa adalah shaum atau shiyam (diambil dari bahasa arab), artinya sikap pasif menahan diri dari makan, minum, nafsu, dan menahan berbicara yang tidak bermafaat serta segala yang membatalkan ibadah tersebut.
Di dalam Al-Quran terdapat perkataan itu pada ayat yang menceritakan hikayat Maryam: artinya: "Sesungguhnya aku bernazar bagi Tuhan yang bersifat pengasih akan mengerjakan puasa; yakni menahan diri dan diam daripada berkata-kata".
Sedangkan puasa menurut istilah agama Islam puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai tenggelamnya matahari, dengan disertai niat ibadah karena Allah SWT. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah :187;
(#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝø‹sƒø:$# âÙu‹ö/F{$# z`ÏB ÅÝø‹sƒø:$# ÏŠuqó™F{$# z`ÏB Ìôfxÿø9$# ÚšÇÊÑÐÈ
“Makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.”
Puasa menurut bahasa Al-Qur’an :
Allah berfirman dalam Al-Quran yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibakan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Yaitu) dalam beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang di tentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya di turunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang di tinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu, dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaknya kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang di berikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku (Allah) dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a, apabila ia memohon do’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. Al-Baqarah: 183-187).
Dalam ayat tersebut kita dapat melihat dengan jelas bahwa puasa telah diwajibkan kepada umat Islam sebagaimana telah diwajibkan kepada pemeluk ajaran-ajaran terdahulu dan umat-umat sebelum Islam. Ayat-ayat di atas juga menjelaskan hasil yang akan diraih dari pelaksanaan ibadah ini serta hikmah yang terkandung di dalamnya.
B. Macam-macam Puasa
Secara umum menurut ajaran Islam puasa itu ada 4 (empat) macam yakni :
Puasa Wajib :
a. Puasa Ramadhan :yaitu puasa yang wajib dekerjakan pada bulan ramadhan selama satu bulan penuh.
b. Puasa Nadzar : yaitu puasa yang telah dijanjikan karena menginginkan sesuatau nikmat atau harapan tertentu.
c. Puasa Kafarat : yaitu puasa yang wajib dikerjakan untuk menutupi sesuatu keteledoran yang telah dilakukan.
d. Puasa Qadha : yaitu puasa yang wajib ditunaikan karena berbuka dalam bulan Ramadhan, disebabkan seperti safar, sakit, haid, atau dengan sebab yang lain.
Puasa Sunnah :
a. Puasa 6 hari di bulan Syawal.
b. Puasa Arafah.
d. Puasa Daud (sehari puasa, sehari tidak).
Puasa Makruh :
a. Puasa yang terus menerus sepanjang masa.
b. Tidak termasuk dua hari raya dan hari tasyriq
Puasa Haram :
a. Puasa pada hari raya Idhul Fitri
b. Puasa Pada Hari raya Idhul Adha dan Puasa tiga hari sesudah hari raya Aidil Adha atau hari tasyriq yaitu pada 11, 12 dan 13 Zulhijjah.
C. Tata Cara Puasa di Daerah Abnormal
Atas kehendak Allah SWT, perhitungan bulan-bulan Hijriyah tidak sama dengan sistem peredaran matahari dan sudut kemiringan bumi terhadap garis edarnya. Sehingga usia 1 tahun hijriyah dengan masehi akan selalu berbeda jumlah harinya.Hal ini akan mengakibatkan efek rotasi dan pergiliran musim terutama bagi mereka yang tinggal di wilayah sub tropis. Sehingga datangnya bulan Ramadhan akan selalu bergantian antara musim dingin dan musim panas. Sehingga sebuah wilayah tidak akan selamanya mendapati Ramadhan di musim dingin saja. Dan sebaliknya tidak selalu di musim panas saja. Selalu ada pergiliran setiap sekian tahun sekali dimana terkadang Ramadhan datang di musim dingin, tapi terkadang Ramadhan datang di musim panas.
Sebagaimana kita ketahui bahwa di wilayah sub tropis atau yang lebih utara lagi atau lebih selatan lagi, musim panas akan membuat siang hari lebih lama dari malam hari. Dan musim dingin akan membuat malam menjadi lebih panjang dari siang hari. Hal ini memang akan berpengaruh kepada daya tahan seseorang yang melakukan ibadah puasa. Karena puasa itu dimulai dari masuk waktu shubuh hingga terbenam matahari.
Kemungkinan pertama; ada wilayah yang pada bulan-bulan tertentu mengalami siang selama 24 jam dalam sehari. Dan sebaliknya, pada bulan-bulan tertentu akan mengalami sebaliknya, yaitu mengalami malam selama 24 jam dalam sehari. Dalam kondisi ini, waktu puasanya disesuaikan dengan waktu puasa wilayah yang terdekat dengannya di mana masih ada pergantian siang dan malam setiap harinya.
Kemungkinan Kedua; ada wilayah yang pada bulan teretntu tidak mengalami hilangnya mega merah (syafaqul ahmar) sampai datangnya waktu shubuh. Sehingga tidak bisa dibedakan antara mega merah saat maghrib dengan mega merah saat shubuh. Dalam kondisi ini, maka yang dilakukan adalah menyesuaikan waktu puasanya saja dengan waktu puasa di wilayah lain yang terdekat yang masih mengalami hilangnya mega merah maghrib. Begitu juga waktu untuk imsak puasa (mulai start puasa), disesuaikan dengan wilayah yang terdekat yang masih mengalami hilangnya mega merah maghrib dan masih bisa membedakan antara dua mega itu.
Kemungkinan Ketiga; ada wilayah yang masih mengalami pergantian malam dan siang dalam satu hari, meski panjangnya siang sangat singkat sekali atau sebaliknya. Dalam kondisi ini, maka waktu puasanya tetap sesuai dengan aturan
(#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝø‹sƒø:$# âÙu‹ö/F{$# z`ÏB ÅÝø‹sƒø:$# ÏŠuqó™F{$# z`ÏB Ìôfxÿø9$# ( ¢OèO (#q‘JÏ?r& tP$u‹Å_Á9$# ’n<Î) È@øŠ©9$# 4 Ÿwur ÆèdrçŽÅ³»t7è? óOçFRr&ur tbqàÿÅ3»tã ’Îû ωÉf»|¡yJø9$# 3 ÇÊÑÐÈ
"Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid...” (QS. Al-Baqarah: 187).
Sedangkan bilamana berdasarkan pengalaman bahwa berpuasa selama lebih dari 19 jam itu dapat menimbulkan madharat, kelemahan dan membawa kepada penyakit di mana hal itu dikuatkan juga dengan keterangan dokter yang amanah, maka dibolehkan untuk tidak puasa. Namun dengan kewajiban menggantinya di hari lain. Dalam hal ini berlaku hukum orang yang tidak mampu atau orang yang sakit, di mana Allah memberikan rukhshah atau keringanan kepada mereka. Sesuai firman-Nya :
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka, sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur". (QS. Al-Baqarah: 185).
Tetapi jika di suatu daerah yang ketika musim panas mereka berpuasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari selama 23 jam 45 menit. Atau sebaliknya di musim dingin, mereka berpuasa hanya selama 15 menit, maka menurut ulama, mereka dapat mengikuti waktu hijaz artinya jadwal puasa dan shalatnya mengikuti jadwal yang ada di hijaz (Makkah, Madinah dan sekitarnya). Karena wilayah ini dianggap tempat terbit dan muncul Islam sejak pertama kali. Lalu diambil waktu siang yang paling lama di wilayah itu untuk dijadikan patokan mereka yang ada di qutub utara dan selatan.
Di negara-negara yang sejajar dengan Belanda, Jerman, Inggris, Polandia, Rusia atau bahkan yang lebih utara, seperti Finlandia, Norwegia, Swedia, Denmark pada waktu siang akan lebih lama di musim panas, dan jika musim dingin, waktu siang lebih singkat daripada waktu malam. Sehingga waktu puasa atau ibadahnya menyesuaikan waktu setempat, pada saat musim panas mereka berpuasa sekitar 18 jam lebih dari mulai jam 02.00 sd 21.00 dan pada saat musim dingin mereka hanya berpuasa selama 7 jam, dari mulai jam 04.00 sd 14.00.
Semua ketentuan-ketentuan tersebut di atas adalah hasil ijtihad dari para Ulama berdasarkan nash-nash al-Quran dan as-Sunnah serta qaidah-qaidah yang dijadikan tuntunan dalam ijtihad mereka.
PENDAPAT LAIN :
Namun ada juga pendapat yang tidak setuju dengan apa yang telah ditetapkan oleh pendapat di atas itu. Diantaranya apa yang dikemukakan oleh Syeikh Dr. Mushthafa Az-Zarqo rahimahullah. Alasannya, apabila perbedaan siang dan malam itu sangat mencolok dimana malam hanya terjadi sekitar 30 menit atau sebaliknya, dimana siang hanya terjadi hanya 15 menit misalnya, mungkinkah pendapat itu relevan? Terbayangkah seseorang melakukan puasa di musim panas dari terbit fajar hingga terbenam matahari selama 23 jam 45 menit? Atau sebaliknya di musim dingin, dia berpuasa hanya selama 15 menit? Karena itu pendapat yang lain mengatakan bahwa di wilayah yang mengalami pergantian siang malam yang ekstrim seperti ini, maka pendapat lain ini mengatakan :
b. Mengikuti Waktu HIJAZ.
Jadwal puasa berikut shalatnya mengikuti jadwal yang ada di hijaz (Mekkah, Madinah dan sekitarnya). Karena wilayah ini dianggap tempat terbit dan muncul Islam sejak pertama kali. Lalu diambil waktu siang yang paling lama di wilayah itu untuk dijadikan patokan mereka yang ada di qutub utara dan selatan.
Merujuk pada fatwa Majlis Fatwa Al-Azhar Al-Syarif, menentukan waktu berpuasa Ramadhan pada daerah-daerah yang tidak teratur masa siang dan malamnya, dilakukan dengan cara menyesuaikan/menyamakan waktunya dengan daerah dimana batas waktu siang dan malam setiap tahunnya tidak jauh berbeda (teratur). Sebagai contoh jika menyamakan dengan masyarakat mekkah yang berpuasa dari fajar sampai maghrib selama tiga belas jam perhari, maka mereka juga harus berpuasa selama itu. Adapun untuk daerah yang samasekali tidak diketahui waktu fajar dan maghribnya, seperti daerah kutub (utara dan selatan), karena pergantian malam dan siang terjadi enam bulan sekali, maka waktu sahur dan berbuka juga menyesuaikan dengan daerah lain seperti diatas. Jika di Mekkah terbit fajar pada jam 04.30 dan maghrib pada jam 18.00, maka mereka juga harus memperhatikan waktu itu dalam memulai puasa atau ibadah wajib lainnya. Fatwa ini didasarkan pada Hadis Nabi SAW menanggapi pertanyaan Sahabat tentang kewajiban shalat di daerah yang satu harinya menyamai seminggu atau sebulan atau bahkan setahun. “Wahai Rasul, bagaimana dengan daerah yang satu harinya (sehari-semalam) sama dengan satu tahun, apakah cukup dengan sekali shalat saja”. Rasul menjawab “tidak…tapi perkirakanlah sebagaimana kadarnya (pada hari-hari biasa)”. [HR. Muslim]. Dan demikianlah halnya kewajban-kewajiaban yang lain seperti puasa, zakat dan haji.
b. Mengikuti Waktu Negara Islam terdekat.
Pendapat lain mengatakan bahwa jadwal puasa berikut shalat orang-orang di kutub mengikuti waktu di wilayah negara Islam yang terdekat. Dimana di negeri ini bertahta Sultan / Khalifah muslim. Namun kedua pendapat di atas masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Karena keduanya adalah hasil ijtihad para ulama.
c. Negeri Dekat Kutub .
Puasa pada bulan Juni atau Desember merupakan saat ekstrim yang perlu dibahas. Selain karena lamanya puasa menjadi sangat panjang atau sangat pendek, bisa terjadi pula tidak adanya tanda awal fajar atau tidak adanya tanda maghrib. Sedangkan batasan waktu puasa menurut dimulai pada awal fajar dan diakhiri pada (awal) malam (atau maghrib). Pada keadaan ekstrim seperti itu, di daerah lintang tinggi bisa terjadi continous twilight, yaitu bersambungnya cahaya senja dan cahaya fajar. Akibatnya awal fajar tidak bisa ditentukan dan ini berarti sulit memastikan kapan mesti memulai puasanya. Bisa juga terjadi malam terus sehingga awal fajar dan maghrib untuk memulai dan berbuka puasa tidak bisa ditentukan.
Karena saat ini umat Islam sudah tersebar ke seluruh dunia, maka para ulama pun telah memikirkan bagaimana cara puasa di daerah dengan waktu ekstrim seperti itu. Namun, belum ada satu kesepakatan.
Dalam program jadwal shalat yang telah dibuat, itu bisa digunakan juga untuk penentuan jadwal puasa di berbagai negeri, dalam keadaan ekstrim seperti itu waktu-waktu salat dan puasa diqiyaskan dengan waktu normal sebelumnya. Bila saat magribnya dapat ditentukan, bisa juga awal fajar dihitung berdasarkan lamanya berpuasa pada saat normal. Berdasarkan perhitungan astronomis, panjang puasa pada saat normal di seluruh dunia tidak lebih dari 20 jam. Jadi, dengan adanya waktu minimal 4 jam untuk berbuka dan bersahur, hal itu masih dalam batas kekuatan manusia. Contoh kasus pada tahun 2000/2001 M, puasa Ramadannya jatuh pada akhir Desember sampai Januari. Di wilayah lintang tinggi di selatan, seperti bagian Selatan Chile dan Argentina, saat tahun 2000 sampai tahun 2001 itu, merupakan saat berpuasa paling panjang. Tetapi di wilayah lintang tinggi di utara, seperti di negara-negara Skandianvia, merupakan saat berpuasa paling pendek. Sebagai contoh, akan ditinjau lama berpuasa di
Dalam kasus malam panjang ini, cara yang terbaik dalam menjabarkan jawaban Nabi (sebagai qiyas) untuk memperkirakan waktunya adalah dengan interpolasi (teknik matematika untuk mengisi data kosong antara dua data yang diketahui). Dengan interpolasi, awal puasa antara pukul 05:54 dan 06:13, tergantung tanggalnya. Demikian juga untuk maghrib antara pukul 11:37 dan 12:24, tergantung tanggalnya.
Kasus ekstrim seperti itu untungnya tidak terjadi selamanya. Adanya perbedaan panjang tahun qamariyah (kalender bulan) dan tahun syamsiah (kalender matahari) menyebabkan awal Ramadan dam hari raya selalau bergeser sekitar 11 hari lebih awal. Sehingga bila Ramadan jatuh pada sekitar bulan Maret dan September, semuanya berjalan normal lagi, seperti halnya puasa di daerah ekuator. Pada sekitar bulan Maret dan September, panjang siang dan malam hampir sama di seluruh dunia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan beberapa hal penting yaitu :
1. Persepsi siang hari bagi orang yang tinggal di daerah tropis adalah kondisi terang karena terdapat sinar matahari, sedangkan malam adalah kondisi gelap-gulita, tanpa ada sinar matahari karena sinar tersebut telah tenggelam di bawah horizon. Dan orang-orang yang tinggal tanpa ada sinar matahari atau lama matahari bersinar sangat pendek itu, maka mereka tidak harus meninggalkan kewajiban berpuasa karena Allah Swt itu serba Maha. Dalam memberikan kewajiban terhadap hamba-hamba-Nya, telah diperhitungkan dengan sangat cermat.
2. Agama Islam yang diturunkan-Nya, bersifat sempurna , supel, dan universal. Nabi Muhammad Saw memang diturunkan di daerah tropis, dan kita juga tinggal di negara yang beriklim tropis, tentu tidak akan mengalami kendala dalam hal waktu siang dan malam. Kita bisa menjalankan puasa seperti yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW di daerah tropis. Tetapi bagi orang-orang yang tinggal di daerah beriklim subtropis, sejuk, dan dingin, serta orang yang pergi ke luar angkasa, tentunya berbeda dalam menghadapi waktu siang dan malam yang lamanya tidak proporsional (siang 12 jam, malam 12 jam).
3. Daerah dekat Kutub Utara atau Selatan tidak memiliki keseimbangan siang dan malam. Malam atau siangnya bisa menjadi lebih lama. Matahari tidak terbit atau tidak tenggelam selama beberapa bulan. Lalu, apakah orang-orang yang tinggal di
B. Saran
Setelah disampaikan kesimpulan-kesimpulan diatas, penulis merasa perlu untuk menyampaikan beberapa saran yaitu :
1. Orang-orang yang tinggal di daerah selain tropis tetap harus bisa menjalankan puasa tanpa mempersulit/memberatkan pelaksanaan ibadah tersebut karena Islam merupakan agama yang fitrah. Jadi, ajaran-ajaran yang ada di dalamnya bisa dilaksanakan sesuai dengan kemampuan manusia dan konteks perkembangan zaman.
2. Daerah tropis harus bisa dijadikan sebagai pedoman waktu puasa karena memang Islam diturunkan di daerah tropis. Maksudnya, berpedoman pada pergerakan matahari di daerah tropis yang dikonversi ke dalam bentuk jam. Hal ini berdasarkan pada konsep garis bujur karena seluruh wilayah di permukaan bumi ini akan berada pada jam yang sama jika terletak di garis bujur yang sama pula. Jadi, puasa bisa dilaksanakan pada kondisi gelap (malam) asalkan sama jamnya dengan daerah lain yang terang (siang) karena berada di garis bujur yang sama.
3. Untuk kondisi di luar angkasa, puasa juga harus bisa dilakukan dengan berpedoman pada jam universal. Puasa memang bisa dilaksanakan di belahan bumi manapun dan waktunya tidak memberatkan. Mahasuci Allah yang telah menurunkan Islam dengan rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam). Segala perintah-Nya telah diperhitungkan dengan sangat cermat sehingga tidak memberatkan hamba-hamba-Nya karena Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran bagi umat-Nya.
Demikianlah makalah ini penulis buat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian akhir semester pada Jurusan Pendidikan Agama Islam semester III B. Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan penulis meminta kepada pembaca umumnya dan khususnya kepada bapak dosen mata kuliah Materi PAI ini untuk memberikan saran dan kritik yang membangun untuk makalah ini. Mudah-mudahan Allah Swt senantiasa memberkahi kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama. Al-Qur'an dan Terjemahannya. 1989.
Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam. 2003.
Multazam, M. Fiqih Syafi’i. 1984. CV.Gresik Surabaya: Bintang Pelajar.
Susiknan, Azhari. Ensiklopedi Hisab Rukyat. 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar