TUJUAN
PENDIDIKAN 1
MAKALAH
Disusun sebagai salah satu tugas mata
kuliah Tafsir 2 yang dibimbing oleh:
Bapak Prof.DR.H.A.Thib Raya, MA
Semester VI B.
Disusun oleh:
KELOMPOK III
:
1. NURKHOLIS
2. NIA NURDAENI
3. SITI JUBAEDAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG (
UMT )
Sekretariat : Jl. Perintis
Kemerdekaan I/33 Cikokol - Kota
Tangerang - Banten 15118
2012 M / 1433 H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur penulis panjatkan
ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat-Nya kepada kita
semua selaku para hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju terangnya Iman dan Islam, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Alasan penulis memilih judul: “TUJUAN PENDIDIKAN 1”
adalah agar penulis lebih memahami tentang tafsir ayat-ayat tentang
tentang tujuan pendidikan bagian pertama, dan sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti Ujian Akhir semester VI fakultas Agama Islam pada mata kuliah Tafsir
2.
Dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak. H. Ahmad Badawi, S.Pd, M.M
selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang.
2. Bapak Prof.DR.H.A.Thib Raya, MA
selaku dosen pembimbing mata kuliah Tafsir2.
3. Rekan-rekan seperjuangan dalam
menuntut ilmu di Kampus UMT.
Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan rekan-rekan mahasiswa. Saya
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu segala
kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi kesempurnaan diskusi atau
makalah selanjutnya dimasa yang akan datang.
Tangerang, 31 Maret 2012 M
|
08 Jumadil Awal 1433 H
|
Penulis
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
……………………………………………………………i
DAFTAR ISI
………………………………………………………………..........ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….1
BAB II TUJUAN PENDIDIKAN 1 ………………………………. …………...3
BAB
III PENUTUP
……………………………………………………………..13
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………………………14
|
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Seperti kita ketahui
sendiri, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,
dengan perantara Malaikat Jibril AS secara berangsur-angsur, berfungsi sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelas atas petunjuk tersebut serta sebagai pembeda
antara yang haq dan bathil agar bisa membebaskan manusia dari kesesatan menuju
jalan yang lurus. Atas dasar tersebut, maka kami mencoba membahas Tafsir Surat
Ali Imran ayat 138-139 yang menjelaskan tentang
salah satu fungsi Al-Qur’an dari sekian banyak fungsi lainnya yaitu sebagai
petunjuk dan pembimbing menuju jalan yang benar agar kita menjadi orang-orang
yang bertaqwa.
Dan juga Tafsir surat Al
Fath ayat 29 yang menjelaskan tentang pribadi Rasulullah Saw dan para
sahabat beliau. Beliau adalah seorang manusia biasa, hanya saja beliau di beri
wahyu oleh Allah Swt dan menjadi utusan-Nya. Beliau adalah Nabi penutup dan
sekaligus Rasul yang terakhir. Beliau diangkat menjadi utusan Allah itu tidak
untuk dipuji oleh sekalian umatnya, tidak untuk disanjung dan dijunjung tinggi
sampai setinggi langit, serta tidak untuk di dewa-dewakan, atau senantiasa
diperingati hari lahirnya oleh segenap pengikutnya, tetapi untuk diikuti
kepeminpinannya dalam urusan beriman kepada Allah, untuk dituruti tuntunannya
dalam hal cara beribadah kepada-Nya, serta untuk dicontoh akhlak dan budi
pekertinya dalam cara bergaul dan bermasyarakat dengan manusia.
B . Rumusan Masalah
Berangkat
dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat penulis
rumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apa penafsiran Q.S. Ali Imran ayat 138-139 itu?
2. Apa penafsiran Q.S Al
Fath ayat 29 itu?
C . Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui penafsiran Q.S. Ali Imran ayat 138-139.
2.
Untuk mengetahui penafsiran Q.S. Al fath
ayat 29.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi 3 (tiga) bab,
yaitu :
BAB
I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB
II TUJUAN
PENDIDIKAN 1
Tujuan pendidikan 1 berisi uraian tentang penafsiran Q.S. Ali
Imran:138-139, dan penafsiran Q.S. Al Fath:29
BAB
III PENUTUP
Penutup
berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR
PUSTAKA
BAB II
TUJUAN
PENDIDIKAN 1
A. PENAFSIRAN Q.S. ALI IMRAN: 138-139
1. Teks Surat Ali
Imran Ayat 138-139
#x»yd
×b$ut/
Ĩ$¨Y=Ïj9
Yèdur
×psàÏãöqtBur
úüÉ)GßJù=Ïj9
ÇÊÌÑÈ wur
(#qãZÎgs?
wur
(#qçRtøtrB
ãNçFRr&ur
tböqn=ôãF{$#
bÎ)
OçGYä.
tûüÏZÏB÷sB
ÇÊÌÒÈ
2. Terjemah Surat Ali Imran Ayat 138-139
“(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan
pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa (138). Dan Janganlah kamu merasa
lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati. Padahal kamu adalah orang yang
paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar) beriman (139).
3. Mufrodat (Kosakata)
(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia
|
#x»yd
×b$ut/
Ĩ$¨Y=Ïj9
|
dan petunjuk
|
Yèdur
|
dan pengajaran
|
×psàÏãöqtBur
|
bagi orang-orang yang bertakwa
|
úüÉ)GßJù=Ïj9
|
dan janganlah kamu merasa lemah
|
wur
(#qãZÎgs?
|
dan janganlah pula kamu bersedih hati
|
wur
(#qçRtøtrB
|
padahal kamu adalah orang yang paling tinggi
(derajatnya)
|
ãNçFRr&ur tböqn=ôãF{$#
|
jika kamu (benar-benar) beriman
|
bÎ)
OçGYä.
tûüÏZÏB÷sB
|
4. Tafsir Surat Ali Imran Ayat 138-139
(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk
dan pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa (138).
Al-Qur’an ini adalah
penerang bagi manusia secara keseluruhan. Ini adalah kutipan peristiwa
kemanusiaan telah jauh berlalu, yang manusia sekarang tidak dapat mengetahuinya
jika tidak akan penerangan (penjelasan) yang
menunjukannya. Akan tetapi, hanya segolongan manusia tertentu saja yang
mendapatkan petunjuk di dalamnya, mendapatkan pelajarn dari padanya,
mendapatkan manfaat dan menggapai petunjuknya. Mereka itu adalah golongan “muttaqin”
yaitu orang-orang yang bertaqwa.
Hal ini sesuai pandangan firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 2
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
“Kitab (AL-Qur’an) ini tidak ada kerguan padanya, petunjuk bagi
orang-orang yang bertaqwa”
Selain itu Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ مَالِك
أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا
تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّه
“Dari Imam Malik, beliau menyampaikan sesungguhnya Rasullah SAW
Bersabda: “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kamu takkan pernah
tersesat selama kalian berpegang teguh pada keduanya yaitu Kitabullah
(Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi.”
Surat Ali Imran ayat 138
juga memerintahkan untuk mempelajari sunnatullah atau yang biasa disebut oleh
seorang ilmuwan yang bernama Alexis Carrel sebagai hukum-kukum
kemasyarakatan/alam/materi. Hukum-hukum Alam yaitu hukum-hukum yang bersifat umum dan pasti, tidak ada satu
pun, di negeri manapun yang dapat terbebaskan dari sanksi bila melanggarnya.
Manusia yang tidak bisa membedakan antara yang halal dan haram, yang baik dan
buruk, mereka akan terbentur oleh malapetaka, bencana dan kematian. Ini
semata-mata adalah sanksi otomatis, karena kepunahan adalah akhir dari mereka yang
melanggar hukum-hukum alam. Tiadk heran hal ini diungkap Al-Qur’an, karena
Al-Qur’an mengatur kehidupan masyarakat dan berfungsi mengubah masyarakat dan
anggota-anggotanya dari kegelapan menuju cahaya, dari kehidupan negatif menjadi
positif.
Pernyataan Allah: (Al-Qur’an) Ini adalah penjelasan bagi
manusia juga mengandung makna bahwa
Allah tidak akan langsung menjatuhkan sanksi sebelum manusia mengetahui sanksi
itu. Karena terlebih dahulu Allah akan memberikan petunjuk jalan dan peringatan
(Hidayah-Nya). Dan Janganlah kamu
merasa lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati. Padahal kamu adalah orang
yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar) beriman (139.
Uraian yang
diantar oleh ayat sebelumnya yang menguraikan tentang adanya Sunnatullah atau
hukum alam yang berlaku kepada manusia. Kalau pada perang uhud Kaum Muslimin
tidak meraih kemenangan, bahkan menderita luka dan banyak yang mati syahid,
walaupun dalam perang Badar mereka meraih kemenangan dan berhasil menawan dan
membunuh sekian banyak lawan mereka, karena itu adalah bagian dari Sunnatullah.
Namun demikian, mereka tidak perlu berputus asa. Karena itu, Janganlah kamu
merasa lemah, menghadapi musuhmu dan musuh Allah, kuatkan jasmaninya dan
janganlah kamu bersedih hati akibat apa yang kamu alami perang Uhud, atau
peristiwa lain yang serupa, tapi kuatkan mentalmu untuk berusaha yang lebih
baik. Padahal kamu adalah orang yang paling tinggi (derajatnya) di sisi
Allah baik di dunia maupun akhirat, di dunia karena kamu memperjuangakan
kebenaran dan di akhirat karena kamu akan mendapatkan surga. Jadi mengapa kamu
bersedih hati sedangkan yang gugur diantara kamu akan menuju surga dan yang
luka akan mendapat luka akan mendapat ampunan dari Allah SWT. Ini jika kamu
(benar-benar) beriman, yakni jika keimanannya benar-benar mantap dalam
hatinya. Maka dari itu, kamu tidaklah
perlu bersikap lemah dan bersedih hati atas apa yang menimpamu dan luput darimu
karena kamu adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya. Aqidahmu lebih
tinggi karena kamu hanya menyembah kepada Allah saja. Sedangkan mereka
menyembah kepada selain Allah. Maka jika kamu benar-benar beriman maka kamu
akan ditinggikan derajatnya dan tidak akan mersa sedih karena semua itu adalah
sunnatullah yang bisa ditimpakan pada siapa saja yang Allah kehendaki. Akan
tetapi, hanya kamulah yang akan mendapat akibat (balasan kebaikan) setalah
berijtihad dan berusaha keras dalam menempuh ujian.
Diriwayatkan oleh
Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ
الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ
وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ
أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ
فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَان
“Orang mu’min yang kuat
(hatinya) lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mu’min yang
lemah dan didalam keduanya terdapat kebaikan (karena sama-sama beriman), dan
bersemangatlah atas apa-apa yang akan bermanfaat bagimu dan mintalah
pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu berputus asa dan jika kamu sedang
mendapat cobaan maka janganlah kamu
mengatakan : “seandainya aku berbuat seperti ini dan seperti itu” akan tetapi
katakanlah “ini semua adalah kuasa Allah dan merupakan kehendak-Nya” karena
sesungguhnya mengandai-andai akan membuka (pintu) godaan dari perbuatan syetan”.
Kandungan Hukum dan Aspek Tarbawi:
(Al-Qur’an)
ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang
yang bertakwa (138).
Mempelajari sejarah umat-umat terdahulu dan melihat berkasnya
dengan melawat mengembara dengan sendirinya akan memperoleh penjelasan,
petunjuk dan pengajaran. Ilmu kita akan bertambah-tambah tentang perjuangan
hidup manusia didalam alam ini. Dalam ayat ini kita berjumpa dengan anjuran
mengetahui mengetahui beberapa ilmu penting. Pertama, sejarah; kedua, ilmu
bekas peninggalan sejarah; ketiga ilmu siasat perang; keempat, ilmu siasat
mengendalikan Negara. Di dalam sejarah misalnya banyak kita temui hal-hal
penting. Meskipun tidak seluruhnya ditulis di Al-Qur’an hanya berkenaan dengan
perjuangan Rasul-rasul., misalnya perjuangan Nabi Musa AS menentang kezhaliman
raja Fir’aun, atau Nabi Ibrahim AS menghadapi kamunya dan Raja Namrud, namun
yang tidak tertuils dalm Al-Qur’an dapat kita cari dari bahan lain. Misalnya
penyerbuan tentara Iskandar Macedonia dari Barat ke Timur. Mengapa Iskandar
yang tentaranya tidak mencukupi 100.000 orang bisa mengalahkan tentara Darius,
Raja Persia, yang jumlahnya hampir setengah juta? sebab tentara Iskandar
ringan, sigap, lincah. Sedangkan tentara Darius telah berat oleh pakaian dan
perhiasan. Darius hanya menggantungkan kekuatan hanya kepada banyaknya jumlah
tentara, padahal Iskandar mempunyai disiplin yang teguh dan tentara yang
cekatan. Al-Qur’an telah memberikan petunjuk kepada kita tentang
masalah-masalah strategi pertempuran menghadapi musuh, sampai bagaimana kita
mempersiapkan diri. Dalam hal ini, kita dianjurkan mengetahui hakikat persiapan
supaya kita melangkah dengan kewaspadaan dalam membela kebenaran. Dan
Janganlah kamu merasa lemah dan bersedih hati. Padahal kamu adalah orang yang
paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar) beriman (139).
Sesungguhnya
Allah melarang merasa susah terhadap apa yang telah lewat, karena hal tersebut
akan mengakibatkan seseorang kehilangan semangatnya. Sebaliknya Allah tidak
melarang hubungan seseorang dengan apa yang dicintainya, yaitu harta, kekayaan,
atau teman yang dapat memulihkan kekuatannya, serta dapat mengisi hatinya dengan
kegembiraan. Untuk itu kalian adalah orang-orang yang lebih utama memiliki
keteguhan tekad lantaran pengetahuan kalian tentang balasan yang baik dan
berpegang pada kebenaran.
Sekali waktu
kemenangan berada pada pihak yang bathil, begitu pula sebaliknya karena semua
itu adalah Sunatullah. Sesungguhnya hari kemenangan hanyalah bagi orang yang
mengetahui dan mau memelihara sebab-sebab keberhasilan dengan sebaik-baiknya
seperti kesepatan, tidak pernah berselisih, teguh, selalu berfikir, kuat
tekadnya, dan mengambil persiapan serta menyusun segala kekuatan yang ada untuk
menghadapinya.
B. PENAFSIRAN Q.S. AL FATH :
29
1. Teks Surat Al Fath ayat 29
Ó£JptC ãAqߧ «!$# 4 tûïÏ%©!$#ur ÿ¼çmyètB âä!#£Ï©r& n?tã Í$¤ÿä3ø9$# âä!$uHxqâ öNæhuZ÷t/ ( öNßg1ts? $Yè©.â #Y£Úß tbqäótGö6t WxôÒsù z`ÏiB «!$# $ZRºuqôÊÍur ( öNèd$yJÅ Îû OÎgÏdqã_ãr ô`ÏiB ÌrOr& Ïqàf¡9$# 4 y7Ï9ºs öNßgè=sVtB Îû Ïp1uöqG9$# 4 ö/àSè=sVtBur Îû È@ÅgUM}$# ?íötx. ylt÷zr& ¼çmt«ôÜx© ¼çnuy$t«sù xán=øótGó$$sù 3uqtFó$$sù 4n?tã ¾ÏmÏ%qß Ü=Éf÷èã tí#§9$# xáÉóuÏ9 ãNÍkÍ5 u$¤ÿä3ø9$# 3 ytãur ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# Nåk÷]ÏB ZotÏÿøó¨B #·ô_r&ur $JJÏàtã ÇËÒÈ
2. Terjemah
Surat Al Fath ayat 29
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka:
kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam lnjil, yaitu
seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu
kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada
orang-orang yang beriman dan menegakan amal yang saleh di antara mereka ampunan
dan pahala yang besar”.
3. Mufrodat (Kosakata)
Muhammad itu adalah utusan Allah
|
Ó£JptC ãAqߧ «!$#
|
dan orang-orang yang bersama dia
|
tûïÏ%©!$#ur ÿ¼çmyètB
|
keras terhadap orang-orang kafir
|
âä!#£Ï©r& n?tã Í$¤ÿä3ø9$#
|
berkasih sayang sesama mereka
|
âä!$uHxqâ öNæhuZ÷t/
|
kamu
lihat mereka ruku'
|
öNßg1ts? $Yè©.â #Y£Úß
|
mencari
keridhaan Allah dan Karunia-Nya
|
tbqäótGö6t WxôÒsù z`ÏiB «!$# $ZRºuqôÊÍur
|
Tanda-tanda
meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud
|
öNèd$yJÅ Îû OÎgÏdqã_ãr ô`ÏiB ÌrOr& Ïqàf¡9$#
|
Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat
|
y7Ï9ºs öNßgè=sVtB Îû Ïp1uöqG9$#
|
Yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya
|
?íötx. ylt÷zr& ¼çmt«ôÜx©
|
maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia
|
¼çnuy$t«sù xán=øótGó$$sù
|
Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya
|
Ü=Éf÷èã tí#§9$#
|
Dan tegak lurus di atas pokoknya
|
xán=øótGó$$sù
3uqtFó$$sù
|
Karena Allh hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan orang-orang mu’min
|
xáÉóuÏ9 ãNÍkÍ5
u$¤ÿä3ø9$#
|
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
menegakan amal yang saleh
|
ytãur ª!$# tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
|
Di antara mereka ampunan dan pahala yang besar
|
Nåk÷]ÏB ZotÏÿøó¨B #·ô_r&ur $JJÏàtã
|
4. Tafsir Surat Al Fath ayat 29
Menurut al-Hâkim dan lain-lain dari al-Miswar bin Makhramah
dan Marwân bin al-Hakam, surat al-Fath ini mulai dari awal hingga akhir
diturunkan antara Makkah dan Madinah dalam konteks perjanjian damai
Hudaibiyyah. Perjanjian ini kelak mengantarkan penaklukan kota Makkah dan
tampilnya negara Islam sebagai adidaya baru di Jazirah Arab.
Agar dapat dipahami konteksnya, ayat ini harus dihubungkan dengan
ayat sebelumnya, yang dalam istilah ‘Ulûm al-Qur’ân disebut Munâsabât
bayn al-âyah, yaitu ayat:
( هُوَ الَّذِيْ أَرْسَلَ
رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ
وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا )
Dialah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa
kebenaran dan agama yang haq untuk memenangkannya atas agama-agama yang ada
seluruhnya. Cukuplah Allah sebagai saksinya. (QS
al-Fath : 28).
Dari sinilah frasa Muhammad[un] Rasûlullâh (Muhammad
Rasulullah) dapat dipahami kedudukannya sebagai kalimat penjelas (jumlah
mubayyinah) terhadap Rasul yang diutus oleh Allah dengan membawa hidayah
dan agama yang haqq. Mengenai kata Muhammad[un] dalam
ayat di atas, sebagian ulama tafsir mempunyai dua pandangan. Ada yang
menyatakannya sebagai subyek (mubtada’), dengan kata Rasûlullâh
merupakan predikat (khabar), ada juga yang menyatakan, bahwa kata Muhammad[un]
adalah subyek (mubtada’), Rasûlullâh adalah sifat subyek,
sedangkan predikatnya adalah asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr. Jika kita memilih
pendapat yang pertama, konotasinya: Muhammad adalah utusan Allah.
Sebaliknya, jika pendapat kedua yang dipilih, konotasinya: Muhammad,
Rasulullah.
Sementara itu, frasa walladzîna ma‘ah[u] (dan orang-orang
yang bersamanya), dengan diawali huruf waw di depannya, ada yang
menyatakan sebagai subyek kedua setelah subyek pertama, yaitu: Muhammad[un];
kemudian frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr—menurut pendapat
ini—kedudukannya sebagai predikat kedua setelah predikat pertama, yakni kata Rasûlullâh.
Namun, ada juga yang menyatakan, bahwa frasa walladzîna ma’ah[u] adalah ma‘thûf
‘alayh (frasa yang dihubungkan) dengan Muhammad[un] sehingga
subyek dan predikatnya hanya satu, masing-masing adalah Muhammad[un]
dan asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr. Jika dipilih alternatif pertama,
konotasinya: Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya
(sahabat) adalah orang-orang yang sangat keras terhadap orang kafir dan sangat
mencintai sesama mereka. Jika pilihan kedua yang diambil, konotasinya: Muhammad,
utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya (sahabat) adalah orang-orang yang
sangat keras terhadap orang kafir dan sangat mencintai sesama mereka.
Inilah hasil pembacaan terhadap struktur lafal yang berbeda dan
implikasinya terhadap makna yang terdapat dalam ayat tersebut. Hanya saja,
perbedaan tersebut tidak membawa implikasi yang serius terhadap makna ayat di
atas secara keseluruhan. Di sisi lain, as-Suyûthi, menjelaskan bahwa
dinyatakannya: asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras terhadap orang-orang
Kafir) dan ruhamâ’ baynahum (mencintai sesama mereka),
menunjukkan keunikan sifat Rasulullah dan para sahabat, yang memadukan
ketegasan dan kekerasan (terhadap orang kafir) dengan kasih-sayang (terhadap sesama
Muslim). Seandainya hanya dinyatakan asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras
terhadap orang-orang kafir), tentu akan menimbulkan persepsi, seakan-akan
mereka adalah orang-orang yang kasar. Karena itu, dengan dinyatakan, ruhamâ’
baynahum (mencintai sesama mereka), kesan tersebut hilang. Struktur seperti
ini, persis seperti yang digunakan oleh Allah dalam ayat lain:
( أَذِلَّةٌ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ
أَعِزَّةٌ عَلَى الْكَافِرِيْنَ )
Yang bersikap lemah-lembut kepada orang Mukmin dan yang bersikap
keras terhadap orang-orang kafir. (QS al-Maidah: 54).
Lalu apa maksud dari frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (sangat
keras terhadap orang-orang Kafir) dan ruhamâ’ baynahum (sangat
mencintai sesama mereka) dalam ayat tersebut? Apakah ini hanya sifat Rasul dan
para sahabatnya yang ikut dalam Perjanjian Hudaibiyah saja atau bersifat umum
meliputi karakter seluruh para sahabat?
Kata asyiddâ’ adalah bentuk plural non-jender (jamak taktsîr)
dari kata syadîd (orang
yang keras). Kata ruhamâ’ juga merupakan jamak taktsîr
dari kata rahîm (orang yang mengasihi). Kebanyakan ahli tafsir,
seperti al-Qurthubi dan as-Syaukani, menjelaskan konotasi dari frasa asyiddâ’
‘alâ al-kuffâr tersebut dengan menggunakan penafsiran Ibn ‘Abbâs, pakar
tafsir, murid Rasulullah saw., yang menyatakan: ghilâdh[un] ‘alayhim ka
al-asad[i] ‘alâ farîsatih[i] (keras terhadap mereka, bak singa terhadap
mangsa buruannya). Secara umum, as-Suyuthi, menjelaskan maksud frasa tersebut dan
frasa berikutnya, bahwa mereka keras dan tegas terhadap siapa saja yang
menyimpang dari agamanya, dan saling kasih-mengasihi di antara sesama mereka
(Muslim). Inilah maksud dari frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr ruhamâ’
baynahum. Sebagian ahli tafsir, menyebutkan bahwa sifat tersebut merupakan
sifat sahabat yang terlibat dalam kasus Hudaibiyah. Namun, pandangan ini
dibantah oleh as-Syaukani, berdasarkan kaidah:
اَلْعُمُوْمُ يَبْقَى بِعُمُوْمِهِ مَالَمْ
يَرِدْ دَلِيْلُ التَّخْصِيْصِ
Keumuman itu tetap berlaku sesuai dengan keumumannya selama tidak
ada dalil pengkhusus yang dinyatakan (untuk mengkhususkannya).
Dari sini, beliau berpendapat, bahwa yang lebih tepat adalah
menginterpretasikan makna umum sesuai dengan keumumannya. Dengan demikian, sifat tersebut
merupakan sifat seluruh sahabat Rasulullah Saw.
Mereka juga ruku’ dan sujud dengan tulus
ikhlas karena Allah, senantiasa mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya yang
agung.. demikian itulah sifat-sifat yang agung dan luhur serta tinggi. Demikian
itulah keadaan orang mukmin pengikut Nabi Muhammad SAW. Allah menjanjikan untuk
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh di antara mereka
yang bersama Nabi serta siapapun yang mengikuti cara hidup mereka dapat
mencapai kesempurnaan atau luput dari kesalahan atau dosa. Kalimat asyidda’u
‘ala al-kuffar sering kali dijadikan oleh sementara orang sebagai bukti
keharusan bersikap keras terhadap non muslim. Kalaupun dipahami sebagai sikap
keras, maka itu dalam konteks peperangan dan penegakan sanksi hukum yang
dibenarkan agama. Ini serupa dengan firman-Nya.
“… dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada
Allah, dan hari akherat …” (QS. 24:2). Dari hal diatas dapat kita ketahui makna
yang terkandung dari ayat diatas sebagai berikut:
1. Mewujudkan rasa hormat dan rasa kasih sayang sesama manusia.
2. Mewujudkan seorang hamba yang ahli sujud dan taubat.
Kandungan Hukum dan Aspek Tarbawi:
Di dalam Tafsir Ibnu Kasir di
terangkan tentang ayat tersebut bahwa :
Allah Swt mengabarkan tentang Nabi
Muhammad saw, bahwasanya beliau adalah utusa-Nya yang hak tanpa ada keraguan, Allah
Swt berfirman ( مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّه ) kalimat ini merupakan
susunan mubtada’ dan khobar, semua sifat Rasulullah Saw sangat bagus, kemudian
Allah Swt memuji para sahabatnya dengan firman-Nya yang berbunyi :
( وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى
الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ )
pujian ini sama seperti
firman Allah Swt dalam surat Al- maidah ayat 54 yang berbunyi :
( فَسَوْفَ يَأْتِي
اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ )
inilah sifat seorang mu’min yang
mempunyai sifat keras dan bengis terhadap orang kafir, pengasih dan berbuat
kebaikan kepada orang yang suka berbuat baik, dan menunjukan wajah yang marah
dan cemberut terhadap orang kafir, dan murah senyum dan wajah yang ramah
terhadap orang muslim itu sendiri, seperti diterangkan dalam firman Alloh :
( يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا
فِيكُمْ غِلْظَةً )
Dan Rasulullah Saw bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ
فِيْ تَوَادِهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ
Budi Luhur Rasulullah Saw Terhadap
Orang Muslim;
a. Beliau adalah seorang yang
peramah, sopan santun dan tenang;
Beliau
adalah seorang yang pengasih, penyayang kepada sesama, murah hati dan suka
memberikan pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan, akibat
kemurahan hari beliau, kerap kali beliau menanggung kesusahan orang yang sedang
menderita susah dan mengalahkan kepentingan diri sendiri asalkan kesusahan
orang lain dalam kebenaran. Beliau adalah orang yang sabar, tahan uji dan
berani menderita, beliau adalah orang yang tabah hati, tahan marah, dan tahan
dendam jika kebetulan marah, tidak ada tanda-tandanya, melainkan kerut urat
yang berdiri diantara bulu-bulu keningnya, memang beliau adalah seorang yang
lapang dada, dapat mengendalikan dan menahan kemarahan hatinya.
b. Beliau adalah orang yang terkenal
jujur, bisa di percaya;
Beliau
jujur dalam perkatan dan jujur dalam perbuatan serta sangat jauh dari sifat
pendusta atau pembohong karenanya sejak muda sudah terkenal dengan nama al amin
( yang dipercaya ).
c. Beliau suka menghormati yang lebih
tua dan mengasihi yang lebih muda dan beliau orang yang berterima kasih, suka
membalas jasa dan tahu membalas jasa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulannya, bahwa didalam Surat Ali Imran ayat 138-139
mengandung perintah untuk melakukan persiapan, menyediakan segala sesuatunya
termasuk dengan tekad dan semangat yang benar, di samping keteguhan hati dan
tawakkal kepada Allah. Supaya kita bisa meraih keberhasilan dan mendapatkan apa
yang kita inginkan, seta dapat mengembalikan kerugian atau kegagalan-kegagalan
yang telah diderita.
Pada Surat Al Fath ayat 29 ini mengandung perintah untuk mewujudkan rasa hormat dan rasa kasih
sayang sesama manusia, menunjukkan bahwa seorang hamba haruslah selalu sujud
dan taubat kepada Allah Swt, serta mengingatkan kepada manusia untuk selalu
menyenangkan orang lain.
B. Saran
Demikianlah makalah ini penulis ajukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir 2 pada Jurusan Pendidikan Agama Islam semester VI.
Apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat kekurangan penulis meminta kepada pembaca umumnya dan khususnya kepada
bapak dosen mata kuliah Tafsir 2 ini untuk memberikan saran dan kritik yang
membangun untuk makalah ini. Mudah-mudahan Allah Swt senantiasa memberkahi kita
semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama. Al-Qur'an dan Terjemahannya. 1989.
Semarang: Toha Putera.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghi. 1993.
Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Al-Syeikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. Lubaabut
Tafsir Min Ibni Katsiir. 2003. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zilalil-Qur’an. 2004. Jakarta:
Gema Insani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar