Jumat, 28 Desember 2012

AYAT-AYAT TENTANG RISALAH DAN AKHERAT



 AYAT-AYAT TENTANG RISALAH DAN AKHERAT   

MAKALAH

Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Tafsir I yang dibimbing oleh:
Bapak H. Saiman, M.Pd.

Semester V B.
                                                
   Disusun oleh:
      KELOMPOK III :
1.      NURKHOLIS
2.      NURHIDAYAT
3.      NURLIA ALIYAH
4.       NURJUWAEDAH
5.      NURMAWATI

FAKULTAS AGAMA ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG ( UMT )
Sekretariat : Jl. Perintis Kemerdekaan I/33  Cikokol - Kota Tangerang - Banten 15118

2011 M / 1432H






                                           
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat-Nya kepada kita semua selaku para hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju terangnya Iman dan Islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Alasan penulis memilih judul: “AYAT-AYAT TENTANG RISALAH DAN AKHiRAT  adalah agar penulis lebih memahami tentang tafsir ayat-ayat tentang risalah dan akhirat, dan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir semester V fakultas Agama Islam pada mata kuliah Tafsir I.
Dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1.      Bapak. H. Ahmad Badawi, S.Pd, M.M selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang.
2.      Bapak H. Saiman, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Tafsir I.
3.      Rekan-rekan seperjuangan dalam menuntut ilmu di Kampus Universitas Muhammadiyah.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan rekan-rekan mahasiswa. Saya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi kesempurnaan diskusi atau pun ilmu pengetahuan saya selanjutnya dimasa yang akan datang.
Tangerang,  20 Oktober  2011 M
                22 Dzulqaidah 1432 H


Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………........................ii
BAB I  PENDAHULUAN ………………………………………………………………...1
  1. Latar Belakang Masalah …………………………………………………................1
  2. Perumusan Masalah ………………………………………………...........................1
  3. Tujuan Penulisan …………………………………………………………………...1
  4. Sistematika Penulisan ………………………………………………………………2

BAB II  AYAT-AYAT TENTANG RISALAH DAN AKHIRAT ……………………...3
  1. Pengertian ayat-ayat tentang risalah ………………………………………………..3
  2. Pengertian ayat-ayat tentang akhirat.........................................................................11

BAB III  PENUTUP ……………………………………………………………………..18
  1. Kesimpulan………………………………………………………………………...18
  2. Saran……………………………………………………………………………….18

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………........19









BAB I
PENDAHULUAN

A . Latar Belakang
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk mengenalkan Islam ini diutus Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia untuk kembali kepada Allah SWT. Oleh karena itu selam kurang lebih 23 tahun Rasulullah SAW membina dan memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT. Dia mengutus para Nabi dan Rasul sebagai pembawa risalah dan sebagai penerang serta washilah untuk menunjukan manusia kepada jalan yang lurus, jalan yang keridhoan dan jalan yang akan menyelamatkan manusia dalam setiap dimensi kehidupan, tidak hanya duniawi yang dikejar akan tetapi keabadian akhirat sebagai tujuan utama dalam mengarungi kehidupan ini.

Dan sebagai seorang muslim, kita harus yakin bahwa setelah kehidupan dunia, ada kehidupan akhirat yang kekal. Akan tetapi banyak kita lihat, sebagian kaum muslimin lebih mementingkan kehidupan dunia. Hal ini nampak dalam kehidupan sehari-hari, misalnya ketika adzan telah berkumandang sebagian dari kita tidak menyegerakan untuk melaksanakan shalat. Mereka lebih suka menyibukkan diri dengan urusan-urusan dunia dan sebagainya. Tentunya kita harus prihatin, kemudian kita juga harus berusaha untuk menyadarkan mereka agar tidak terlena oleh kehidupan dunia. Kita harus berupaya untuk mengetahui tentang hakikat kehidupan dunia dan kehidupan akhirat serta meyakini bahwasanya segala sesuatu yang kita lakukan di dunia, baik berupa amal sholeh maupun amal buruk pasti akan mendapat pembalasan dari Allah SWT.

B . Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian ayat-ayat tentang risalah itu?
2.      Apa pengertian ayat-ayat tentang akhirat itu?

C . Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian ayat-ayat tentang risalah.
2.      Untuk mengetahui pengertian ayat-ayat tentang akhirat.
D.  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi 3 bab, yaitu :
BAB I  PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II  Ayat-ayat tentang risalah dan akhIrat
Ayat-ayat tentang risalah dan akhirat berisi uraian pengertian ayat-ayat tentang risalah dan pengertian ayat-ayat tentang akhirat.

BAB III PENUTUP
Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka berisi referensi penulis dalam menyusun makalah ini.

































BAB II
AYAT-AYAT TENTANG RISALAH DAN AKHERAT

A. Pengertian ayat-ayat tentang risalah.
Ada beberapa surat dalam Al-Quran yang membahas masalah ini yaitu:
1.  QUR’AN SURAT AN-NAHL  AYAT 36
a. Teks Ayat
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللَّهَ وَاجْتَنِبُواْ الْطَّـغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَـلَةُ فَسِيرُواْ فِى الاٌّرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَـقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ.
b. Terjemah Mufodat
أُمَّةٍ
كُلِّ
فِى
بَعَثْنَا
وَلَقَدْ
Umat/bangsa
Tiap-tiap

pada
Kami telah mengutus
Dan sungguh
الْطَّـغُوتَ
وَاجْتَنِبُواْ
اللَّهَ
اعْبُدُواْ
رَّسُولاً
(penyembahan) thagut: berhala2/syetan
Dan jauhilah
Allah
(yang memerintahkan kalian) sembahah
Seorang Rasul
مَّنْ حَقَّتْ
وَمِنْهُمْ
هَدَى اللَّهَ
مَّنْ
فَمِنْهُم
Ada orang yang telah pasti (diazali)
Dan diantara mereka
Allah memberi petunjuk padanya
(ada) orang yang
Maka diantara mereka
الاٌّرْضِ
فِى
فَسِيرُواْ
الضَّلَـلَةُ
عَلَيْهِ
Muka bumi
di
Maka berjalanlah kalian
kesesatan
atasnya
الْمُكَذِّبِينَ
عَـقِبَةُ
كَانَ
كَيْفَ
فَانظُرُواْ
Orang-orang yang mendustakan para Rasul
kesudahan
jadinya
bagaimana
Lalu kalian perhatikanlah

c. Terjemah Ayat
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[826] itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya[826]. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”

d. Pengertian Global
Dalam Surat An-Nahl Ayat 36, ayat ini menghibur nabi muhammad SAW, dalam menghadapi para pembangkang dari kaum beliau, seakan-akan ayat ini menyatakan: Allah pun telah mengutusmu, maka ada diantara umatmu yang menerima baik ajakanmu dan ada juga yang membangkang. Kata (الْطَّـغُوتَ) thaghut terambil dari kata (طغى) thagha yang pada mulanya berarti melampaui batas. Ia biasa juga dipahami dalam arti berhala-berhala, karana penyembahan berhala adalah sesuatau yang sangat buruk dan melampui batas. Dalam arti yang lebih umum, kata tersebut mencakup segala sikap dan perbuatan yang melampaui batas, seperti kekufuran kepada Tuhan, pelanggaran, dan sewenang-wenangan terhadap manusia. Allah Swt mengabarkan kepada kita untuk meneliti sejarah umat terdahulu, baik umat yang memperoleh dan mendapat petunjuk dari Allah Swt ataupun ummat yang membangkang karena didalamnya terdapat pelajaran yang berharga bagi manusia dan menjadi bekal agar manusia tidak terjerumus kedalam lubang yang sama untuk kesekian kalinya.

e. Tafsir Ayat
Kemudian daripada itu Allah SWT menjelaskan bahwa para Rasul itu diutus sesuai dengan Sunatullah, yang berlaku pada umat sebelumnya. Mereka itu adalah pembimbing manusia ke jalan yang lurus. Bimbingan Rasul-rasul itu diterima oleh orang-orang yang dikehendaki oleh Allah dan menyampaikan mereka kepada kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat, akan tetapi orang-orang yang bergelimang dalam kemusyrikan dan jiwanya dikotori oleh noda noda kemaksiatan tidaklah mau menerima bimbingan Rasul itu. Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah mengutus beberapa utusan kepada tiap-tiap umat yang terdahulu, seperti halnya Dia mengutus Nabi Muhammad saw kepada umat manusia seluruhnya. Oleh sebab itu manusia hendaklah mengikuti seruannya, yaitu beribadat hanya kepada Allah SWT yang tidak mempunyai sekutu dan larangan mengingkari seruannya, yaitu tidak boleh mengikuti tipu daya setan yang selalu-menghalang-halangi manusia mengikuti jalan yang benar. Setan-setan itu selalu mencari-cari kesempatan untuk menyesatkan manusia. Allah SWT berfirman:
$tBur $uZù=yör& `ÏB šÎ=ö6s% `ÏB @Aqߧ žwÎ) ûÓÇrqçR Ïmøs9Î) ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& Èbrßç7ôã$$sù ÇËÎÈ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.”  (Q.S Al Anbiya': 25).
Dan firman Nya lagi
ö@t«óur ô`tB $oYù=yör& `ÏB y7Î=ö6s% `ÏB !$uZÎ=ß $uZù=yèy_r& `ÏB Èbrߊ Ç`»uH÷q§9$# ZpygÏ9#uä tbrßt7÷èムÇÍÎÈ
Artinya: Dan tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: "Adakah Kami menentukun Tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?". (Q.S Az Zukhruf: 45).

Dari uraian tersebut dapatlah dipahami bahwa secara yuridis Allah tidak menghendaki hamba Nya menjadi kafir, karena Allah SWT telah melarang mereka itu mengingkari Allah. Larangan itu telah disampaikan melalui Rasul-Nya. Akan tetapi apabila ditinjau dari tabiatnya, maka di antara hamba Nya mungkin saja mengingkari Allah, karena manusia telah diberi pikiran dan diberi kebebasan memilih sesuai dengan kehendaknya. Maka takdir Allah berlaku menurut pilihan mereka itu. Maka apabila ada di antara hamba Nya yang tetap bergelimang dalam kekafiran dan dimasukkan ke neraka Jahanam bersama sama dengan setan-setan mereka, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk membantah, karena Allah telah cukup memberikan akal pikiran serta memberikan pula kebebasan untuk memilih dan menentukan sikap jalan mana yang harus mereka tempuh. Sedang Allah sendiri tidak menghendaki apabila hamba Nya itu menjadi orang-orang yang kafir. Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa Allah telah memperingatkan sikap hamba Nya yang mendustakan kebenaran Rasul. Dengan mengancam mereka akan memberikan hukuman di dunia apabila setelah datang peringatan dari Rasul, mereka tidak mau mengubah pendiriannya. Allah SWT menjelaskan bahwa setelah mereka kedatangan Rasul ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan diberi taufik karena mereka telah mempercayai Rasul, menerima petunjuk-petunjuk yang dibawanya serta suka mengamalkan petunjuk-petunjuk itu. Mereka inilah orang-orang yang berbahagia dan selamat dari siksaan Allah. Akan tetapi di antara mereka ada pula yang benar-benar menyimpang tidak mau mengikuti petunjuk Rasul Nya, dan mengikuti tipu daya setan-setan, maka Allah membinasakan mereka dengan hukuman Nya yang sangat pedih. Dan Allah menurunkan pula berbagai macam bencana yang tidak dapat mereka hindari lagi. Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada mereka agar berkelana di muka bumi serta menyaksikan negeri-negeri yang didiami oleh orang-orang zalim. Kemudian mereka disuruh melihat bagaimana akhir kehidupan orang-orang yang mendustakan agama Allah. Di dalam ayat ini Allah SWT menyuruh manusia agar mengadakan penelitian terhadap sejarah bangsa yang lain dan membandingkan di antara bangsa-bangsa yang menaati Rasul dengan bangsa-bangsa yang mengingkari seruan Rasul agar mereka dapat membuktikan bagaimana akibat dari bangsa-bangsa itu. Hal ini tiada lain hanyalah karena Allah menginginkan agar mereka itu mau mengikuti seruan Rasul dan melaksanakan seruannya.

2.     QUR’AN SURAT AL-HADIID (57) AYAT 25
a.     Teks Ayat
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَـتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَـبَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَأَنزْلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَـفِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِىٌّ عَزِيزٌ.
b.     Terjemah Mufrodat
وَأَنزَلْنَا
بِالْبَيِّنَـتِ
رُسُلَنَا
أَرْسَلْنَا
لَقَدْ
Dan kami turunkan
Dengan bukyti-bukti nyata/mukjizat
Rasul-rasul kami
Kami telah mengutus
sungguh
النَّاسُ
لِيَقُومَ
وَالْمِيزَانَ
الْكِتَـبَ
مَعَهُمُ
manusia
Agar berlaku
Dan neraca/keadilan
Kitab
Bersama mereka
بَأْسٌ
فِيهِ
الْحَدِيدَ
وَأَنزْلْنَا
بِالْقِسْطِ
Kekuatan
(yang) padanya (terdapat)
besi
Dan kami turunkan
Dengan adil
مَن
وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ
لِلنَّاسِ
وَمَنَـفِعُ
شَدِيدٌ
Siapa yang
Dan agar Allah mengetahuia
Untuk manusia
Dan beberapa manfaat
yang sangat
قَوِىٌّ
إِنَّ اللَّهَ
بِالْغَيْبِ
وَرُسُلَهُ
يَنصُرُهُ
Maha Kuat
Sesuangguhnya Allah
Dalam keadaan tidak terlihat orang lain
Dan Rasul-rasul-Nya
Dia menolong agama-Nya




عَزِيزٌ




Maha Perkasa

c. Terjemah Ayat
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”

d. Pengertian Global
Pada Ayat ke-25 Surat Al-Hadid yang berarti Besi ini Allah Swt. mengabarkan kepada kita semua bahwa Allah Swt. telah mengutus beberapa Rasul untuk menyampaikan Risalahnya dengan berbagai kemampuan dan bukti nyata (Mukjizat) yang membuktikan bahwa para Rasul adalah manusia yang dipilih Allah untuk menyebarkan risalah-Nya. dalam hal ini Allah Swt. menjelaskan telah menjadikan besi bagi kemanfaatna manusia dan dijadikan sebagai bukti bahwa Allah Swt. yang bekehendaka atas segala sesuatu dan segala hal. Allah Swt. mengutus para Rasul disertai dengan Kitab dimana didalamnya terdapat tentang ajaran-ajaran yang harus disampaikan oleh para Rasul kepada Ummatnya, dinatara kitab-kitab itu adalah Zabur, Taurat, Injil dan Al-Qur’an sebagai penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya dan menjadi dasar untuk menegakan neraca keadilan atau sebagai dasar dalam setiap pengambilan keputusan atas berbagai permasalahan. Pada akhir ayat tersebut Allah Swt. memberikan penjelasan tentang adanya manfaat dari besi dan kehebatan yang luar biasa sebagai bukti ke Maha Agungan dan ke Maha Besar-an Allah Swt. Karen memang telah kita ketahui bersama dengan adanya besi ini kita dapat merasakan kehidupan yang lebih baik dan paling penting dalpat mengubah peradaban manusia menuju lebih baik dengan dibuktikan semakin pesatnya perkembangan tekhnologi dan informasi yang merupakan salah satu manfaat dari besi yang telah digambarkan oleh Allah pada ayat tersebut.

e. Tafsir Ayat
Allah SWT menerangkan bahwa Dia telah mengutus para Rasul kepada umat-umat Nya dengan membawa bukti-bukti yang kuat untuk membuktikan kebenaran risalah-Nya. Di antara bukti-bukti itu, ialah mukjizat-mukjizat yang diberikan kepada para Rasul itu, seperti tidak terbakar oleh api sebagai mukjizat Nabi Ibrahim as, mimpi yang benar sebagai mukjizat Nabi Yusuf as, Tongkat sebagai mukjizat Nabi Musa as. Alquran sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW dan sebagainya. Dalam pada itu setiap Rasul yang diutus itu bertugas menyampaikan agama Allah kepada umatnya. Ajaran agama itu adakalanya tertulis dalam sahifah-sahifah dan adakalanya termuat dalam suatu kitab, seperti Taurat, Zabur, Injil dan Alquran. Ajaran agama itu berupa petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sebagai dasar mengatur dan membina masyarakat, maka setiap agama yang dibawa oleh para Rasul itu mempunyai asas "keadilan". Keadilan ini wajib ditegakkan oleh para Rasul dan pengikut-pengikutnya dalam masyarakat, yaitu keadilan penguasa terhadap rakyatnya, keadilan suami sebagai kepala rumah tangga, keadilan pemimpin atas yang dipimpinnya dan sebagainya, sehingga seluruh anggota masyarakat sama kedudukannya dalam hukum, sikap dan perlakuan. Di samping itu Allah SWT menganugerahkan kepada manusia "besi" suatu karunia yang tidak terhingga nilai dan manfaatnya. Dengan besi dapat dibuat berbagai macam keperluan manusia, sejak dari yang besar sampai kepada yang kecil, seperti berbagai macam kendaraan di darat, di laut dan di udara, keperluan rumah tangga dan sebagainya. Dengan besi pula manusia dapat membina kekuatan bangsa dan negaranya, karena dari besi dibuat segala macam alat perlengkapan pertahanan dan keamanan negeri, seperti senapan, kendaraan perang dan sebagainya. Tentu saja semuanya itu hanya diizinkan Allah menggunakannya untuk menegakkan agama Nya, menegakkan keadilan dan menjaga keamanan negeri. Allah SWT menerangkan bahwa Dia melakukan yang demikian itu agar Dia mengetahui siapa di antara hamba-hamba Nya yang mengikuti dan menolong agama yang disampaikan para Rasul yang diutus Nya dan siapa yang mengingkarinya. Dengan anugerah itu Allah SWT ingin menguji manusia dan mengetahui sikap manusia terhadap nikmat Nya itu. Manusia yang taat dan tunduk kepada Allah akan melakukan semua yang disampaikan para Rasul itu, karena ia yakin bahwa semua perbuatan, sikap dan isi hatinya diketahui Allah, walaupun ia tidak melihat Allah mengawasi dirinya. Sehubungan dengan kegunaan besi ini diterangkan dalam hadis yang artinya: Dari Ibnu Umar, ia berkata, "Bersabda Rasulullah Saw: "Aku diutus dengan pedang (besi) sebelum  kedatangan Hari Kiamat (akhir zaman), sehingga orang menyembah Allah saja, tidak ada syerikat bagi -Nya dan Allah menjadikan rezekiku di bawah naungan tombakku dan menjadikan hina  dan  rendah orang yang menyalahi perintahku, dan barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum itu".  (H.R. Ahmad dan Abu Daud). Pada akhir ayat ini Allah SWT menegaskan kepada manusia bahwa Dia Maha Kuat, tidak ada sesuatu pun yang mengalahkan Nya, bahwa Dia Maha Perkasa dan tidak seorang pun yang dapat mengelakkan diri dari hukuman yang telah ditetapkan- Nya.

Tafsir Jalalain Surah Al Hadiid : 25
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَـتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَـبَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَأَنزْلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَـفِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِىٌّ عَزِيزٌ.
(Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami) yaitu malaikat-malaikat-Nya kepada nabi-nabi (dengan membawa bukti-bukti yang nyata) hujah-hujah yang jelas dan akurat (dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab) lafal Alkitab ini sekalipun bentuknya mufrad tetapi makna yang dimaksud adalah jamak, yakni al-kutub (dan neraca) yakni keadilan (supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (Dan Kami ciptakan besi) maksudnya Kami keluarkan besi dari tempat-tempat penambangannya (yang padanya terdapat kekuatan yang hebat) yakni dapat dipakai sebagai alat untuk berperang (dan berbagai manfaat bagi manusia, dan supaya Allah mengetahui) supaya Allah menampilkan; lafal waliya'lamallaahu diathafkan pada lafal liyaquman-naasu (siapa yang menolong-Nya) maksudnya siapakah yang menolong agama-Nya dengan memakai alat-alat perang yang terbuat dari besi dan lain-lainnya itu (dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya) lafal bil-ghaibi menjadi hal atau kata keterangan keadaan dari dhamir ha yang terdapat pada lafal yanshuruhu. Yakni sekalipun Allah tidak terlihat oleh mereka di dunia ini. Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya, mereka menolong agama-Nya padahal mereka tidak melihat-Nya. (Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa) artinya Dia tidak memerlukan pertolongan siapa pun, akan tetapi perbuatan itu manfaatnya akan dirasakan sendiri oleh orang yang mengerjakannya.

3. QUR’AN SURAT AL-MAAIDAH AYAT 48
a.  Teks Ayat
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الْكِتَـبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَـبِ وَمُهَيْمِناً عَلَيْهِ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَـجاً وَلَوْ شَآءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَحِدَةً وَلَـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَـكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ جَمِيعاً فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ.
b. Terjemah Mufrodat
مُصَدِّقاً
بِالْحَقِّ
الْكِتَـبَ
إِلَيْكَ
وَأَنزَلْنَآ
Yang membenarkan
Dengan sebenarnya
Kitab
(al-Qur’an)
kepadamu
Dan telah Kami turunkan
عَلَيْهِ
وَمُهَيْمِناً
مِنَ الْكِتَـبِ
بَيْنَ يَدَيْهِ
لِّمَا
atasnya
Dan yang menjaga (menjadi saksi)
Dari Kitab (Taurat dan Injil
dihadapannya
Terhadap apa yang
وَلاَ
أَنزَلَ اللَّهُ
بِمَآ
بَيْنَهُم
فَاحْكُم
Dan jangan
Telah Allah turunkan
Dengan apa (al-Qur’an) yang
Diantara mereka (ahli kitab)
Maka putuskanlah hukum
مِنَ الْحَقِّ
جَآءَكَ
عَمَّا
أَهْوَآءَهُمْ
تَتَّبِعْ
Yang benar dari (al-qur’an)
Telah databf padamu
Dengan meninggalkan apa yang
Hawa nafsu mereka
Engkau mengikuti
وَمِنْهَـجاً
شِرْعَةً
مِنكُمْ
جَعَلْنَا
لِكُلٍّ
Dari jalan agama
Syari’ah
Diantara kalian
Telah kami jadikan
Bagi tiap-tiap (umat)
وَلَـكِن
وَحِدَةً
أُمَّةً
لَجَعَلَكُمْ
شَآءَ اللَّهُ
Akan tetapi
Yang satu (tidak ada perbedaan syari’at)
umat
Niscaya dia menjadikan kalian
Allah menghendaki
الخَيْرَاتِ
فَاسْتَبِقُوا
ءَاتَـكُم
فِى مَآ
لِّيَبْلُوَكُمْ
(dalam)ebajikan-kebajikan
Maka berlomba-lombalah kalian
Dia datangkan kepada kalian
Terhadap apa yang
Dia hendak menguji kalian
بِمَا
فَيُنَبِّئُكُم
جَمِيعاً
مَرْجِعُكُمْ
إِلَى الله
Dengan apa yang
Lalu Dia memberi tahu kalian
Semua(nya)
Tempat kalian kembali
Kepada Allah


تَخْتَلِفُونَ
فِيهِ
كُنتُمْ


Kalian berselisih (syari’at agama)
didalamnya
Kalian dahulu

c. Terjemah Ayat
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422],  Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,”

d. Pengertian Global
Pada ayat ini Allah Swt. menjelaskan bahwa Allah Swt telah menurunkan Al-Qur’an sebagai bukti kebenaran atas apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. kepada ummatnya. Dimana Al-Qur’an merupakan Kitab yang menyempurnakan Kitab-Kitab yang telah diturunkan kepada para Nabi dan Rasul terdahulu karena memang Kitab-Kitab terdahulu telah banyak diubah dan dimanipulasi oleh prkataan-perkataan manusia. Kemudian Allah Swt. menegaskan untuk menggunakan Al-Qur’an sebagai dasar untuk memutuskan setiap perkara dan menjadi dasar dalam lkehidupan manusia serta tidak terbawa oleh hawa nafsu yang akan membawa kepada keburukan dan kebinasaan sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Ahli Kitab yang mengingkari kebenaran Al-Qur’an. Allah Swt menerangkan pula bahwa Allah Swt. sangat bisa untuk menjadikan ummat ini menjadi satu golongan, hanya saja Allah hendak menguji kepada manusia agar dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil, serta memberikan pilihan kepada kebaikan atau kepada keburukan, oleh Karena itu Allah Swt. menyuruh kepada kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, berlomba-lomba mencari jalan yang telah diisyaratkan oleh Allah dalam setipa firman-Nya dan Allah Swt menurunkan Kitab Al-Qur’an untuk menjadi penengah dan sebagai petunjuk menuju jalan yang lurus dan menghindari perselisihan diantara ummat ini. Kemudian kelak Allah Swt. akan menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah atas pilihan manusia itu, karena semuanya berpulang dan akan kembali kepada Allah Swt.

e. Tafsir Ayat
Setelah Allah swt. menerangkan bahwa kitab Taurat telah diturunkan kepada Nabi Musa a.s. dan kitab Injil telah diturunkan pula kepada Nabi Isa a.s. dan agar kitab tersebut ditaati dan diamalkan oleh para penganutnya masing-masing, maka pada ayat ini diterangkan bahwa Allah swt. menurunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir Muhammad saw. kitab suci Alquran yaitu kitab samawi terakhir yang membawa kebenaran, mencakup isi dan membenarkan kitab suci sebelumnya seperti kitab Taurat dan Injil. Alquran adalah kitab yang terpelihara dengan baik, sehingga ia tidak akan mengalami perubahan dan pemalsuan. Alquran adalah kitab suci yang menjamin syariat yang murni sebelumnya dan kitab suci satu-satunya yang berlaku sejak diturunkannya sampai hari kemudian. Oleh karena itu pantaslah, bahkan wajib menghukum dan memutuskan perkara putra manusia sesuai dengan hukum yang telah diturunkan Allah yang telah terdapat di dalamnya dan bukanlah pada tempatnya menuruti keinginan dan kemauan hawa nafsu mereka yang bertentangan dengan kebenaran yang dibawa oleh Junjungan kita Nabi Muhammad saw. Tiap-tiap umat Allah diberi syariat (peraturan-peraturan khusus) dan diwajibkan kepada mereka melaksanakannya dan juga mereka telah diberi jalan dan petunjuk yang harus melaksanakannya untuk membersihkan diri dan menyucikan batin mereka. Syariat setiap umat dan jalan yang harus ditempuhnya boleh saja berubah rubah dan bermacam-macam tetapi dasar dan landasan Agama Samawi hanyalah satu. Kitab Taurat, Injil dan Alquran, masing-masing mempunyai syariat tersendiri, di mana Allah swt. telah menentukan hukum halal dan haram, sesuai dengan kehendak-Nya untuk mengetahui siapa yang taat dan siapa yang tidak. Firman Allah swt. Artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan padanya, "Bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Aku" maka sembahlah Aku olehmu sekalian. (Q.S. Al-Anbiya': 25). Sekiranya Allah Swt. menghendaki, tentulah Dia dapat menjadikan manusia hanya mempunyai satu syariat dan satu macam jalan pula yang akan ditempuh dan diamalkan mereka sehingga dari zaman ke zaman tidak ada peningkatan dan kemajuan seperti halnya burung dan lebah, tentunya akan terlaksana dan tidak ada kesulitan sedikitpun, karena Allah swt. kuasa atas segala sesuatu tetapi yang demikian itu tidak dikehendaki oleh-Nya. Allah Swt. menghendaki manusia itu sebagai makhluk yang dapat mempergunakan akal dan pikirannya, dapat maju dan berkembang dari zaman ke zaman. Dari masa kanak-kanak ke masa remaja meningkat jadi dewasa dan seterusnya. Demikianlah Allah swt. menghendaki dan memberikan kepada tiap-tiap umat syariat tersendiri untuk menguji sampai di mana manusia itu dapat dan mampu melaksanakan perintah Allah atau menjauhi larangan-Nya. Sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam kitab Samawi-Nya, untuk dapat diberi Pahala atau disiksa. Oleh karena itu seharusnyalah manusia berlomba-lomba berbuat kebaikan dan amal saleh, sesuai dengan syariat yang dibawa oleh Nabi penutup, Rasul terakhir Muhammad saw. Syariat yang menggantikan syariat sebelumnya. untuk kepentingan di dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak. Pada suatu waktu nanti, mau tak mau manusia akan kembali kepada Allah swt. memenuhi panggilan-Nya, ke alam Baqa. Di sanalah nanti Allah swt. akan memberitahukan segala sesuatunya tentang hakikat yang diperselisihkan mereka. Orang-orang yang benar-benar beriman akan diberi pahala, sedang orang-orang yang ingkar dan menolak kebenaran, serta menyeleweng dari-Nya tanpa alasan dan bukti akan diazab dan dimasukkan ke dalam neraka.

Tafsir Jalalain Surah Al Maaidah 48
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الْكِتَـبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَـبِ وَمُهَيْمِناً عَلَيْهِ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَـجاً وَلَوْ شَآءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَحِدَةً وَلَـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَـكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ جَمِيعاً فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ.
(Dan telah Kami turunkan kepadamu) hai Muhammad (kitab) yakni Alquran (dengan kebenaran) berkaitan dengan anzalnaa (membenarkan apa yang terdapat di hadapannya) maksudnya yang sebelumnya (di antara kitab dan menjadi saksi) atau batu ujian (terhadapnya) kitab di sini maksudnya ialah kitab-kitab terdahulu. (Sebab itu putuskanlah perkara mereka) maksudnya antara ahli kitab jika mereka mengadu kepadamu (dengan apa yang diturunkan Allah) kepadamu (dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka) dengan menyimpang (dari kebenaran yang telah datang kepadamu. Bagi tiap-tiap umat di antara kamu Kami beri) hai manusia (aturan dan jalan) maksudnya jalan yang nyata dan agama dan yang akan mereka tempuh. (Sekiranya dikehendaki Allah tentulah kamu dijadikan-Nya satu umat) dengan hanya satu syariat (tetapi) dibagi-bagi-Nya kamu kepada beberapa golongan (untuk mengujimu) mencoba (mengenai apa yang telah diberikan-Nya kepadamu) berupa syariat yang bermacam-macam untuk melihat siapakah di antara kamu yang taat dan siapa pula yang durhaka (maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan) berpaculah mengerjakannya. (Hanya kepada Allahlah kembali kamu semua) dengan kebangkitan (maka diberitahukan-Nya kepadamu apa yang kamu perbantahkan itu) yakni mengenai soal agama dan dibalas-Nya setiap kamu menurut amal masing-masing.

B. Pengertian ayat-ayat tentang akhirat
Ada beberapa surat dalam Al-Quran yang membahas masalah ini yaitu:
1. Q.S. Al-A'la : ayat 16-17
a. Teks ayat
ö@t/ tbrãÏO÷sè? no4quŠysø9$# $u÷R9$# ÇÊÏÈ   äotÅzFy$#ur ׎öyz #s+ö/r&ur ÇÊÐÈ  

b. Terjemah ayat
(16). tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.
(17). sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.

c. Tafsir ayat   
            Ayat ini tidak mempunyai asbabun nuzul. Ayat ini bermunasabah dengan beberapa ayat Al-Qur’an diantaranya : QS.Gafir : 39, QS.Al-An’am, QS.Yusuf:57. “Bahkan kamu mengutamakan kehidupan dunia, padahal akhirat lebih baik dan lebih kekal”. “Tetapi kamu (orang-orang kafir ) memilih kehidupan duniawi”. Menurut Ibnu Katsir, maksud dari ayat tersebut adalah “Kalian mengutamakan kehidupan duniawi daripada urusan akhirat. Kalian mengutamakan kehidupan duniawi daripada sesuatu yang memberikan kalian manfaat dan kebaikan di dunia dan di akhiratmu”. Ayat-ayat di atas mengecam manusia secara umum dan orang-orang kafir secara khusus. Kata tu’tsirun terambil dari kata atsra yang berarti mengabil sesuatu tanpa mengambil yang lain, sehigga teras ada semacam penilaian keistimewaan tersendiri pada sesuatu yang diambil itu, keistimewaan yang tidak dimiliki oleh yang lain. Dalam bahasa Arab dikenal kata-kata ista’tsara Allahu bi-fulan. Maksudnya Allah memilihnya(mematikannya) karenaadanya keistimewaan pada yang wafat itu yang tidak dimiliki oleh orang-orang lain ketika itu. Kata ad-dunya terambil dari kata dana yang berarti dekat atau dari kata dani’ yang berarti hina. Arti pertama menggambarkan kehidupan dunia adalah kehidupan yang dekat serta dini dan dialami sekarang, sedangkan kehidupan akhirat adalah kehidupan jauh dan akan datang.Dari sini dapat dimengerti mengapa ditemukan puluhan ayat yang memperingatkan tentang hakikat kehidupan duniawi dan sifatnya yang sementara agar keindahannya tidak mengahambat perjalanan menuju Tuhan.

Al-Qur’an ketika menguraikan sifat kesementaraan dari dunia dan kedekatannya bukan berarti meremehkan kehidupan kehidupan dunia atau menganjurkan untuk meninggalkan dan tidak memperhatikannya, tetapi mengingatkan manusia akan kesementaraan itu sehingga tidak hanya berusaha memperoleh kenikmatan dan gemerlap duniawi serta mengabaikan kehidupan kekal. Hal ini terbukti dengan anjuran Al-Qur’an menjadikan dunia sebagai sarana menuju kehidupan di akhirat: “Tuntutlah melalui apa yang dianugerahkan Allah kepadamu (di dunia ini ), kebahagiaan hidup di akhirat dan jangan lupakan bagianmu di dunia ini” (QS.al-Qashas :77). Dunia adalah kebenaran bagi yang menyadari hakikatnya, ia adalah tempat dan jalan bagi yang memahaminya. Dunia adalah arena kekayaan bagi yang menggunakannya untuk mengumpul bekal perjalanan menuju keabadian. Serta aneka pelajaran bagi yang merenung dan memperhatikan fenomena serta peristiwa-peristiwanya. Ia adalah tempat mengabdi para pecinta Allah, tempat berdoa para malaikat, tempat turunnya wahyu bagi para nabi dan tempat curahan rahmat bagi yang taat. Jika demikian ayat 16 ini tidak ditujukan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengambil pelajaran dan peringatan-peringatan Allah, menghimpun kebahagiaan dunia dan akhirat, tetai ditujukan kepada merekayang mengabaikan kehidupan akhirat atau mementingkan dunia semata-mata. “Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” Imbalan Allah di akhirat lebih bailk daripada di dunia dan lebih kekal, karena dunia dalah daniyah (hina) dan fana , sementara aakhirat adalah mulia dan kekal. Orang yang berakal tidak mengkin mengutamakan sesuatu yang fana daripada sesuatu yang kekal. Kata khair/lebih baik dan abqa /lebih kekal menurut Quraish Shihab keduanya berbentuk superlatitif. Ini memberi kesan perbandingan dengan kehidupan duniawi, surga lebih baik dan kekal dibandingkan dengan kenikmatan dunia. Ini berarti bahwa dunia pun mempunyai segi kebaikannya, namun kehidupan akhirat kelak, jauh lebih baik dan kekal. Ada juga ulama tafsir yang tidak memahami kedua kata tersebut dalam arti superlatif, sehingga dengan demikian ayat 17 ini bila diterjemahkan menjadi:Sedang kehidupan di akhirat lebih baik dan kekal. Pendapat terakhir dapat mengarah pada pengabaiaan sama sekali, karena dengan pemahaman seperti itu, seakan-akan dunia tidak memiliki segi positif sedikit pun. Imam Ahmad berkata: Husain bin Muhammad berkata kepada kami, Daud berkata kepada kami Abu Ishaq, dari Urwah, dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Dunia adalah tempat bagi siapa yang tidak memiliki tempat dan harta bagi yang tidak memiliki harta. Dunia juga memiliki sesuatu yang dikumpulkan oleh siapa yang memiliki akal.” Selain dalam hadits di atas Imam Ahmad berkata: Sulaiman bin Daud Al Hasyimi berkata kepada kami, Isma’il bin Ja’far berkata kepada kami, Amru bin Abu Amru menggambarkan kepada kami dari Al Muthallib bin Abdullah, dari Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:“Barang siapa mencintai dunianya maka ia akan melarat (miskin) dalam kehidupan akhiratnya. Barang siapa mencintai kehidupan akhirat maka ia akan melarat (miskin ) dalam kehidupan dunianya. Jadi pilihlah kehidupan yang kekal dari kehidupan yang fana”. Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

2. Q.S. Al-Hadid Ayat 20           
a.      Teks ayat
(#þqßJn=ôã$# $yJ¯Rr& äo4quysø9$# $u÷R9$# Ò=Ïès9 ×qølm;ur ×puZƒÎur 7äz$xÿs?ur öNä3oY÷t/ ֍èO%s3s?ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur ( È@sVyJx. B]øxî |=yfôãr& u$¤ÿä3ø9$# ¼çmè?$t7tR §NèO ßkÍku çm1uŽtIsù #vxÿóÁãB §NèO ãbqä3tƒ $VJ»sÜãm ( Îûur ÍotÅzFy$# Ò>#xtã ÓƒÏx© ×otÏÿøótBur z`ÏiB «!$# ×bºuqôÊÍur 4 $tBur äo4quysø9$# !$u÷R$!$# žwÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$# ÇËÉÈ  

b. Tafsir ayat              
            Ayat ini tidak mempunyai asbabun nuzul. Ayat ini bermunasabah dengan beberapa ayat Al-Qur’an diantaranya : QS.Al-Kahfi :46, QS. Muhammad:36, QS. Yunus:24, QS. Az-zumar:21, QS:Ar-Ra’d: 26. “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Menurut Ibnu Katsir, dalam ayat ini Allah subhanahu wata’ala berfirman merendahkan dan menghinakan kehidupan dunia. Yakni yang dihasilkan oleh kehidupan duniawi bagi penghuninya hanyalah sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tersebut. Seperti firman Allah ta’ala: “dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali Imran:14). Quraish Shihab di dalam tafsirnya menyatakan bahwa pada ayat tersebut digunakan lafadz
(إنما) yang artinya tidak lain atau hanya yang mengandung makna pembatasan, sehingga bila merujuk ke redaksi ayat, maka selain yang disebut oleh redaksinya, bukan merupakan bagian dari kehidupan dunia. Beliau menjelaskan bahwa lafadz (إنما) dalam ayat tersebut berfungsi sebagai penegasan dan penggambaran bahwa hal-hal itulah (permainanan, sesuatu yang melalaikan, permainan, dst.) yang terpenting dalam pandangan orang-orang yang lengah. Kata (لعب) yang biasa diterjemahkan permainan digunakan oleh Alquran dalam arti suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya bukan untuk suatu tujuan yang wajar, dalam arti membawa manfaat atau mencegah madharat. Artinya permainan tersebut dilakukan tanpa tujuan dan hanya digunakan untuk menghabiskan waktu. Sementara itu kata (لهو) artinya suatu perbuatan yang mengakibatkan kelengahan pelakunya dari pekerjaan yang bermanfaat atau lebih bermanfaat dan penting daripada yang sedang dilakukannya itu. Kemudian Allah ta’ala berfirman: seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani. Menurut Ibnu Katsir, Allah ta’ala memberikan perumpamaan kehidupan dunia seperti tanaman yang tumbuh kerena turunnya hujan, sehingga mengagumkan para petani yang melihatnya. Maka seperti para petani yang kagum dengan tanaman-tanaman itu, kehidupan dunia juga telah membuat orang kafir terkagum-kagum, karena mereka adalah orang yang paling rakus terhadap dunia.. Quraish Shihab menjelaskan mengapa kata (الكفّار) diartikan petani. Dia Mengatakan bahwa kata (الكفّار) adalah jamak dari kata (كافر). Kata ini terambil dari kata (كفر) yang berarti menutup. Maksudnya adalah para petani, karena mereka menanam benih dengan cara menutupnya dengan tanah kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Maksudnya tanaman itu berubah menjadi kuning setelah sebelumnya berwarna hijau, kemudian menjadi kering, lapuk dan akhirnya hancur. Seperti itulah kehidupan dunia mulanya muda belia, kemudian dewasa, dan akhirnya menjadi tua, lemah tak berdaya dan akhirnya mati, Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu Maknanya bahwa di akhirat hanya ada adzab yang pedih atau ampunan dan keridhaan Allah ta’ala. Kehidupan dunia ini hanya kesenangan yang fana yang menipu siapa saja yang cenderung kepadanya. Sehingga banyak manusia yang tertipu dan lebih mengutamakan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, bahkan ada sebagian manusia yang mangingkari adanya kehidupan akhirat.        .

Adanya Pembalasan Akhirat
1. Surat Yasin Ayat 78-83:
z>uŽŸÑur $oYs9 WxsWtB zÓŤtRur ¼çms)ù=yz ( tA$s% `tB ÄÓ÷ÕムzN»sàÏèø9$# }Édur ÒOŠÏBu ÇÐÑÈ   ö@è% $pkŽÍósムüÏ%©!$# !$ydr't±Sr& tA¨rr& ;o§tB ( uqèdur Èe@ä3Î/ @,ù=yz íOŠÎ=tæ ÇÐÒÈ   Ï%©!$# Ÿ@yèy_ /ä3s9 z`ÏiB ̍yf¤±9$# ÎŽ|Ø÷zF{$# #Y$tR !#sŒÎ*sù OçFRr& çm÷ZÏiB tbrßÏ%qè? ÇÑÉÈ   }§øŠs9urr& Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur AÏ»s)Î/ #n?tã br& t,è=øƒs Oßgn=÷WÏB 4 4n?t/ uqèdur ß,»¯=yø9$# ÞOŠÎ=yèø9$# ÇÑÊÈ   !$yJ¯RÎ) ÿ¼çnãøBr& !#sŒÎ) yŠ#ur& $º«øx© br& tAqà)tƒ ¼çms9 `ä. ãbqä3uŠsù ÇÑËÈ   z`»ysö6Ý¡sù Ï%©!$# ¾ÍnÏuÎ/ ßNqä3w=tB Èe@ä. &äóÓx« Ïmøs9Î)ur tbqãèy_öè? ÇÑÌÈ  
78. dan ia membuat perumpamaan bagi kami; dan ia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?"
79. Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.
80. Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, Maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu".
81. dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? benar, Dia berkuasa. dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha mengetahui.
82. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.
83. Maka Maha suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.


Asbabun nuzul :         
Firman Allah SWT, “Dan apakah manusia tidak memperhatikan. “Ibnu Abbas berkata, manusia itu adalah Abdullah bin Ubai.” Sa’id bin Jubair berkata, “Dia adalah Ash bin Wa’il As-Sahmi.” Al Hasan berkata, “Dia adalah Ubai bin Khalaf Al Jahmi.”Demikian juga yang dikatakan Ibnu Ishak, dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Wahb dari Malik; “Bahwa kami menciptakannya dari setitik air (mani),” yaitu setetes air. Dikatakan nathafa apabila menetes (keluar setitik demi setitik).”Maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!”atau lawan dalam pertikaian dan dalam menjelaskan hujah. Maksudnya, bahwa air sebelum tidak menjadi apa-apa itu berubah menjadi penantang yang nyata. Hal itu, karena manusia itu datang kepada Nabi Muhammad SAW membawa tulang yang sudah berubah, lalu dia berkata, “Wahai Muhammad, tidakkah engkau tahu bahwa Allah menghidupkan ini setelah hancur?” Nabi Muhammad SAW kemudian menjawab, “Iya, dan Allah akan membangkitkanmu, dan memasukkanmu ke dalam neraka”. Lalu turunlah ayat ini, Ayat ini bermunasabah dengan beberapa ayat Al-Qur’an diantaranya :QS.An-nazi’at: 11, QS. Al-Isra’:49, QS.Al-Baqarah:98. Firman Allah SWT: “Dan dia membuat perumamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya . Dia berkata , “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang hancur telah luluh?”. “Dan dia membuat perumamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya”, maksudnya, dia lupa bahwa Kami menciptakannya dari setetes air mani yang mati, lalu kami ciptakan di dalamya kehidupan, atau jawaban dari Nabi Muhammad SAW adalah mengiyakan. “Dia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang hancur telah luluh?”. Maksudnya telah rusak. Ada yang mengatakan, “Bahwa orang kafir ini berkata kepada Nabi SAW, “Bagaimana pendapatmu, jika aku menyerahkan tulang-tulang ini di udara apakah Tuhan-mu mengembalikannya?” Maka turunlah firman Allah: “Katakanlah, “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakan kali pertama,” maksudnya, sejak belum menjadi apa-apa , akan tetapi Allah Maha Kuasa untuk mengembalikan pada penciptaan kali yang kedua dari sesuatu. “Dan Dia Maha mengetahui tentang segala hakikat makhluk ,”maksudnya,bagaimana Dia menciptakan dan mengembalikan .Firman Allah SWT: “Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api kayu yang hijau.” Allah memperingatkan akan keesaan-Nya. Ayat ini menunjukan pada kesempurnaan kekeasaanNya dalam menghidupkan orang mati dengan apa yang mereka saksikan, seperti mengeluarkan api dari yang kering kemudian api itu membakar kayu yang masih hijau. Hal itu, karena orang kafir itu berkata, “Berdasarkan tabiat kehidupan, air mani itu hangat dan basah, sehingga keluar sesuatu yang hidup darinya. Sedangkan tulang basah akan kering jika telah mati, maka bagaimana bisa keluar kehidupan darinya.”. “Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau“. Maksudya sesungguhnya pohon hijau itu mengandung air dan air itu basah dingin dan lembab, kebalikan dari api dan keuanya tidak mungkin bersatu. Akan tetapi Allah mengeluarkan api dari pohon hijau itu. Karena Dia mampu untuk mengeluarkan api dari pohon yang hijau itu. Karena Dia mampu untuk mengeluarkan lawan adari lawannya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah SWT kemudian berkata seraya menyanggah; “Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu?,” maksudnya seperti orang-orang mengingkari hari kebangkitan. Firman Allah SWT; “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki esuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah!’maka terjadilah ia.”Jika Allah ingin menciptakan sesuatu, Dia tidak perlu capek dan berusaha Dan ini telah dijelaskan di beberapa tempat.  “Maka Maha Suci (Allah) yang ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” Allah menyucikan diri-Nya dari ketidak mampuan dan persekutuan . Malakuut dan malakuuti dalam perkataan orang Arab maknanya sama. “Dan kepada-Nya-lah kamu dikembaliakan,” maksudnya, dikembalikan setelah kematiannmu.    
2. Surat Qaaf Ayat 21-22.
ôNuä!%y`ur @ä. <§øÿtR $ygyè¨B ×,ͬ!$y ÓŠÍky­ur ÇËÊÈ   ôs)©9 |MYä. Îû 7's#øÿxî ô`ÏiB #x»yd $uZøÿt±s3sù y7Ytã x8uä!$sÜÏî x8ã|Át7sù tPöquø9$# ÓƒÏtn ÇËËÈ       
21. dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan Dia seorang Malaikat penggiring dan seorang Malaikat penyaksi.
22. Sesungguhnya kamu berada dalam Keadaan lalai dari (hal) ini, Maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, Maka penglihatanmu pada hari itu Amat tajam.

Ayat ini tidak mempunyai asbabun nuzul. Ayat ini bermunasabah dengan beberapa ayat Al-Qur’an diantaranya: QS. Ibrahim:51, QS.Al-Ankabut:57,  QS.Al-Anbiya’:35, “dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang Malaikat penggiring dan seorang Malaikat penyaksi”. (QS. Qaaf: 21). Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata (سآئق) dan (شهيد), menurut Ibnu Abbas, (سآئق) adalah malaikat penggiring, sedangkan (شهيد) adalah saksi dari diri mereka sendiri, yaitu kaki dan tangan mereka. Al Hasan dan Qatadah menafsirkan bahwa makna dari kata (سآئق) adalah penggiring jiwa-jiwa manusia, dan makna dari (شهيد) adalah saksi yang mempersaksikan amal perbuatan manusia. Mereka tidak menyebutkan apakah penggiring dan saksi itu adalah malaikat atau bukan. Sedangkan menurut Mujahid, (سآئق) dan (شهيد) adalah dua malaikat yang ditugaskan untuk menggiring dan mempersaksikan manusia di akhirat nanti. Makna ini sejalan dengan penafsiran dari Ibnu Katsir, beliau menafsirkan bahwa (سآئق) dan (شهيد) adalah malaikat yang menggiring ke padang mahsyar dan malaikat yang mempersaksikan amal perbuatannya. Makna ini sesuai dengan sebuah riwayat dari Utsman bin Affan yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah, bahwa ketika Utsman sedang berpidato, ia membaca ayat ini (surat Qaaf: 21) makna dari kata (سآئق) adalah seorang malaikat yang mnggiring manusia ke hadapan Allah ta’ala dan (شهيد) adalah seorang malaikat yang mempersaksikan perbuatan mereka . Pendapat ini juga dipilih oleh Al Qurthubi dan Ath Thabari. Al Qurthubi mengatakan bahwa pendapat inilah yang paling diunggulkan. “Sesungguhnya kamu berada dalam Keadaan lalai dari (hal) ini, Maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, Maka penglihatanmu pada hari itu Amat tajam”. (QS. Qaaf: 22). Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini. Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang dimaksud “kamu” dalam ayat di atas. Ibnu Abbas dan Adh Dhahhak menafsirkan bahwa maksudnya adalah kaum musyrikin yang sebelumnya lalai akan akibat dari perbuatan mereka. Kebanyakan ulama tafsir, berpendapat bahwa maknanya adalah tentang orang-orang yang suka berbuat kebaikan dan keburukan. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ath Thabari. Tetapi, beberapa ulama berpendapat bahwa ayat ini tidak dapat ditafsirkan kecuali dengan ayat sebelumnya, sehingga maknanya adalah kamu wahai manusia sebelumnya berada dalam kelalaian bahwa setiap jiwa itu pasti akan diberikan penggiring dan penyaksi. Pendapat ini juga sejalan dengan pendapat Ibnu Katsir, beliau mengatakan bahwa khithab ayat ini ditujukan kepada manusia itu sendiri. Tetapi, beliau tidak menyebutkan apakah ayat ini harus ditafsirkan dengan ayat sebelumnya atau tidak. “Maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu”. Para ulama juga berbeda pendapat tentang makna ayat ini, diantara pendapat-pendapat tersebut adalah pendapat pertama dari As Suddi, yaitu ketika janin-janin yang sebelumnya di dalam perut ibunya dilahirkan. Pendapat kedua dari Ibnu Abbas, yaitu ketika seluruh manusia yang ada di dalam kubur akan dibangkitkan. Pendapat ketiga dari Mujahid, yaitu ketika seluruh manusia akan dikumpulkan di padang Mahsyar . Dengan demikian, jika kita melihat kembali pada ayat-ayat sebelumnya, maka pendapat yang berkaitan dengan ayat sebelumnya adalah pendapat dari Ibnu Abbas dan Mujahid; "maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”. Ibnu Katsir menyatakan bahwa maksudnya adalah sangat kuat, karena setiap manusia pada hari kiamat kelak akan memiliki pandangan yang sangat kuat, termasuk orang-orang kafir ketika di dunia. Di hari kiamat kelak pandangan mereka tetap stabil, tetapi tidak memberi manfaat apa-apa bagi mereka . Sedangkan Al Qurthubi menyatakan bahwa, beberapa ulama berpendapat bahwa maksud dari penglihatan pada ayat ini adalah penglihatan hati (mata hati).






BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Sebagaimana yang terkandung dalam Al-Quran surat An-Nahl (36), Al-Jumu’ah (2), dan Surat Al-Hadid (56) menerangkan tentang inti daripada penyampaian Risalah. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini banyak mengandung masalah kenabian, ketuhanan, dan peribadatan terhadap Allah Swt. Ilmu taubat adalah ilmu yang penting, bahkan urgen. Keperluan atas ilmu itu amat mendesak, terutama dalam zaman kita ini. Karena manusia telah banyak tenggelam dalam dosa dan kesalahan. Mereka melupakan Allah SWT sehingga Allah SWT membuat mereka lupa akan diri mereka. Banyak sekali godaan untuk melakukan kejahatan, dan banyak pula penghalang manusia untuk melakukan kebaikan. Beragam cara dipergunakan untuk menghalangi manusia dari jalan Allah SWT. Beragam media setan, perangkat canggih, yang dapat dibaca, didengar (audio), dan disaksikan ( visual ) dimanfaatkan untuk tujuan itu. Semua itu dilakukan oleh setan-setan yang berada dalam negeri kita, maupun yang berada di luar. Diperkuat oleh jiwa dan nafsu ammarah bis su, yang mengajak kepada keduniawian, melupakan maut dan perhitungan akhirat, neraka dan surga, dan melenakkan diri dari mengingat Allah SWT. Sehingga mereka meninggalkan salat dan mengikuti hawa nafsu. Melanggar janji yang telah ditekan bersama Allah SWT. Melewati batas-batas yang telah digariskan oleh Allah SWT, dan menabrak hak-hak manusia. Manusia amat membutuhkan orang yang memberi peringatan dan berteriak kepada mereka: Bangkitlah dari mabuk kalian, bangunlah dari tidur kalian, berjalanlah di jalan yang lurus, bertaubatlah kepada Rabb kalian, sebelum datang hari yang padanya tidak bermanfaat lagi harta dan sanak keluarga, kecuali mereka yang datang kepada Allah SWT dengan hati bersih.

Dan dunia ini adalah kenikmatan yang sesaat, seperti halnya permainan. Akan tetapi kita tidak boleh meninggalkan dunia secara mutlak. Kita harus bisa memanfaatkan kehidupan dunia untuk meraih kehidupan akhirat, jangan sampai kita tertipu oleh kemegahan, keindahan, dan kenikmatan dunia, seperti halnya orang-orang kafir yang terkagum-kagum dengan kehidupan dunia. Kita harus meyakini bahwasanya kita akan dibangkitkan oleh Allah setelah kita mati, meskipun tubuh kita telah hancur dan yang tersisa hanyalah tulang-belulang. Setelah kita dibangkitkan dari kubur, maka kita kan menghadap kepada Allah untuk menerima pembalasan atas apa yang telah kita lakukan di dunia. Wallahu A’lam.

B. Saran
PDemikianlah makalah ini penulis buat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian akhir semester pada Jurusan Pendidikan Agama Islam semester V. Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan penulis meminta kepada pembaca umumnya dan khususnya kepada bapak dosen mata kuliah Tafsir ini untuk memberikan saran dan kritik yang membangun untuk makalah ini. Mudah-mudahan Allah Swt senantiasa memberkahi kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
DAFTAR PUSTAKA


Departemen Agama. Al-Qur'an dan Terjemahannya. 1989. Semarang: Toha Putera.

Al-Mahali, Imam Jalaluddin dan Imam Jamaluddin As-Suyuti. 2006. Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul. Bandung: Sina Baru Al-Gesindo.

Al-Su’ud, Fadh bin Abdul Aziz. 2005. Al-Qur’anul Karim wa Tarjamatu Ma’aniyah ilal Lughatul Indunisiyyah. Madinah Munawwarah: Qur’an compleks.

Al-Syeikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. 2003. Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir. Bogor : Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. 2000. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Quthb, Sayyid. 2004. Tafsir Fi Zilalil-Qur’an. Jakarta: Gema Insani.

Shihab, Muhammad Quraish, Muhammad. 2007. Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.

Al Hafizh ‘Imaduddin Abu Al Fida’ Ismail Ibnu Katsir; penerjemah, Farizal Tirmidzi.Tafsir Juz ‘Amma.Jakarta:Pustaka Azzam, cet,11.2007.   

M.Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta:Lentera Hati.2002.     

Syaikh Imam Al-Qurthubi; penerjemah, Akhmad Khotib.Al Jami’ li’Ahkam Al-Qur’an. Jakarta:Pustaka Azzam.2009.           

Abdullah bin Muhammad ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir ; penerjemah, M. Abdul Ghafar E.M. et all. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, cet. III.2004.




















































































































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar