PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP
ISME-ISME DAN ALIRAN SESAT
MAKALAH
Disusun sebagai salah satu tugas mata
kuliah Kemuhammadiyahan 2 yang dibimbing oleh:
Bapak Drs. Bunyamin
Semester VII B.
Disusun oleh:
KELOMPOK VII:
1. NURKHOLIS
2. NURLIA ALIYAH
3. TSUHAIBAH
4. TB. MAMBAUL
HIKAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG (
UMT )
Sekretariat : Jl. Perintis
Kemerdekaan I/33 Cikokol - Kota
Tangerang - Banten 15118
2012 M / 1433 H
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
senantiasa memberikan limpahan rahmat-Nya kepada kita semua selaku para
hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita menuju terangnya Iman dan Islam, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Alasan
penulis memilih judul: “PANDANGAN
MUHAMMADIYAH TERHADAP ISME-ISME DAN ALIRAN SESAT” adalah agar penulis
lebih memahami sebab-sebab ikhtilaf dalam penetapan hukum Islam pada masa
sahabat dan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir semester VII
fakultas Agama Islam pada mata kuliah Kemuhammadiyahan 2.
Dan
ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1.
Bapak H.
Ahmad Badawi, S.Pd, M.M selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang.
2.
Bapak Drs.
Bunyamin selaku dosen pembimbing mata kuliah Kemuhammadiyahan 2.
3.
Rekan-rekan
seperjuangan dalam menuntut ilmu di Kampus UMT.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan rekan-rekan mahasiswa.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu
segala kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi kesempurnaan
diskusi atau makalah selanjutnya dimasa yang akan datang.
Tangerang, 02 Desember 2012 M
|
Penulis
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………i
DAFTAR
ISI
……………………………………………………………….........................ii
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………………………1
BAB
II PANDANGAN
MUHAMMADIYAH TERHADAP ISME-ISME DAN ALIRAN SESAT
..............................................................................................................3
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………...17
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….................18
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muhammadiyah
sering dijuluki sebagai organisasi islam pembaharu, atau gerakan tajdid.
Julukan ini tentu tidak datang dari dalam Muhammadiyah, melainkan dari para
pengamat dan pemerhati Muhammadiyah. Diantara indikator organisasi pembaharu,
menurut mereka, adalah karena organisasi ini berusaha untuk merujuk secara
langsung kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah dan memahaminya secara utuh dan
komprehensif. Namun, akhir-akhir ini, ciri dan indikator itu sering
dipermasalahkan. Karena itu, predikat mujaddid yang diberikan kepada
Muhammadiyah merupakan sesuatu yang harus dikritisi.
Ketika
Muhammadiyah didirikan tahun 1912 atau sejak Majlis tarjih dibentuk pada tahun
1928, persoalan yang dihadapinya relatif sangat sederhana dan kelihatannya
tidak beranjak dari pemurnian aqidah dan ibadah atau dalam masalah-masalah
khilafiyah. Itulah sebabnya, majlis ini diberi nama Majlis Tarjih. Tetapi dalam
perkembangannya sampai saat ini, persoalan-persoalan baru muncul kepermukaan
dan menuntut direspon oleh Muhammadiyah. Tentu, seiring dengan beragam
persoalan kontemporer, nama Majlis ini pun mengalami perubahan atau penambahan.
B.
Perumusan Masalah
Berangkat dari latar
belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai
berikut :
1. Apa sumber ajaran Islam itu?
2. Apa pemahaman
ajaran Islam itu?
3. Apa bidang Akhlak
itu?
4. Apa bidang
Mu’amalah Dunyawiyah itu?
5. Apa Isme-isme
Modern itu?
6. Apa Aliran-aliran
sesat itu?
C . Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui sumber ajaran Islam .
2.
Untuk mengetahui sumber hukum pada masa
Sahabat.
3.
Untuk mengetahui pemahaman ajaran Islam.
4.
Untuk mengetahui bidang Mu’amalah Dunyawiyah.
5.
Untuk mengetahui Isme-isme Modern.
6.
Untuk mengetahui Aliran-aliran sesat.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi 3 (tiga) bab,
yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP ISME-ISME DAN
ALIRAN
SESAT
Pandangan muhammadiyah terhadap isme-isme dan aliran sesat berisi uraian tentang
sumber ajaran Islam, pemahaman
ajaran Islam itu, pemahaman ajaran Islam, bidang Mu’amalah Dunyawiyah, Isme-isme
Modern dan Aliran-aliran sesat.
BAB III PENUTUP
Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PANDANGAN
MUHMMADIYAH TERHADAP ISME-ISME DAN ALIRAN SESAT
A. Sumber ajaran islam
Muhammadiyah, sebagai gerakan keagamaan yang berwatak
sosio kultural, dalam dinamika kesejarahannya selalu berusaha merespon berbagai
perkembangan kehidupan dengan senantiasa merujuk pada ajaran Islam yang
bersumber dari dua sumber primer ajaran ini. Yakni Alquran dan Assunnah Almaqbulah. Hal ini
bisa kita lihat di dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah BAB II Pasal 4 ayat 1.
Hanya saja istilah Assunnah Almaqbulah
baru digunakan setelah diresmikan istilahnya pada Keputusan
Musyawarah Nasional Majlis Tarjih XXV tentang Manhaj Tarjih dan Pengembangan
Pemikiran Islam di Jakarta tahun 2000, dan sebelumnya digunakan istilah Assunnah Ashshahihah.
Untuk mencapai maksud dan tujuannya yaitu mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, maka Muhammadiyah melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid
yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan. Dalam
pengembangan bidang keagamaan dan dakwah ditangani oleh dua majlis yaitu Majlis
Tarjih dan Tajdid (MTT) dan Majlis Tabligh dan Dakwah Khusus (MT-DK).
B. Pemahaman
Ajaran Islam
Hal-hal yang berkaitan dengan paham agama dalam
Muhammadiyah secara garis besar dan pokok-pokoknya ialah sebagai berikut:
1) Agama, yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW ialah apa yang diturunkan Allah dalam Alquran dan yang disebut
dalam Sunnah maqbulah, berupa
perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan
manusia di dunia dan akhirat (Kitab Masalah Lima, Al-Masail Al-Khams tentang
al-Din).
2) Muhammadiyah
berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para
Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan seterusnya sampai
kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia
sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil,
duniawi dan ukhrawi.
3) Muhammadiyah
bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:
a. ‘Aqidah:
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip
toleransi menurut ajaran Islam;
b. Akhlaq:
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada
ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai
ciptaan manusia;
c. Ibadah: Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya
‘ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW. tanpa tambahan dan perubahan dari
manusia;
4) Mu’amalah
dunyawiyat; Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalah dunyawiyat
(pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama
serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ‘ibadah kepada Allah
S.W.T.
5) Islam
adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata karena Allah, agama semua Nabi,
agama yang sesuai dengan fitrah manusia, agama yang menjadi petunjuk bagi
manusia, agama yang mengatur hubungan dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan
sesama, dan agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Islam satu-satunya
agama yang diridhai Allah dan agama yang sempurna.
6) Bahwa
dasar muthlaq untuk berhukum dalam agama Islam adalah Alquran dan Sunnah. Bahwa
di mana perlu dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat
dihajatkan untuk diamalkannya, mengenai hal-hal yang tak bersangkutan dengan
‘ibadah mahdhah padahal untuk alasan atasnya tiada terdapat nash sharih dalam
Alquran dan Sunnah maqbulah, maka dipergunakanlah alasan dengan jalan
ijtihad dan istinbath dari nash yang ada melalui persamaan ‘illat, sebagaimana
telah dilakukan oleh ‘ulama salaf dan Khalaf (Kitab Masalah Lima, Al-Masail
Al-Khams tentang Qiyas).
7) Muhammadiyah dalam memaknai tajdid mengandung dua pengertian, yakni pemurnian
(purifikasi) dan pembaruan (dinamisasi).
Hal yang penting yang perlu menjadikan pamahamaman
bersama bahwa paham islam dalam muhammadiyah bersifat komprensif dan luas,
sehingga tidak sempit dan parsial. Agam dalam pandangan atau paham muhammadiyah
tidak lah sepotong-potong, serpihan-serpihan dan hanya hukum atau fikih belaka.
Paham agama yanh id tanamkan bukan ajaran nya yang terbatas, tetapi luas dan
multiaspek karen amuhammadiyah merupakan gerakan islam, mak paham tentang islam
merupakan kewajiban atau keniscayaan yang fundamental, yang yang intinya pada
memperdalam sekaligus memperluas paham islam bagi seluruh warga muhammadiyah.
Kemudian menyebarkan/mensosialisasikan dan mengamalkan dalam kehidupan umat
serta masyarakat sehingga islam yang didakwahkan muhammadiyah membawa/mwnjadi
rahmatan lil-‘alamin. Muhammdiyah
bergerak dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang antara lain dapat
diklasisfikasikan sebagai berikut :
a. Bidang
Aqidah
Aqidah Islam menurut Muhamadiyah dirumuskan sebagai
konsekuensi logis dari gerakannya. Formulasi aqidah yang dirumuskan dengan
merujuk langsung kepada sumber utama ajaran Islam itu disebut ‘aqidah shahihah, yang menolak
segala bentuk campur tangan pemikiran teologis. Karakteristik aqidah
Muhammadiyah itu secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, nash sebagai
dasar rujukan. diyakini sepenuhnya bahwa hanya dengan berpedoman pada kedua
sumber utama itulah ajaran Islam dapat hidup dan berkembang secara dinamis.
Muhammadiyah juga menjadikan hal ini sebagai tema sentral gerakannya,
lebih-lebih dalam masalah ‘aqidah, seperti dinyatakan: “Inilah
pokok-pokok ‘aqidah yang benar itu, yang terdapat dalam Alquran dan dikuatkan
dengan pemberitaan-pemberitaan yang mutawatir.”
Jelaslah bahwa sumber aqidah Muhammadiyah adalah
alquran dan Sunnah yang dikuatkan dengan berita-berita yang mutawatir. Ketentuan ini juga
dijelaskan lagi dalam pokok-pokok Manhaj Tarjih sebagai berikut: “ Di
dalam masalah aqidah hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir, Dalil-dalil
umum Alquran dapat ditakhsis dengan hadits ahad, kecuali dalam bidang aqidah,
dalam memahami nash, makna zhahir didahulukan daripada ta’wil dalam bidang
aqidah dan takwil sahabat dalam hal itu tidak harus diterima.”
Ketentuan-ketentuan tersebut menggambarkan bahwa
secara tegas aqidah Muhammadiyah bersumber dari Alquran dan Sunnah tanpa
interpretasi filosofis seperti yang terdapat dalam aliran-aliran teologi pada
umumna. Sebagai konsekuensi dari penolakannya terhadap pemikiran filosofis ini,
maka dalam menghadapi ayat-ayat yang berkonotasi mengundang perdebatan teologis
dalam pemaknaannya, Muhammadiyah bersikap tawaqquf seperti halnya kaum salaf.
Kedua, keterbatasan
peranan akal dalam soal aqidah Muhammadiyah termasuk kelompok yang memandang
kenisbian akal dalam masalah aqidah. Sehingga formulasi posisi akal sebagai
berikut : “Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak
tercapai pengertian oleh akal dalam hal kepercayaan, sebab akal manusia tidak
mungkin mencapai pengertian tentang Dzat Allah dan hubungan-Nya dengan
sifat-sifat yang ada pada-Nya.
Ketiga, kecondongan
berpandangan ganda terhadap perbuatan manusia. Pertama, segala perbuatan telah
ditentukan oleh Allah dan manusia hanya dapat berikhtiar. Kedua, jika ditinjau
dari sisi manusia perbuatan manusia merupakan hasil usaha sendiri. Sedangkan
bila ditinjau dari sis Tuhan, perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan.
Keempat, percaya
kepada qadha’ dan qadar. Dalam Muhammdiyah qadha’ dan qadar diyakini sebagai salah
satu pokok aqidah yang terakhir dari formulasi rukun imannya, dengan mengikuti
formulasi yang diberikan oleh hadis mengenai pengertian Islam, Iman dan Ihsan.
Kelima, menetapkan
sifat-sifat Allah. Seperti halnya pada aspek-aspek aqidah lainnya, pandangan
Muhammadiyah mengenai sifat-sifat Allah tidak dijelaskan secara mendetail. Keterampilan
yang mendekati kebenaran Muhammadiyah tetap cenderung kepada aqidah salaf.
b. Bidang Hukum
Muhammadiyah melarang anggotanya bersikap taqlid, yaitu sikap mengikuti
pemikiran ulama tanpa mempertimbangkan argumentasi yang logis. Dan sikap keberagaman
yang dibenarkan oleh Muhammadiyah adalah ittiba’,
yaitu mengikuti pemikiran ulama dengan mengetahui dalil dan
argumentasi serta mengikutinya dengan pertimbangan logika. Di samping itu,
Muhammadiyah mengembangkan ijtihad sebagai karakteristik utama organisasi ini.
Adapun pokok-pokok utama pikiran Muhammadiyah dalam bidang hukum yang
dikembangkan oleh Majlis Tarjih antara lain:
1. Ijtihad dan istinbath
atas dasar ‘illah terhadap
hal-hal yang terdapat di dalam nash, dapat dilakukan sepanjang tidak menyangkut
bidang ta’abbdi dan
memang merupakan hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.
2. Tidak mengikatkan diri kepada suatu
madzhab, tetapi pendapat madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menetapkan hukum.
3. Berprinsip terbuka dan toleran dan
tidak beranggapan bahwa hanya Majlis Tarjih yang paling benar. Koreksi dari
siapa pun akan diterima sepanjang diberikan dalil-dalil yang lebih kuat.
Dengan demikian, Majlis Tarjih dimungkinkan mengubah
keputusan yang pernah ditetapkan.
1. Ibadah ada dua macam, yaitu ibadah
khusus, yaitu apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya,
tingkah dan cara-caranya yang tertentu, dan ibadah umum, yaitu segala perbuatan
yang dibolehkan oleh Allah dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya.
2.
Dalam bidang ibadah yang diperoleh ketentuan-ketentuannya dari Alquran dan
Sunnah, pemahamannya dapat menggunakan akal sepanjang diketahui latar belakang
dan tujuannya. Meskipun harus diakui bahwa akal bersifat nisbi, sehingga
prinsip mendahulukan nash daripada akal memiliki kelenturan dalam menghadapi
perubahan.
C. Bidang Akhlak
Mengingat pentingnya akhlaq dalam kaitannya dengan
keimanan seseorang, maka Muhammadiyah sebagai gerakan Islam juga dengan tegas
menempatkan akhlaq sebagai salah satu sendi dasar sikap keberagamaannya.
Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai dan perilaku baik
dan burruk seperti sabar, syukur, tawakal, birrul walidaini, syaja’ah dan
sebagainya (Al-Akhlaqul Mahmudah).
Dan sombong, takabur, dengki, riya’, ‘uququl walidain dan sebagainya (Al-Akhlaqul Madzmuham).
Untuk menghidupkan akhlaq yang islami, maka Muhammadiyah berusaha memperbaiki dasar-dasar
ajaran yang sudah lama menjadi keyakinan umat Islam, yaitu dengan menyampaikan
ajaran yang benar-benar berdasar pada ajaran Alquran dan Sunnah Maqbulah, membersihkan
jiwa dari kesyirikan, sehingga kepatuhan dan ketundukan hanya semata-mata
kepada Allah. Usaha tersebut ditempuh melalui pendidikan, sehingga sifat bodoh
dan inferoritas berangsur-angsur habis kemudian membina ukhuwah antar sesame
muslim yang disemangati oleh Surat Ali Imron ayat 103.
Adapun
sifat-sifat akhlak Islam dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Akhlaq Rabbani : Sumber akhlaq Islam
itu wahyu Allah yang termasuk dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, bertujuan
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlaq Islamlah moral yang tidak
bersifat kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang memiliki nilai-nilai
yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang mampu menghindari nilai moralitas dalam
hidup manusia (Q.S.) Al-An’am / 6 : 153).
2. Akhlak Manusiawi. Akhlaq dalam Islam
sejalan dan memenuhi fitrah manusia. Jiwa manusia yang merindukan kebaikan, dan
akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Akhlaq Islam
benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai
dengan fitrahnya.
3.
Akhlak Universal. Sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan menyangkut
segala aspek kehidupan manusia baik yang berdimensi vertikal, maupun
horizontal. (Q.S. Al-An’nam : 151-152).
4.
Akhlak Keseimbangan. Akhlaq Islam dapat memenuhi kebutuhan sewaktu hidup di
dunia maupun di akhirat, memenuhi tuntutan kebutuhan manusia duniawi maupun
ukhrawi secara seimbang, begitu juga memenuhi kebutuhan pribadi dan kewajiban
terhadap masyarakat, seimbang pula. (H.R. Buhkori).
5.
Akhlaq Realistik. Akhlaq Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia
walaupun manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding
dengan makhluk lain, namun manusia memiliki kelemahan-kelemahan itu yaitu
sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu Allah memberikan
kesempatan untuk bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa. Islam membolehkan
manusia melakukan yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. (Q.S. Al- Baqarah
/ 27 : 173).
D. Bidang Mu’amalah Dunyawiyah
Mua’malah adalah aspek kemasyarakatan yang mengatur
pergaulan hidup manusia diatas bumi ini, baik tentang harta benda,
perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antar negara dan lain
sebagainya.Di dalam prinsip-prinsip Majlis Tarjih disebutkan “Dalam hal-hal
termasuk Al-Umurud Dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi, menggunakan
akal sangat diperlukan, demi untuk tercapainya kemaslahatan umat.”
Adapun prinsip-prinsip mu’amalah dunyawiyah yang
terpenting antara lain:
1. Menganut prinsip mubah.
2. Harus dilakukan dengan saling rela artinya
tidak ada yang dipaksa.
3. Harus saling menguntungkan. Artinya mu’amalah
dilakukan untuk menarik manfaat dan menolak
kemudharatan.
4. Harus sesuai dengan prinsip keadilan.
E. Isme-isme modern
a.
Faham Sekulerisme
Menurut Ensiklopedi Britania misalnya,
menyebutkan bahwa “sekularisme” adalah sebuah gerakan kemasyarakatan yang
bertujuan memalingkan dari kehidupan akhirat dengan semata-mata berorientasi
kepada dunia. Gerakan ini dilancarkan karena pada abad-abad pertengahan, orang
sengat cenderung kepada Allah dan hari akhirat dan menjauhi dunia. Sekularisme
tampil untuk menghadapinya dan untuk mengusung kecendrungan manusia yang pada
abad kebangkitan, orang menampakkan ketergantungan yang besar terhadap
aktualisasi kebudayaan dan kemanusiaan dan kemungkinan terealisasinya ambisi
mereka terhadap dunia.
Sedangkan menurut Kamus Dunia Baru oleh Wipster
merinci makna Sekularisme adalah Semangat Keduniaan atau orientasi “duniawi”
dan sejenisnya. Secara khusus adalah undang-undang dari sekumpulan prinsip dan
praktek (practices) yang menolak setiap bentuk keimanan dan ibadah. Keyakinan
bahwa agama dan urusan-urusan gereja tidak ada hubungannya sama sekali dengan
soal-soal pemerintahan, terutama soal pendidikan umum.
Jadi dari berbagai macam pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa Sekularisme ialah memisahkan agama dari
kehidupan individu atau sosial dalam artian agama tidak boleh ikut berperan
dalam pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum. Dengan kata lain sekularisme
ialah memisahkan Allah Ta’ala dari hukum dan undang-undang mahluk-Nya. Allah
tidak boleh ikut mengatur mereka seakan-akan tuhan mereka adalah diri mereka
sendiri, berbuat sesukanya dan membuat hukum sesuai seleranya.
b.
Faham Pluralisme Agama
Pluralisme
sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, agama,
kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Kemunculan ide pluralisme didasarkan pada
sebuah keinginan untuk melenyapkan ‘klaim keberanan’ yang dianggap menjadi
pemicu munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama, konflik
horisontal, serta penindasan atas nama agama. Menurut kaum pluralis, konflik
dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama
tidak lagi menganggap agamanya yang paling benar.
Di
Barat, pluralisme memiliki akar yang dapat dilacak jauh ke belakang, tapi yang
paling dominan adalah akar nihilisme dan relativisme Barat postmodern. Sejak
awal, postmodernisme ini menjadikan fundamentalisme sebagai musuh utamanya
Pluralisme
agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas,
berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan
dalam cara yang berlain-lainan pula:
·
Sebagai
pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber
satu-satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan dengan demikian di dalam
agama-agama lain pun dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan
nilai-nilai yang benar.
·
Sebagai
penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama memiliki
klaim-klaim kebenaran yang eksklusif sama-sama sahih. Pendapat ini seringkali
menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat dalam agama-agama.
·
Kadang-kadang
juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya untuk
mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik
antar agama-agama atau berbagai denominasi dalam satu agama.
·
Dan
sebagai sinonim untuk toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk
ko-eksistensi harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang
berbeda-beda.
Dalam The Golier Webster Int.
Dictionary Of The English Language diungkap bahwa pluralisme dipahami dalam
dua makna, pertama, adanya pengakuan terhadap kualitas majemuk atau
toleransi terhadap kemajemukan. Artinya, toleransi yang dimaksud adalah di mana
masing-masing agama, ras, suku dan kepercayaan berpegang pada prinsip
masing-masing dan menghormati prinsip dan kepercayaan orang lain. Kedua, pluralisme
berupa doktrin, yakni: a). pengakuan terhadap kemajemukan prinsip tertinggi, b)
dalam masalah kebenaran, tidak ada jalan untuk mengatakan hanya ada satu
kebenaran tunggal tentang suatu masalah, c) berisi ancaman bahwa tidak ada
pendapat yang benar, atau semua pendapat itu sama benarnya, d) teori yang
sejalan dengan relativisme dan sikap curiga terhadap kebenaran (truth),
e) dan terakhir, pandangan bahwa di sana tidak ada pendapat yang benar atau
semua pendapat adalah sama benarnya (no view is true, or that all view are
equally true). (Lihat juga dalam Oxford Advanced Lear ners’
Dictionary of Current English dan Oxford Dictionary of Philosophy).
Dari
sisi definisi saja dapat diketahui bahwa pluralisme itu sendiri sudah
mengandung pandangan relativitas dalam kebenaran, atau setidaknya, curiga
terhadap kebenaran. Pluralisme ini tidak berpegang pada suatu dasar apa pun.
Tidak boleh ada kebenaran tunggal. Bahkan dalam satu pengertian, pluralisme
mengajarkan bahwa sebenarnya kebenaran itu tidak ada.
Pluralisme Menurut Islam
Allah
SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ
وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan
Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling
bertakwa di sisi Allah (QS al-Hujurat [49]: 13).
Ayat
ini menerangkan bahwa Islam mengakui keberadaan dan keragaman suku dan bangsa
serta identitas-identitas agama selain Islam (pluralitas), namun sama sekali
tidak mengakui kebenaran agama-agama tersebut (pluralisme). Allah SWT juga
berfirman:
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ مَا
لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ وَمَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
Mereka
menyembah selain Allah tanpa keterangan yang diturunkan Allah. Mereka tidak
memiliki ilmu dan tidaklah orang-orang zalim itu mempunyai pembela
(QS al-Hajj:67-71).
Ayat
ini menegaskan bahwa agama-agama selain Islam itu sesungguhnya menyembah kepada
selain Allah SWT. Lalu bagaimana bisa dinyatakan, bahwa Islam mengakui ide
pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama-sama benarnya dan
menyembah kepada Tuhan yang sama?
Dalam ayat
yang lain, Allah SWT menegaskan:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ
اْلإِسْلاَمُ
Sesungguhnya
agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam
(QS Ali Imran [3]: 19).
Allah
SWT pun menolak siapa saja yang memeluk agama selain Islam (QS Ali Imran [3]:
85); menolak klaim kebenaran semua agama selain Islam, baik Yahudi dan Nasrani,
ataupun agama-agama lainnya (QS at-Taubah [9]: 30, 31); serta memandang mereka
sebagai orang-orang kafir (QS al-Maidah [5]: 72).
Karena
itu, yang perlu dilakukan umat Islam sesungguhnya bukan menyerukan pluralisme
agama apalagi dialog antaragama untuk mencari titik temu dan kesamaan.
Masalahnya, mana mungkin Islam yang mengajarkan tauhid disamakan dengan Kristen
yang mengakui Yesus sebagai anak Tuhan ataupun disamakan dengan agama Yahudi
yang mengklaim Uzair juga sebagai anak Tuhan?! Apalagi Islam disamaratakan
dengan agama-agama lain? Benar, bahwa eksistensi agama-agama tersebut diakui,
tetapi tidak berarti dianggap benar. Artinya, mereka dibiarkan hidup dan
pemeluknya bebas beribadah, makan, berpakaian, dan menikah dengan tatacara
agama mereka. Tetapi, tidak berarti diakui benar. Karena itu, yang wajib
dilakukan umat Islam tidak lain adalah terus-menerus menyeru para pemeluk agama
lain untuk memeluk Islam dan hidup di bawah naungan Islam. Meski dengan catatan
tetap tidak boleh ada pemaksaan. Lahirnya gagasan mengenai pluralisme (agama)
sesungguhnya didasarkan pada sejumlah faktor. Dua di antaranya adalah:
Pertama,
adanya keyakinan masing-masing pemeluk agama bahwa konsep ketuhanannyalah yang
paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan. Masing-masing
pemeluk agama juga meyakini bahwa merekalah umat pilihan. Menurut kaum
pluralis, keyakinan-keyakinah inilah yang sering memicu terjadinya
kerenggangan, perpecahan bahkan konflik antarpemeluk agama. Karena itu, menurut
mereka, diperlukan gagasan pluralisme sehingga agama tidak lagi berwajah
eksklusif dan berpotensi memicu konflik.
Kedua,
faktor kepentingan ideologis dari Kapitalisme untuk melanggengkan dominasinya
di dunia. Selain isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta
perdamaian dunia, pluralisme agama adalah sebuah gagasan yang terus disuarakan
Kapitalisme global yang digalang Amerika Serikat untuk menghalang kebangkitan
Islam.
Faham
ini sangat berbahaya khususnya bagi umat islam bahaya pertama adalah
penghapusan identitas-identitas agama. Dalam kasus Islam, misalnya, Barat
berupaya mempreteli identitas Islam. Ambil contoh, jihad yang secara syar’i
bermakna perang melawan orang-orang kafir yang menjadi penghalang dakwah
dikebiri sebatas upaya bersungguh-sungguh. Pemakaian hijab (jilbab) oleh
Muslimah dalam kehidupan umum dihalangi demi “menjaga wilayah publik yang
sekular dari campur tangan agama.” Lebih jauh, penegakan syariah Islam dalam
negara pun pada akhirnya terus dicegah karena dianggap bisa mengancam
pluralisme. Ringkasnya, pluralisme agama menegaskan adanya sekularisme
(pemisahan agama dari kehidupan).
Bahaya
lain pluralisme agama adalah munculnya agama-agama baru yang diramu dari
berbagai agama yang ada. Munculnya sejumlah aliran sesat di Tanah Air seperti
Ahmadiyah pimpinan Mirza Ghulam Ahmad, Jamaah Salamullah pimpinan Lia Eden,
al-Qiyadah al-Islamiyah pimpinan Ahmad Mosadeq, dll adalah beberapa contohnya.
Lalu dengan alasan pluralisme pula, pendukung pluralisme agama menolak pelarangan
terhadap berbagai aliran tersebut, meski itu berarti penodaan terhadap Islam.
Sebaik
nya para tokoh nasional hendaknya berhati-hati dalam menggunakan istilah
pluralisme. Apalagi mengajak orang lain untuk menjalankannya. Di atas
segalanya, mereka harus lebih mengedepankan isu ”iman”, bukan lainnya. Dalam
masalah pluralisme ini misalnya, jangan hanya karena "dipaksakan",
lalu istilah itu begitu saja dipakai. Sebab, setiap istilah itu tidaklah
'tergeletak' begitu saja. Ia mengandung nilai-nilai, konsep dan ideologi bangsa
yang melahirkannya. Jika datang dari Barat misalnya, maka ia mewakili
nilai-nilai mereka (Barat). Demikian juga dengan istilah pluralisme.
c. Liberalisme dan
Jaringan Islam Liberal ( JIL)
Liberalisme
adalah suatu paham yang menghendaki adanya kebebasan
individu dalam segala bidang. Menurut paham ini titik pusat dalam hidup
ini adalah individu. Karena ada individu maka masyarakat dapat tersusun
dan karena individu pula negara dapat terbentuk. Oleh karena itu, masyarakat
atau negara harus selalu menghormati dan melindungi kebebasankemerdekaan
individu.Setiap individu harus memiliki kebebasankemerdekaan, seperti dalam bidang politik, ekonomi, dan agama misalnya dalam bidang Agama Liberalisme menganggap masalah agama merupakan masalahpribadi, masalah individu. Tiap-tiap individu harus memiliki kebebasan kemerdekaan beragama dan menolak campur tangan negara/pemerintah. Dengan demikian, dalam bidang agama, golongan liberal menghendaki kebebasan memilih agama yang disukainya dan bebas menjalankan ibadah menurut agama yang dianutnya.
individu dalam segala bidang. Menurut paham ini titik pusat dalam hidup
ini adalah individu. Karena ada individu maka masyarakat dapat tersusun
dan karena individu pula negara dapat terbentuk. Oleh karena itu, masyarakat
atau negara harus selalu menghormati dan melindungi kebebasankemerdekaan
individu.Setiap individu harus memiliki kebebasankemerdekaan, seperti dalam bidang politik, ekonomi, dan agama misalnya dalam bidang Agama Liberalisme menganggap masalah agama merupakan masalahpribadi, masalah individu. Tiap-tiap individu harus memiliki kebebasan kemerdekaan beragama dan menolak campur tangan negara/pemerintah. Dengan demikian, dalam bidang agama, golongan liberal menghendaki kebebasan memilih agama yang disukainya dan bebas menjalankan ibadah menurut agama yang dianutnya.
Secara
umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya
pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.
·
Jaringan Islam Liberal
Islam
Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan
sebagai berikut:
a. Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam.
Islam
Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman
adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala
cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan,
adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan
mengalami pembusukan. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan
dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual),
dan ilahiyyat (teologi).
b. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks.
Ijtihad
yang dikembangkan oleh Islam Liberal adalah upaya menafsirkan Islam berdasarkan
semangat religio-etik Qur’an dan Sunnah Nabi, bukan menafsirkan Islam
semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Penafsiran yang literal
hanya akan melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religio-etik,
Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban
kemanusiaan universal.
c. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka
dan plural.
Islam
Liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam penafsiran keagamaan)
sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi
yang terkumpul oleh konteks tertentu; terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran
mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural, sebab
penafsiran keagamaan, dalam satu dan lain cara, adalah cerminan dari kebutuhan
seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.
d. Meyakini kebebasan beragama.
Islam
Liberal meyakini bahwa urusan beragama dan tidak beragama adalah
hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam Liberal tidak
membenarkan penganiayaan (persekusi) atas dasar suatu pendapat atau
kepercayaan.
F. Aliran-aliran sesat
Supaya lebih faham terhadap kedudukan Muhammadiyah dalam hubungannya dengan berbagai aliran dan faham agama
yang terdapat dalam dunia Islam, maka
kiranya patut dalam bab ini dibicarakan secara singkat tentang berbagai aliran faham agama yang muncul
di tengah-tengah masyarakat
Islam.
Di kalangan umat Islam, ada dua golongan yang timbul
akibat pemahaman yang berbeda
bidang pembahasannya yaitu:
1. Faham yang timbul
dari sumber pemahaman yang berhubungan dengan masalah aqidah.
Perbedaan faham yang ditimbulkan
dari sumber yang berhubungan dengan aqidah Islamiyah
terkenal dengan istilah FIRQOH. Seperti: Syiah, Khawarij, Oodariyah, Jabariyah,
Mu'tazilah, Ahlus-Sunnah wal Jama'ah.
2. Faham yang timbul dari sumber pemahaman yang
berhubungan dengan masalah furu'iyah
atau 'ubudiyah. Perbedaan faham yaiig ditimbulkan dari sumber yang berhubungan dengan masalah fu.ru'iyah terkenal dengan istilah: MADZHAB. Seperti:
Madzhab Hanafi, Madzhab
Hambali, Madzhab Maiiki, Madzhab Syafe'i, Madzhab Dlahiri dan lain sebagainya.
Aliran yang berhubungan dengan masalah aqidah (Firqah)
1. Firqah Syi'ah.
Sesudah Rasulullah wafat, timbul perselisihan pendapat di kalangan masyarakat Islam kota Madinah dan
sekitarnya mengenai: KHILAFAH, yaitu
mengenai kekhalifahan (kepala pemerintahan) yang pernah dipegang Rasulullah.
Sementara kerabat Nabi dalam keadaan berkabung, muncul scorang Yahudi yang secara lahirnya telah mengaku
beragama Islam yaitu Abdullah bin
Saba', dengan segala kelicikan dan kelihaiannya menghembus-hembuskan issue bahwa sesungguhnya hak kekhalifahan berada di tangan Ali bin Abi Tholib, putera paman
Rasulullah sekaligus menantunya. Suara tersebut pertama kali tidak ditanggapi secara serius; akan tetapi karena tidak
henti-hentinya diulang maka lama kelamaan orang-orang awam
menerimanya juga sebagai kebenaran.
Abdullah bin Saba' selalu menampakkan kecintaannya yang teramat mendalam
kepada shahabat Ali bin Thalib, serta mengajarkan berbagai hal yang sangat
berlebih-lebihan tentang diri pribadi shahabat Ali.
Setelah dilihat situasi masyarakat sudah cukup matang, maka
Abdullah bin Saba' mulai melancarkan fitnah ke tengah-tengah masyarakat. Bahwa Abu Bakar, Umar bin Khatab serta Usman bin Affan
telah berbuat dosa besar, karen ketiga tokoh tersebui telah merebut hak orang
Jain, yaitu merebut kekhalifahan milik sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Para pengikut faham dan ajaran Abdullah bin Saba' ini akhirnya mengelompok dalam satu aliran yang terkenal dengan
sebutan kaum Syi'ah.
2. Firqah Khawarij.
Ketika Ali bin Abi Thalib memegang kekhalifahan yang
keempat sebagai pengganti khalifah Usman bin Affan maka beberapa kerabat dekat Usman bin Affan menuduh Ali bin Abi
Thalib, bahwa kematian Usman bin Affan didalangi dan dilaksanakan oleh Ali dan
para pengikutnya, dengan maksud jabatan khalifah segera dapat diambil olehnya.
Oleh karena itu beberapa pengnasa daerah yang dahuiu diangkat oleh khalifah Usman
dan kebetulan masih kera-batnya mengadakan aksi pembangkangan terhadap
pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Di antara mereka adalah Muawiyah Gubernur
Basrah (Siria) dan Amru bin 'Ash Gubernur Mesir, Sudah barang teniu aksi mereka
tidak dibenarkan oleh. Ali. Berlarut-larutnya ketegangan antara penguasa daerah
dengan penguasa pusat menimbulkan peperangan. Di satu pihak khalifah Ali
beserta pengikut-pengikutnya di lain fihak Muawiyah dengan pengikut-pengikutnya
yang dibantu oleh Gubernur Amru bin 'Ash.
Peperangan tersebut pada akhirnya menunjukkan tanda-tanda kemenangan di
fihak Ali. Maka dengan penuh tipu daya Muawiyah mengajukan ajakan perdamaian
yang diterima juga oleh Ali. Terkenallah perdamaian itu dengan nama
"Tahkim". Ternyata keputusan Tahkim memperlihatkan kemenaringan di
fihak Muawiyah, atas jasa Amru bin 'Ash yang ditunjuk selaku wakil Muawiyah.
Kiranya keputusan tersebut membuat sementara golongan ekstrim pendukung Ali
merasa tidak puas dan tidak mau menerimanya, sehingga mereka
memisahkan diri dari kelompok Ali, dan kelak mereka itu dikenal sebagi golongan
Khawarij. Golongan Khawarij ini mempunyai pendirian bahwa golongan Ali serta
pendukungnya yang menyetujui Tahkim, golongan Muawi-yah dan Amru bin 'Ash serta
kawan-kawannya telah keluar dari batas-batas Islam. Dengan Tahkim berarti
mereka telah menyerahkan hukum tidak kepada Allah, sedang mereka berpendirian “tidak ada
hukum kecuali
hukum Allah sendiri".
Karena
kenyataan seperti itu akhirnya mereka merencanakan pembunuhan kepada semua
orang yang terlibat dalam peristiwa Tahkim.
3.
Mu’tazilah
Pada permulaan abad kedua Hijrah timbul perselisihan
pendapat di perguruan Basroh antara Hasan Basri dengan muridnya, Wasil bin 'Atha (80 -131 H) tentang
masalah: "Bagaimanakah hukumnya seseorang muslim yang telah berbuat
dosa besar,
apakah ia tetap mukmin
ataukah ia telah kafir?"
Menurut Wasil bin Atha’ orang
tersebut hukumnya tidak mukmin dan tidak pula kafir, akan tetapi ia fasik yaitu
antara mukmin dan kafir. Baginya bertempat tidak di surga dan tidak pula di
neraka. Pendapat tersebut menyimpang dari hukum yang diyakini sebagian besar
umat Islam, di mana orang yang berbuat demiklan dinyatakan hukumnya tetap Islam. Dan
gara-gara pendapatnya seperti itu mengakibatkan Wasil bin
'Atha diasingkan dari kalangan Basroh. Dari benih yang ditanamkan Wasil ini, maka lahirlah firqoh baru
yang terkenal
dengan sebutan Mu’tazilah. Di
samping itu Mu'tazilah berpendirian
bahwa manusia dengan akalnya, bebas atas
segala perbuatan dan tindakannya; ia dapat me-nentukan tentahg baik dan buruk
sekalipun tanpa tuntunan agama.
Pendapat yang seperti ini akhirnya memberikan ctri yang
khas dari Mu'tazilah di mana mereka sangat menonjolkan peranan akal, dan justru
karena itu mereka terkenal pula dengan julukan: Golongan Rasionalisme dalam Islam.
4.
Firqoh Qodariyah
Sekelompok
umat
Islam berpendapat bahwa qadar atau taqdir itu tidak ada. Manusia diberi
kebebasan untuk menentukan pilihan dan melakukan perbuatannya. Allah telah
menyerahkan sepenuhnya nasib manusia di dalam tangannya sendiri Pendapat
seperti ini sesungguhnya timbul dari itikad yang baik juga, sebab mereka
bermaksud nntuk mensucikan Allah agar jangan sampai ada seseorang yang
beranggapan bahwa perbuatannya yang buruk dan yang jahat itu dinyatakan sebagai
ketentuan Allah, dan baginya tidak ada kemampuan menolaknya. Golongan yaag
sangat mengagungkan kekuasan dan ikhtiar
pada diri
manusia sendiri dikenal
sebagai Firqoh Qadariyah.
5.
Firqoh Jabariyah
Sebaliknya dari
Qadariyah, ada golongan yang berusaha juga mensucikan Allah dengan cara yang
berbeda titik tolaknya. Mereka berpendapat bahwa Allah berkuasa atas
segala-galanya; kehendak dan kekuasan Allah tidak terbatas seperti yang
dikatakan oleh
sementara orang. Oleh karena
itu taqdir Allah sangai menentukan aias diri Manusia
semisal bulu yang diterbangkan
angin, kemana
angin bertiup ke sana pula ia ikut terbang. Golongan ini
di kalangan umat islam dikenal sebagai: Firqoh Jabariyah.
6.
Ahmadiyah:
Sekalipun
Ahmadiyah bukan mata rantai yang bertalian dengan
firqah-firqah di atas, dan
munculnya baru pada abad ke 19 M, namun
karena sering terbaur dengan nama Muhammadiyah hingga
orang awam di luar Muhammadiyah suiit membedakan Muhammadiyah
dengan Ahmadiyah, maka dipandang perlu di
sini dijelaskan secara singkat mengenai Ahmadiyah Apalagi gerakan ini
sebagian mempunyai pengertian tersendiri dalam memahami keyakinan-keyakinan pokok syariat Islam. Sejarah kelahirannya
kira-kira mulai tahun 1888 M didusun Qadian daerah
Punjab India.
Karena pendiri gerakan ini adalah Mirza Ghulam Ahmad maka ada yang
mengatakan gerakan ini
dinisbatkan kepada pendirinya, yakni AHMADIYAH. Sementara
itu ada suatu pendapat bahwa nama yang dipakai bukan dinisbatkan pada
pendirinya, melainkan dinisbatkan pada diri Rasulullah yang
salah satu namanya, adalah Ahmad (surat As-Shaf ayat: 6).
Gerakan
Ahmadiyah sekalipun masih dalam ruang lingkup Islam, akan tetapi karena ajarannya
banyak yang menyimpang dari paham umum di
kalangan umat Islam maka nampaknya agak terasing.
Aliran-aliran
dalam Ahmadiyah:
Setelah
gerakan Ahmadiyah berdiri beberapa waktu lamanya, dan pendiriannya
meninggal dunia, maka timbul pcrselisihan di
antara para murid
dan pendukung-pendukungnya.
Puncak perselisihan mereka
berakhir dengan timbulnya
dua golongan dalam
Ahmadiyah, yaitu:
a. Jama’at Ahmadiyah
Kelompok ini
terkenal dengan sebutan Ahmadiyah Qadian.
Golongan ini berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah AI Masih yang
dijanjikan (mau'ud) yaitu "Masih" kedua yang dijanjikan.
"Masih" kedua ini berkedudukan sebagai nabi. Berarti Mirza Ghulam
Ahmad adalah nabi, sekalipun tidak membawa syari'at baru.
la menggambarkan
dirinya dengan nabi Muhammad saw.
serupa nabi Harun dengan nabi Musa, dan semua orang Islam yaag tidak bai'at
kepadanya adalah kafir. Pengikut aliran ini berpegang teguh atas ucapan Mirza
Ghulam Ahmad sebagai berikut: "Pintu Nubuwwah (Kenabian) masih tetap
terbuka, dan nabi Muhammad bukahlah nabi terakhir". "Aku (Mirza)
bukan nabi baru, ralusan nabi-nabi telah datang se-belumku". Ahmad.
"Aku adalah nabi juga, dan
umati juga". Ahir cath Ahbar'aam. "Aku adalah Al Masih yang dijanjikan dan aku adalah
dia itu, oleh
Rasulullah
dinamakan nabi Allah". Nuzul Al Masih. "Sesuai dengan
perintah Tuhan5 aku adalah nabi, kalau ku ingkari aku berdosa".
Akhircath.
Aliran
Ahmadiyah di atas karena jelas menyimpang dari aqidah Islamiyah yang murni maka
telah disepakati oleh sebagian besar umat Islam sebagai suatu gerakan di luar
Islam, bahkan Ahmadiyah Lahore pun menuduhnya sebagai gerakan yang sesat.
b.
Gerakan
Ahmadiyah:
terkenal
dengah sebutan Ahmadiyah Lahore.
Gerakan ini
muncul dan memisahkan diri dari Ahmadiyah Qadian pada tahun
1914 dan merigambil kota Lahore sebagai pusat kegiatannya, dengan pemimpinnya
Maulana Muhammad Ali dan Kwaja
Kamaluddin.
Menurut aliran ini, Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi tetapi hanya Mujaddid
atau pembaharu atau Muhaddats, yaitu seorang yang diajak berbicara doleh Tuhan. Sebab
dengan pengakuan akan kenabian berarti merendahkan derajat kenabian Muhammad
yang sempurna itu.
Pengikut aliran ini berpegang pada ucapan Mirza Ghulam Ahmad: "saya
menganggap kepada barang siapa yang da'wah kenabian, bahwa orang itu
pendusta yang kafir".
Istihar. "Saya mempunyai iman yang teguh, bahwa nabi kita saw, nabi yang
terakhir dan sesudah beliau tidak akan lahir nabi baru maupun nabi lama …. melainkan
Muhaddats lah yang akan datang itu". Hammamatul Busyra. "Ini adatah
kebohongan sejati yang dikenakan kepada kami, ialah kami mengaku menjadi
nabi". Anjam Atham.
“Tidaklah
ada pengakuan menjadi nabi, tetapi kami ftiengaku menjadi Muhaddats
ini atas perintah Allah". Izalati Auham. "Mereka itu menuduh kami
tidak dengan kenyataan, ialah bahwa kami mengaku menjadi nabi". Kitabul
Bariyyah. Aliran
ini dalam sebagian besar keyakinannya hampir sama dengan aliran Islam lainnya.
Kecuali yang memberikan ciri tertentu dan membuatnya berbeda adalah adanya
keyakinan bahwa pendiri Ahmadiyah adalah seorang Muhaddats, serta da'wahnya
sebagai Muhaddats tersebut atas perintah Tuhan. Apa yang sering terdengar dari
ucapan Mirza
bahwa difinya adalah nabi, maka ucapan tersebut bukannya mengandung
pengertian nabi yang
sesungguhnya melainkan nabi
dalam arti majazi (kiasan).
Ciri-ciri aliran Ahmadiyah.
Di samping sifai-sifat ajaranrtya yang menonjol di antara Jama'at Ahmadiyah dengan Gerakan Ahmadiyah, Ahmadiyah
Qadian dengan Ahmadiyah Lahore mempunyai i'tikad yang berbeda, namun ada titik-titik persamaannya, antara lain:
1. Penolakan terhadap
afaiah jihad, sebagai salah satu prinsip dalam Islam. Hal ini menjadi berlawanan dengan firqah Khawarij yang memasukkan jihad sebagai
rukun iman yang ke enam. Sedang menurut keyakinan umat Islam
pada umumnya masalah jihad adalah diibaratkan semisal "taring". Islam tanpa jihad seperti
harimau tanpa taring.
2. Kedua aliran
Ahmadiyah tersebut juga tidak mau semena-mena atau saling kawin dengan umat Islam lainnya. Tidak bersedia melakukan shalat berjarama'ah bersama dengan umat Islam lainnya, baik
mereka jadi imam ataupun menjadi
makmum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di
atas dapat difahami, bahwa tajdid dalam Muhammadiyah mengalami perubahan yang
sangat berarti. Pada pase pertama tajdid dalam Muhammadiyah baru pada tataran
praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada pemurnian akidah dan ibadah,
sebagai reaksi terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh umat Islam pada saat
itu. Tema sentral tajdid pada pase ini adalah pemurnian. Kemudian pada pase
kedua sudah mulai terlihat pentingnya menyelesaikan masalah yang sama sekali
baru yang dihadapi umat Islam.
Pada pase ini mulai
dibahas bahkan dirumuskan tajdid dalam arti modernisasi dan dinamisasi. Rumusan
dan konsep tajdid diarahkan pada upaya untuk merspon perubahan masyarakat yang
berkaitan dengan al-umur al-dunyawiyyah. Pada pase ini tidak lagi berkutat pada
pemurnian aqidah dan masalah-masalah khilafiyah dalam fikih, tetapi lebih
diarahkan pada ijtihad insya’i. Sedangkan pada pase terakhir, tema tajdid dalam
Muhammadiyah tidak terbatas pada masalah purifikasi dan dinamisasi, tetapi
menuju rekonstruksi dan bahkan dalam batas tertentu melakukan dekonstruksi
terhadap ajaran normatif, menuju ajaran islam yang bersifat historis.
B. Saran
Demikianlah makalah
ini penulis ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kemuhammadiyahan
pada Jurusan Pendidikan Agama Islam semester VII. Apabila dalam penulisan
makalah ini terdapat kekurangan penulis meminta kepada pembaca umumnya dan
khususnya kepada Bapak dosen mata kuliah ini untuk memberikan saran dan
kritik yang membangun untuk makalah ini. Mudah-mudahan Allah Swt senantiasamemberkahi
kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Mahsyar Idris, M,Ag. 2007. Studi
Tentang Muhammadiyah, Parepare : Lembaga Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Parepare.
Adabi Darban, H, Drs, SU, Mustafa Kamal
Pasha, H, Drs, B.Ed,. 2003. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Dalam Perspektif
Historis dan Ideologis. Yogyakarta: LPPI UMY
Nasution, Harun. 2003. Pembaharuan
dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar