HAKEKAT PENDIDIKAN
Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti Ujian Akhir Semester Genap pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
Dosen Pemimbing: Baihaqi, MA.
Disusun oleh:
KELOMPOK V:
1. NITA KAMALASARI
2. NURKHOLIS
3. RAHMAWATI
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEMESTER IV B
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG (UMT)
Sekretariat : Jl. Perintis Kemerdekaan I / 33 Cikokol - Kota Tangerang Banten 15118
TANGERANG
2011 M / 1432 H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat-Nya kepada kita semua selaku para hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju terangnya Iman dan Islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Alasan penulis memilih judul: “HAKEKAT PENDIDIKAN ” adalah agar penulis lebih memahami tentang hakekat pendidikan dan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir semester IV B fakultas Agama Islam pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
Dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
Bapak. H. Ahmad Badawi S.Pd, M.M selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang.
Bapak Baihaqi, MA selaku dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
Rekan-rekan seperjuangan dalam menuntut ilmu di Kampus Universitas Muhammadiyah.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan rekan-rekan mahasiswa. Saya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi kesempurnaan diskusi atau pun ilmu pengetahuan saya selanjutnya dimasa yang akan datang.
Tangerang, 20 Mei 2011 M
16 Jumadil Akhir 1432 H
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah Subhanaha watta’alla dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki mahluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirnya diperlukan suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran. Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
B . Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apa itu arti pendidkan?
2. Apa itu manfaat pendidikan?
3. Apa itu batas-batas pendidikan?
4. Apa itu pandangan-pandangan ilmiah tentang manusia dan implikasinya terhadap pendidikan?
C . Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tentang arti pendidikan itu.
2. Untuk mengetahui tentang manfaat pendidikan itu.
3. Untuk mengetahui batas-batas pendidikan itu.
4. Untuk mengetahui pandangan-pandangan ilmiah tentang manusia dan implikasinya terhadap pendidikan
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi 3 bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II HAKEKAT PENDIDIKAN
Hakekat Pendidikan berisi uraian tentang arti pendidikan, manfaat pendidikan, dan batas-batas pendidikan.
BAB III PENUTUP
Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka berisi referensi penulis dalam menyusun makalah.
BAB II
HAKEKAT PENDIDIKAN
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan atau tarbiyah berasal dari kata “rabaa-yarbuu-riban wa rabwah” yang berarti “berkembang, tumbuh, dan subur”. Dalam Al Qur”an, kata “rabwah” berarti bukit-bukit yang tanahnya subur untuk tanam-tanaman. (QS: Al Baqarah:265). Sedangkan kata “riba” mengandung makna yang sama. (QS: Ar Ruum:39). Dengan pengertian ini jelas bahwa mendidik atau “rabba” bukan berarti “mengganti” (tabdiil) dan bukan pula berarti “merubah” (taghyiir). Melainkan menumbuhkan, mengembangkan dan menyuburkan, atau lebih tepat “mengkondisikan” sifat-sifat dasar (fithrah) seorang anak yang ada sejak awal penciptaannya agar dapat tumbuh subur dan berkembang dengan baik.
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti pengolahan, mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan menurut beberapa pendapat mengartikan pendidikan sebagai berikut:
George F Kneller, dalam bukunya: Foundations of Education mengatakan bahwa pendidikan dalam arti luas adalah suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan & perkembangan pikiran, watak atau kemampuan fisik individu. Arti hasil adalah apa yang kita peroleh melalui belajar; pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan. John Dewey, dalam bukunya; Democracy & Educatio mengatakann Pendidikan adalah rekontruksi atau reorganisasi pengalaman yang menambah makna pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya.
Pendidikan dalam arti luas sebenarnya telah ada semenjak kehidupan manusia itu ada di muka bumi. Perkembangannya juga sejalan dengan kemajuan dan pemikiran manusia. Pendapat Suroso Prawiroharjo dalam buku (Raka Joni, dkk 1984:5) salah satu konsep tentang pendidikan yang banyak diajarkan di lembaga pendidikan guru adalah yang menggambarkan sebagai bantuan pendidik untuk membuat peserta didik dewasa, artinya kegiatan pendidik berhenti, tidak diperlukan lagi apabila kedewasaan yang dimaksud yaitu kemampuan untuk menetapkan pilihan atau keputusan serta mempertanggung jawabkan perbuatan dan perilaku secara mandiri telah tercapai. Konsep ini sama dengan pendidikan adalah persekolahan/ pendidikan formal. Pendidikan merupakan suatu fungsi internal dalam proses kebudayaan itu, melalui mana manusia dibentuk dan membentuk dirinya sendiri. Pendidikan merupakan proses kebudayaan. (Pranarka, 1989:359). Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi kemampuan, kepribadian dan kehidupan individu dalam pertemuan dan pergaulannya dengan sesama dan dunia, serta dalam hubungannya dengan Tuhan.
B. Manfaat Pendidikan
Manfaat Pendidikan diantaranya adalah untuk membentuk pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, membentuk tenaga pembangunan yang ahli dan trampil, melestarikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan Negara, mengembangkan nilai-nilai baru, dan sebagai jembatan masa lampau, masa kini dan masa depan
Pembahasan tentang pengawasan pendidikan harus diawali dengan dua pengamatan dasar, pertama bahwa orang-orang dengan pendidikan yang lebih tinggi berbeda dengan orang yang kurang berpendidikan. Pengamatan kedua adalah perubahan individu yang terjadi setelah mereka mendapatkan yang lebih tinggi.
• Dimensi Manfaat Pendidikan
Orang yang akan mendapat beberapa keuntungan atau manfaat pendidikan yang pertama dan yang paling nyata adalah siswa. Setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga setiap karakteristik tersebut harus dapat dipahami agar mereka dapat mencapai manfaat dalam pendidikan. Sebagai tambahan pengaruh orang lain dalam masyarakat dapat mempengaruhi pendidikan siswa, baik secara langsung maupun tidak langsung (keluarga dan teman-teman atau guru). Manfaat yang akan diperoleh siswa mudah sekali untuk dijelaskan, siswa yang belajar membaca disekolah lebih baik dari pada mereka yang tidak dapat membaca. Dalam ekonomi hal ini disebut “manfaat pribadi”. Para ekonom membedakan manfaat pribadi dengan manfaat sosial. Manfaat sosial adalah sesuatu yang dapat mengembangkan orang selain pendidikan. Masyarakat dikatakan lebih baik karena pendidikan mereka. Karakteristik dan pembawaan umum tertentu dapat dianggap sebagai hasil dari sekolah, termasuk pemahaman tentang nilai demokrasi sebagai upaya untuk memerangi segala bentukkediktatoran dalam suatu pemerintahan dan kemampuan untuk berpikir kritis dan yang pantas. Keahlian tersebut mungkin menjadi pengaruh tidak langsung dari bidang studi kewarganegaraan, ilmu sosial, sejarah, filsafat, bahasa, dan pengajaran lain. Perubahan yang dipengaruhi oleh pengalaman pendidikan. Secara metodologis hal ini berarti bahwa pengukuran pretest dan protest pada individu diperlukan untuk mengidentifikasi perubahan yang disebabkan oleh pendidikan. Hal ini dikenal sebagai “pendekatan penambahan nilai”. Terdapat lima cara yang berbeda untuk membuat fakulasi (penghitungan) dan mengaplikasikan metode yang spesifik pada pendidikan yang lebih tinggi. Yang pertama adalah dalam mengevaluasi perubahan individu, segala yang dihabiskan dalam pendidikan (tingkat biaya) adalah ukuran kelebihannya. Kedua yaitu menyelidiki reaksi klien terhadap pendidikan universitas. Ketiga adalah mempertimbangkan peningkatan dalam nilai kapita dari manusia yang merupakan hasil dari pendidikan yang lebih tinggi. Keempat melihat seberapa besar pendidikan yang lebih tinggi bertanggung jawab atau berperan dalam pertumbuahn. Kelima dalam memperkirakan nilai pendidikan universitas dengan melihat pada tingkat pengembalian investasi pada pendidikan universitas. Manfaat pendidikan diperoleh selama pengalaman dari pendidikan itu sendiri, manfaat pendidikan dapat ditanyakan pada siswa setelah mereka melaksanakan pendidikan. Persamaannya seperti manfaat sosial dari mengikuti permainan sepak bola di SMA terjadi selama pengalaman pendidikan.
• Fungsinya Memahami Manfaat Pendidikan
Penting sekali untuk mengetahui apa manfaat yang meluas dari pendidikan agar dalam mengalokasi sumber tidak hanya antara berbagai macam dan tingkat sekolah tetapi juga antara pendidikan dan juga program sosial. Manfaat pendidikan juga harus dihargai untuk memutuskan bagaimana membiayai pendidikan pada tingkat yang berbeda. Jika manfaat meluas pada masyarakat yang bersekolah, terdapat alas an untuk memajukan pembiayaan sendiri bagi proses pendidikan, bahkan bias dari pinjaman. Manfaat pendidikan juga harus diidentifikasi untuk menginterpretasikan motivasi pendidik. Secara mendasar pengetahuan diperlukan sebagai manfaat pendidikan sehingga proses pendidikan dapat dievaluasi melalui analisis harga manfaat yang berhubungan dengan alokasi dana dan dalam penetapan manajemen.
• Penelitian dan Manfaat Pendidikan
1. Pendidikan Dasar
Salah satu pemikiran dasar untuk pendidikan remaja selalu adalah fungsi penjagaan sekolah-sekolah, menjauhkan anak-anak dari jalanan, mengurangi kejahatan, membebaskan orang tua untuk bekerja atau bersenang-senang, dan mengajari anak-anak tentang norma-norma masyarakat. Serupa dengan itu, sekolah-sekolah telah dipercaya melakukan satu fungsi sosialisasi; mengajari anak-anak bagaimana cara bergaul, berbagi, mengambil giliran (bersabar), berpakaian, dan menyesuaikan diri.
2. Pendidikan Tinggi
Para ekonom memfokuskan pada manfaat yang terkait dengan pekerjaan dan karier yang diterima dari perguruan tinggi oleh mereka yang kuliah dan lulus bukan karena mereka hanya memikirkan uang, tetapi mereka ingin melihatapakah perubahan yang disebabkan oleh kuliah diperguruan tinggi meningkatkan produktivitas (yakni, menghasilkan modal manusia) dan dengan demikian meningkatkan pendapatan. (Schultz,1961) menghipotesiskan bahwa kuantitas dan kualitas pendidikan yang didapat oleh suatu individu memberikan kontribusi pada modal manusianya, yang menghasilkan kapasitasproduksi yang lebih besar. Modal manusia satu individu selalu bergantung pada faktor-faktor disamping pendidikan (seperti; kesehatan, motivasi, kemampuan bawaan, dan status social ekonomi). Manfaat dari perguruan tinggi yang berhubungan dengan keuntungan penghasilan dan gengsi social pada dasarnya berkaitan dengan penawaran dan permintaan akan pekerja berpendidikan perguruan tinggi. Kapanpun ada penawaran yang lebih besar dan penawaran lebih sedikit harga naik. (Rumberger, 1986) mengemukakan bahwa pendidikan sekolah tambahan tidak selalu secara otomatis dihargai dengan pendapatan yang lebih tinggi. Menurut Rumberger, pendidikan sekolah khusus untuk pekerjaan tertentu. Yakni, ketika para pekerja memperoleh pelatihan berdasarkan pada penilaian mereka sendiri atau satu penilaian independent terhadap apa yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut, pelatihan tersebut dihargai dengan gaji yang lebih tinggi, sementara pelatihan lain yang tidak bersifat khusus untuk satu pekerjaan tertentu mungkin tidak begiti dihargai. Dinegara-negara lain, proporsi penduduk yang memenuhi syarat yang telah kuliah diperguruan tinggi biasanya jauh lebih rendah daripada Amerika Serikat.
Oleh karena itu, lulusan perguruan tinggi dinegara-negara lain dapat mempunyai kemungkinan lebih kecil untuk mendapati dirinya tidak dihargai dipasar kerj. Di Amerika Serikat sulit untuk berpendapat bahwa setiap tingkat kejenuhan ditingkat S1 dapat menyebabkan kelebihan pendidikan pendidikan dalam artian umum, karena hasil-hasil kejuruan merupakan bagian kecil dari total manfaat pendidikan ditingkat tersebut. Terkait dengan pasar kerja, apa yang dibutuhakan untuk individu bias merupakan pemborosan bagi perekonomian secara keseluruhan (contohnya, gelar S1 dapat dibutuhkan untuk mengajar sejarah kelas empat, tetapi mungkin tidak ada kebutuhan guru sejarah lagi). Di negara-negara lain, gelar S1 perguruan tinggi mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berperan sebagai dokumen resmi professional terakhir. Contohnya, di Brasil, bahkan hokum dan kedokteran dipraktekkan oleh lulusan perguruan tinggi tanpa pendidikan pasca sarjana. Ketidakcocokan antara permintaan dan penawaran akan lulusan untuk beragam bidang profesi dan disiplin ilmu menjadi lebih dari sekedar alas an untuk mempertanyakan pertumbuhan dalam pendidikan S1. (Bowen, 1977) dalam rangkumannya “Apakah pendidikan tinggi setimpal dengan biayanya?”, Bowen memulai dengan memperlihatkan bahwa “Tujuan utama pendidikan tinggi adalah mengubah orang-orang dengan cara-cara yang diinginkan. Tetapi dalam contoh pertama, tujuannya adalah untuk memodofikasi sifat-sifat dan pola-pola perilaku manusia secara perorangan. Universitas-universitas juga berperan melestarikan warisan budaya dan memajukan peradaban. Mereka memberikan layanan masyarakat langsung seperti layanan kesehatan, perpustakaan,museum,pertunjukan drama dan musik, layanan konsultasi. Dampak terkait universitas terhadap masyarakat dapat dianggap negative (contohnya, jika mereka menghasilkan penelitian yang berakhir dengan pengembangan senjata yang merusak).
C. Batas-batas Pendidikan
Tiap proses dalam pendidikan memliki berbagai keterbatasan, yaitu :
1. Batas-batas pendidikan pada peserta didik :
Peserta didik sebagai manusia dapat memiliki perbedaan, dalam kemampuan, bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dan sebagainya. Intinya tiap peserta didik memiliki perbedaan kemampuan yang tidak sama sehingga hal tersebut dapat membatasi kelangsungan hasil pendidikan, solusinya pendidik harus mencari metode-metode pembelajaran sehingga dapat berkembang seoptimal mungkin.
2. Batas-batas pendidikan pada pendidik :
Sebagai manusia biasa, pendidik memiliki keterbatasan-keterbatasan. Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah keterbatasan itu dapat ditolerir atau tidak. Keterbatasan yang dapat ditolerir ialah apabila keterbatasan itu menyebabkan tidak dapat terwujudnya interaksi antara pendidik dan peserta didik, misalnya pendidik yang sangat ditakuti oleh peserta didik sehingga tidak mungkin peserta didik datang berhadapan dengannya. Pendidik yang tidak tahu apa yang akan menjadi isi interaksi dengan peserta didik, akan menjadikan kekosongan dan kebingungan dalam interaksi. Serta pendidik yang bermoral, termasuk yang tidak dapat ditolerir, karena pendidikan pada dasarnya adalah usaha yang dilandasi moral. Para pendidik sendiri memiliki berbagai keterbatasan ada yang sifatnya relatif masih bisa di tolerir dengan cara pendidik sendiri mengupayakan mengatasi keterbatasannya, namun permasalahannya jika tidak dapat di tolerir berdampak pada peserta didik itu sendiri, mereka akan tidak memahami apa yang disampaikan pendidik.
3. Batas-batas pendidikan dalam lingkungan dan sarana pendidikan :
Lingkungan dan sarana pendidikan merupakan sumber yang dapat menentukan kualitas dan berlangsungnya usaha pendidikan. Lingkungan dan sarana pendidikan merupakan salah satu penentu kualitas akhir pendidikan. Lingkungan dan sarana yang tidak memadai, akan menghambat berlangsungnya proses pendidikan. Disini pendidik harus lebih kreatif dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber proses pembelajaran.
D. Pandangan-pandangan ilmiah tentang manusia dan implikasinya terhadap pendidikan
Pandangan-pandangan ini terdiri dari beberapa pandangan yaitu:
1. Pandangan Psikologi
a. Psikologi adalah ilmu yg mempelajari perilaku dan proses-proses mental manusia.
b. Menurut psikologi manusia merupakan makhluk yg memilili berbagai potensi, mampu belajar, bersifat unik, memiliki berbagai kebutuhan, dst.
c. Pendidikan merupakan proses aktualisasi berbagai potensi dan individuasi.
d. Implikasi terhadap pendidikan : berkembangnya psikologi pendidikan dan diterapkannya landasan psikologis pendidikan dalam praktik pendidikan
2. Pandangan Sosiologi
a. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan dinamika sosial.
b. Menurut tinjauan sosiologi , manusia merupakan makhluk sosial.
c. Pendidikan, menurut sosiologi, adalah proses sosialisasi, dan masyarakat merupakan ekologi pendidikan.
d. Landasan sosiologis dibutuhkan dalam praktik pendidikan.
3. Pandangan Antropologi Budaya
a. Antropologi budaya merupakan ilmu yg mempelajari kebudayaan.
b. Menurut antropologi budaya, manusia merupakan makhluk yang berbudaya.
c. Pendidikan, menurut antropologi budaya, adalah proses enkulturasi .
d. Landasan atropologis dibutuhkan dalam praktik pendidikan.
4. Pandangan Ilmu Politik
a. Ilmu politik adalah ilmu yg mempelajari kekuasaan, wewenang, dan upaya manusia untuk mendapatkannya.
b. Menurut ilmu politik, manusia adalah animal politicon.
c. Pendidikan merupakan proses civilisasi (proses pengembangan manusia menjadi warga negara yang baik).
d. Implikasi pandangan teresebut dlm praktik pendidikan : dilansanakannya pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan politik.
5. Pandangan Ilmu Ekonomi
a. Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari upaya-upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan materinya.
b. Menurut ilmu ekonomi, manusia pada dasarnya merupakan animal economicus.
c. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses human invesment.
6. Pandangan Filsafat Antropologi
a. Filsafat antroplogi adalah cabang filsafat yang khusus mempelajari hakikat manusia.
b. Menurut filsafat antropologi , manusia merupakan makhluk mono pluralis, kesatuan yang terdiri dari berbagai aspek.
c. Pendidikan, menurut filsafat antroplogi, pada dasarnya adalah proses humanisasi, yaitu proses menuju manusia seutuhnya.
d. Implikasi pandangan di atas : dimasukannya konsep manusia seutuhnya dlm teori dan praktik pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakikat pendidikan adalah upaya sadar untuk mengembangkan potensi yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia dan diarahkan pada tujuan yang diharapkan agar memanusiakan manusia atau menjadikannya sebagai insan kamil, manusia utuh atau kaffah. Hakikat pendidikan ini dapat terwujud melalui proses pengajaran, pembelajaran, pembersihan, pembiasaan, dan latihan dengan memperhatikan kompetensi-kompetensi pedagogi berupa profesi, kepribadian dan sosial. Pendidikan menumbuhkan budi pekerti, kekuatan batin , karakter, pikiran dan tubuh peserta didik yang dilakukan secara integral tanpa dipisah-pisahkan antara ranah-ranah tersebut.
Setiap individu tidak dapat berharap lebih untuk mendapatkan semua manfaat yang telah dikemukakan. Sebagian manfaat menjadi lebih lemah ketika satu tingkat pendidikan menjadi kurang eksklusif pasti juga ada dampak negative pendidikan sekolah. Analisis untung rugi harus dilakukan oleh individu-individu dalam memutuskan apakah manfaat potensial yang dapat mereka terima dari bersekolah di satu lembaga pendidikan tertentu sesuai dengan biayanya. Serupa dengan itu, masyarakat harus bertanya apakah manfaat yang akan diterimanya dari pengalokasian dana publik untuk pendidikan setimpal dengan manfaat yang dihasilkan dari penggunaan alternative dana ini.
B. Saran
Dalam hal ini, penulis cuma bisa memberikan sedikit gambaran secara global tentang uraian makalah ini terutama pada awal dan penutup, namun secara detailnya kepada teman-teman terutama Bapak dosen pengajar diharapkan bukan hanya dapat membaca pada makalah ini yang tertera diatas, tapi juga pada makalah atau buku-buku sejenisnya yang lain, yang lebih baik lagi. Dan akhirnya, harapan dari penulis kritik dan saran terhadap penulisan makalah ini demi penyempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. 1871. Tafsirul Maraghiy. Beirut: Darul Fikr.
Freire, Paulo. 1985. Pendidikan Kaum Tertindas. Yogyakarta: LP3ES.
Nata, Abuddin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
The Internet: http//: www.wikipediapendidikan.com.
Minggu, 04 September 2011
Sabtu, 03 September 2011
Syair Syech Nawawi Al-Bantani
Syair Syech Nawawi Al-Bantani
لم يحتـلم قط طه مطلقــا ابـدا وما تثاءب اصـلا في مـدى الزمن
منه دواب فلم تحـرب وما وقعت ذبابة ابــدا في جسمه الحســن
بخلـفه كامام رؤية ثبتــــت ولايرى اثر بول مـنه في علــن
وقـلبه لم ينم والعـين قد نعست ولا يرى ظـله في الشمس ذو فطن
كتفه قد علــتا قوما إذا جلسوا عنـد الولادة صـف يذا بمخـتتن
هذه الخصائص فاحفظها تكن أمنا من شر نار وسـراق ومن محــن
لم يحتـلم قط طه مطلقــا ابـدا وما تثاءب اصـلا في مـدى الزمن
منه دواب فلم تحـرب وما وقعت ذبابة ابــدا في جسمه الحســن
بخلـفه كامام رؤية ثبتــــت ولايرى اثر بول مـنه في علــن
وقـلبه لم ينم والعـين قد نعست ولا يرى ظـله في الشمس ذو فطن
كتفه قد علــتا قوما إذا جلسوا عنـد الولادة صـف يذا بمخـتتن
هذه الخصائص فاحفظها تكن أمنا من شر نار وسـراق ومن محــن
HAK ASASI MANUSIA ( HAM )
Makalah ini dipresentasikan dalam mata kuliah Pancasila / PKn
Disusun oleh :
H. NURKHOLIS
FAKULTAS AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
BANTEN
2009 M / 1430 H
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
2. Identifikasi Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1) Pengertian HAM
2) Perkembangan HAM
3) HAM dalam tinjauan Islam
4) Contoh-contoh pelanggaran HAM
3. Batasan Masalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM.
4. Metode Pembahasan
Dalam hal ini penulis menggunakan:
a) Metode deskritif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Atherton dan Klemmack: 1982).
b) Penelitian kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti.
BAB II
Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM
A. Pengertian HAM
Ada beberapa pengertian HAM yang harus diketahui dari beberapa sumber di bawah ini yaitu :
1) HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
2) Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
3) John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
4) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Ciri Pokok Hakikat HAM :
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
• HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
• HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
• HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
B. Perkembangan Pemikiran HAM
Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government
Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari :
Magna Charta
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).
The American declaration
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
The French declaration
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.
The four freedom
Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).
Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia :
Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945.
Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat.
Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950.
Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945.
C. HAM Dalam Tinjauan Islam
Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A’la Almaududi, 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat. Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya.
Konsep Islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam, pertama, Hak Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy) yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas’udi, 2002).
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga negara, Al Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:
Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan.
Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing.
Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.
HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional :
Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.
Pelanggaran HAM dan pengadilan HAM :
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peng umum
Penanggung jawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion), perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM :
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal.
D. Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
B. Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.
باب حد الشارب وبيان المسكر
باب حد الشارب وبيان المسكر
عَنْ أَنس بن مالك رضي اللّهُ عنهُ: "أَنَّ النبي صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم أُتيَ برجلٍ قدْ شرب الخمْر فجلدهُ بجريدتين نحوَ أربعين، قال: وفعَلَهُ أَبو بكر، فلما كان عمر استشار النّاس، فقال عبدُ الرَّحمن بنُ عوْفٍ: أَخفُّ الحدود ثمانون، فأَمر به عُمرُ. متفقٌ عليه.
(عن أنس بن مالك رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم أتي برجل قد شرب الخمر فجلده بجريدتين نحو أربعين قال:) أي أنس (وفعله أبو بكر فلما كان عمر استشار الناس فقال عبد الرحمن بن عوف: أخفّ الحدود ثمانون فأمر به عمر. متفق عليه).
الخمر مصدر خمر كضرب ونصر خمراً يسمى به الشراب المعتصر من العنب إذا غلي وقذف بالزبد وهي مؤنثة وتذكر. ويقال خمرة.
وفي الحديث مسائل.
الأولى: أن الخمر تطلق على ما ذكر حقيقة إجماعاً وتطلق على ما هو أعم من ذلك وهو ما أسكر من العصير أو من النبيذ أو من غير ذلك.
وإنما اختلف العلماء هل هذا الإطلاق حقيقة أو لا؟.
قال صاحب القاموس: العموم أصح لأنها حرمت وما بالمدينة خمر عنب، ما كان إلا البسر والتمر انتهى. وكأنه يريد أن العموم حقيقة.
وسميت خمراً؛ قيل: لأنها تخمر العقل أي تستره فيكون بمعنى اسم الفاعل أي الساترة للعقل. وقيل: لأنها تغطى حتى تشتدّ يقال خمره أي غطاه فيكون بمعنى اسم المفعول. وقيل: لأنها تخالط العقل من خامره إذا خالطه ومنه.
هنيئاً مريئاً غير داء مخامر. أي مخالط.
وقيل: لأنها تترك حتى تدرك ومنه اختمر العجين أي بلغ إدراكه، وقيل: مأخوذة من الكل لاجتماع المعاني هذه فيها.
قال ابن عبد البرّ: الأوجه كلها موجودة في الخمر لأنها تركت حتى أدركت وسكنت فإذا شربت خالطت العقل حتى تغلب عليه وتغطيه.
قلت: فالخمر تطلق على عصير العنب المشتد حقيقة إجماعاً. وفي النجم الوهاج: الخمر بالإجماع المسكر من عصير العنب وإن لم يقذف بالزبد.
واشترط أبو حنيفة أن يقذف وحينئذٍ لا يكون مجمعاً عليه.
واختلف أصحابنا في وقوع الخمر على الأنبذة: فقال المزني وجماعة بذلك لأن الاشتراك في الصفة يقتضي الاشتراك في الاسم وهو قياس في اللغة وهو جائز عند الأكثر وهو ظاهر الأحاديث ونسبه الرافعي إلى الأكثرين أنه لا يقع عليها إلا مجازاً.
قلت: وبه جزم ابن سيده في المحكم وجزم به صاحب الهداية من الحنفية حيث قال: الخمر عندنا ما اعتصر من ماء العنب إذا اشتد وهو المعروف عند أهل اللغة وأهل العلم.
ورد ذلك الخطابي وقال: زعم قوم أن العرب لا تعرف الخمر إلا من العنب فيقال لهم: إن الصحابة الذين سموا غير المتخذ من العنب خمراً عرب فصحاء فلو لم يكن الاسم صحيحاً لما أطلقوه.
وقال القرطبي: الأحاديث الواردة عن أنس وغيره على صحتها وكثرتها تبطل مذهب الكوفيين القائلين بأن الخمر لا تكون إلا من العنب وما كان من غيره لا يسمى خمراً، ولا يتناوله اسم الخمر، وهو قول مخالف للغة العرب للسنّة الصحيحة ولفهم الصحابة، لأنهم لما نزل تحريم الخمر فهموا من الأمر باجتناب الخمر تحريم كل مسكر ولم يفرقوا بين ما يتخذ من العنب وبين ما يتخذ من غيره بل سوّوا بينهما وحرموا ما كان من غير عصير العنب وهم أهل اللسان وبلغتهم نزل القرآن. فلو كان عندهم فيه تردد لتوقفوا عن الإراقة حتى يستفصلوا ويتحققوا التحريم.
ويأتي حديث عمر: أنه نزل تحريم الخمر وهي من خمسة، الحديث. وعمر من أهل اللغة، وإن كان يحتمل أنه أراد بيان ما تعلق به التحريم لا أنه المسمى في اللغة لأنه بصدد بيان الأحكام الشرعية ولعل ذلك صار اسماً شرعياً لهذا النوع فيكون حقيقة شرعية.
ويدل له حديث مسلم عن ابن عمر أن النبي صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم قال: "كل مسكر خمر وكل خمر حرام"، قال الخطابي: إن الآية لما نزلت في تحريم الخمر وكان مسماها مجهولاً للمخاطبين بين أن مسماها هو ما أسكر، فيكون مثل لفظ الصلاة والزكاة وغيرهما من الحقائق الشرعية انتهى.
قلت: هذا يخالف ما سلف عنه قريباً ولا يخفى ضعف هذا الكلام فإن الخمر كانت من أشهر الأشربة عند العرب واسمها أشهر من كل شيء عندهم وليست كالصلاة والزكاة، وأشعارهم فيها لا تحصى؛ فكأنه يريد أنه ما كان تعميم الاسم بلفظ الخمر لكل مسكر معروفاً عندهم فعرفهم به الشرع، فإنهم كانوا يسمون بعض المسكرات بغير لفظ الخمر كالأمزار يضيفونها إلى ما يتخذ منه من ذرة وشعير ونحوهما، ولا يطلقون عليه لفظ الخمر؛ فجاء الشرع بتعميم الاسم لكل مسكر.
فتحصل مما ذكر جميعاً أن الخمر حقيقة لغوية في عصير العنب المشتد الذي يقذف الزبد، وفي غيره مما يسكر حقيقة شرعية، أو قياس في اللغة، أو مجاز، فقد حصل المقصود من تحريم ما أسكر من ماء العنب أو غيره إما بنقل اللفظ إلى الحقيقة الشرعية أو بغيره.
وقد علمت أنه أطلق عمر وغيره من الصحابة الخمر على كل ما أسكر، وهم أهل اللسان، والأصل الحقيقة فقد أحسن صاحب القاموس بقوله: والعموم أصح.
وأما الدعاوى التي تقدمت على اللغة كما قاله ابن سيده وشارح الكنز فما أظنها إلا بعد تقرير هذه المذاهب تكلم كلٌ على ما يعتقده ونزل في قلبه من مذهبه ثم جعله لأهل اللغة.
المسألة الثانية: قوله: "فجلده بجريدتين نحو أربعين" فيه دليل على ثبوت الحد على شارب الخمر وادعى فيه الإجماع، ونوزع في دعواه لأنه قد نقل عن طائفة من أهل العلم أنه لا يجب فيه إلا التعزير لأنه صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم لم ينص على حد معين وإنما ثبت عنه الضرب المطلق.
وفيه دليل على أنه يكون الجلد بالجريد وهو سعف النخل. وقد اختلف العلماء هل يتعين الجلد بالجريد على ثلاثة أقوال أقربها: جواز الجلد بالعود غير الجريد ويجوز الاقتصار على الضرب باليدين والنعال.
قال في شرح مسلم: أجمعوا على الاكتفاء بالجريد والنعال وأطراف الثياب ثم قال: والأصح جوازه بالسوط.
وقال المصنف: توسط بعض المتأخرين فعين السوط للمتمردين، وأطراف الثياب والنعال للضعفاء ومن عداهم بحسب ما يليق بهم.
وقد عين قوله في الحديث "نحو أربعين" ما أخرجه البيهقي وأحمد بلفظ "فأمر قريباً من عشرين رجلاً فجلده كل واحد جلدتين بالجريد والنعال".
قال المصنف: وهذا يجمع ما اختلف فيه على تشعبه وأن جملة الضربات كانت أربعين لا أنه جلده بجريدتين أربعين.
المسألة الثالثة: قوله: "فلما كان عمر استشار ــــ إلى آخره" سبب استشارته ما أخرجه أبو داود والنسائي "أن خالد بن الوليد كتب إلى عمر: إن الناس قد انهمكوا في الخمر وتحاقروا العقوبة قال: وعنده المهاجرون والأنصار فسألهم فأجمعوا على أن يضرب ثمانين".
وأخرج مالك في الموطأ عن ثور بن يزيد: أن عمر استشار في الخمر فقال له عليّ بن أبي طالب عليه السلام: نرى أن تجلده ثمانين فإنه إذا شرب سكر وإذا سكر هذي وإذا هذي افترى؛ فجلد عمر في الخمر ثمانين.
وهذا حديث معضل، ولهذا الأثر عن عليّ طرق، وقد أنكره ابن حزم كما سلف، وفي معناه نكارة لأنه قال: إذا هذي افترى والهاذي لا يعدّ قوله فرية؛ لأنه لا عمد له، ولا فرية إلا عند عمد.
وقد أخرج عبد الرزاق قال: جاءت الأخبار متواترة عن عليّ عليه السلام أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم لم يسنّ في الخمر شيئاً. ولا يخفى أن الحديث الآتي يؤيده.
ولمسلم عن علي في قصة الوليد بن عقبة "جلدَ النبي صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم أربعين، وجلَدَ أبو بكر أربعين، وجلد عُمَرُ ثمانين، وكلٌّ سُنّةٌ، وهذا أحبُّ إليَّ" وفي الحديث "أنَّ رجُلاً شهدَ عليهِ أَنهُ رآهُ يتَقَيّأُ الخمْرَ فقالَ عُثْمان: إنّهُ لم يتَقَيّأَهَا حتى شربها".
وعن معاوية رضي الله عنه عن النبي صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم أنه قال في شارب الخمر: "إذا شرب فاجلدوه ثمَّ إذا شرب الثانية فاجلده، ثمَّ إذا شرب الثالثة فاجلدوه ثم إذا شرب الرَّابعة فاضربوا عنقه" أخرجه أحمد ــــ وهذا لفظه ــــ والأربعة).
اختلفت الروايات في قتله: هل يقتل إنْ شرب الرابعة أو إن شرب الخامسة؟.
فأخرج أبو داود من رواية أبان القصار وذكر الجلد ثلاث مرات بعد الأولى ثم قال: "فإن شربوا فاقتلوهم".
وأخرج من حديث ابن عمر من رواية نافع عنه أنه قال: وأحسبه قال في الخامسة: "فإن شربها فاقتلوه".
وإلى قتله فيها ذهب الظاهرية واستمر عليه ابن حزم واحتج له، وادعى عدم الإجماع على نسخه.
والجمهور على أنه منسوخ ولم يذكروا ناسخاً صريحاً، إلا ما يأتي من رواية أبي داود عن الزهري: أنه صلى الله عليه وآله وسلم ترك القتل في الرابعة وقد يقال: القول أقوى من الترك فلعله صلى الله عليه وآله وسلم تركه لعذر.
(وذكر الترمذي ما يدل على أنه منسوخ، وأخرج ذلك أبو داود صريحاً عن الزهري).
يريد ما أخرجه من رواية الزهري عن قبيصة بن ذؤيب قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: "من شرب الخمر فاجلدوه ــــ إلى أن قال ــــ ثم إذا شرب في الرابعة فاقتلوه. قال: فأتي برجل قد شرب فجلده ثم أتي به قد شرب فجلده ثم أتي به قد شرب فجلده ثم أتي به الرابعة فجلده فرفع القتل عن الناس فكانت رخصة".
وقال الشافعي: هذا ــــ يريد نسخ القتل ــــ مما لا اختلاف فيه بين أهل العلم ومثله قال الترمذي والله أعلم.
عَنْ أَنس بن مالك رضي اللّهُ عنهُ: "أَنَّ النبي صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم أُتيَ برجلٍ قدْ شرب الخمْر فجلدهُ بجريدتين نحوَ أربعين، قال: وفعَلَهُ أَبو بكر، فلما كان عمر استشار النّاس، فقال عبدُ الرَّحمن بنُ عوْفٍ: أَخفُّ الحدود ثمانون، فأَمر به عُمرُ. متفقٌ عليه.
(عن أنس بن مالك رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم أتي برجل قد شرب الخمر فجلده بجريدتين نحو أربعين قال:) أي أنس (وفعله أبو بكر فلما كان عمر استشار الناس فقال عبد الرحمن بن عوف: أخفّ الحدود ثمانون فأمر به عمر. متفق عليه).
الخمر مصدر خمر كضرب ونصر خمراً يسمى به الشراب المعتصر من العنب إذا غلي وقذف بالزبد وهي مؤنثة وتذكر. ويقال خمرة.
وفي الحديث مسائل.
الأولى: أن الخمر تطلق على ما ذكر حقيقة إجماعاً وتطلق على ما هو أعم من ذلك وهو ما أسكر من العصير أو من النبيذ أو من غير ذلك.
وإنما اختلف العلماء هل هذا الإطلاق حقيقة أو لا؟.
قال صاحب القاموس: العموم أصح لأنها حرمت وما بالمدينة خمر عنب، ما كان إلا البسر والتمر انتهى. وكأنه يريد أن العموم حقيقة.
وسميت خمراً؛ قيل: لأنها تخمر العقل أي تستره فيكون بمعنى اسم الفاعل أي الساترة للعقل. وقيل: لأنها تغطى حتى تشتدّ يقال خمره أي غطاه فيكون بمعنى اسم المفعول. وقيل: لأنها تخالط العقل من خامره إذا خالطه ومنه.
هنيئاً مريئاً غير داء مخامر. أي مخالط.
وقيل: لأنها تترك حتى تدرك ومنه اختمر العجين أي بلغ إدراكه، وقيل: مأخوذة من الكل لاجتماع المعاني هذه فيها.
قال ابن عبد البرّ: الأوجه كلها موجودة في الخمر لأنها تركت حتى أدركت وسكنت فإذا شربت خالطت العقل حتى تغلب عليه وتغطيه.
قلت: فالخمر تطلق على عصير العنب المشتد حقيقة إجماعاً. وفي النجم الوهاج: الخمر بالإجماع المسكر من عصير العنب وإن لم يقذف بالزبد.
واشترط أبو حنيفة أن يقذف وحينئذٍ لا يكون مجمعاً عليه.
واختلف أصحابنا في وقوع الخمر على الأنبذة: فقال المزني وجماعة بذلك لأن الاشتراك في الصفة يقتضي الاشتراك في الاسم وهو قياس في اللغة وهو جائز عند الأكثر وهو ظاهر الأحاديث ونسبه الرافعي إلى الأكثرين أنه لا يقع عليها إلا مجازاً.
قلت: وبه جزم ابن سيده في المحكم وجزم به صاحب الهداية من الحنفية حيث قال: الخمر عندنا ما اعتصر من ماء العنب إذا اشتد وهو المعروف عند أهل اللغة وأهل العلم.
ورد ذلك الخطابي وقال: زعم قوم أن العرب لا تعرف الخمر إلا من العنب فيقال لهم: إن الصحابة الذين سموا غير المتخذ من العنب خمراً عرب فصحاء فلو لم يكن الاسم صحيحاً لما أطلقوه.
وقال القرطبي: الأحاديث الواردة عن أنس وغيره على صحتها وكثرتها تبطل مذهب الكوفيين القائلين بأن الخمر لا تكون إلا من العنب وما كان من غيره لا يسمى خمراً، ولا يتناوله اسم الخمر، وهو قول مخالف للغة العرب للسنّة الصحيحة ولفهم الصحابة، لأنهم لما نزل تحريم الخمر فهموا من الأمر باجتناب الخمر تحريم كل مسكر ولم يفرقوا بين ما يتخذ من العنب وبين ما يتخذ من غيره بل سوّوا بينهما وحرموا ما كان من غير عصير العنب وهم أهل اللسان وبلغتهم نزل القرآن. فلو كان عندهم فيه تردد لتوقفوا عن الإراقة حتى يستفصلوا ويتحققوا التحريم.
ويأتي حديث عمر: أنه نزل تحريم الخمر وهي من خمسة، الحديث. وعمر من أهل اللغة، وإن كان يحتمل أنه أراد بيان ما تعلق به التحريم لا أنه المسمى في اللغة لأنه بصدد بيان الأحكام الشرعية ولعل ذلك صار اسماً شرعياً لهذا النوع فيكون حقيقة شرعية.
ويدل له حديث مسلم عن ابن عمر أن النبي صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم قال: "كل مسكر خمر وكل خمر حرام"، قال الخطابي: إن الآية لما نزلت في تحريم الخمر وكان مسماها مجهولاً للمخاطبين بين أن مسماها هو ما أسكر، فيكون مثل لفظ الصلاة والزكاة وغيرهما من الحقائق الشرعية انتهى.
قلت: هذا يخالف ما سلف عنه قريباً ولا يخفى ضعف هذا الكلام فإن الخمر كانت من أشهر الأشربة عند العرب واسمها أشهر من كل شيء عندهم وليست كالصلاة والزكاة، وأشعارهم فيها لا تحصى؛ فكأنه يريد أنه ما كان تعميم الاسم بلفظ الخمر لكل مسكر معروفاً عندهم فعرفهم به الشرع، فإنهم كانوا يسمون بعض المسكرات بغير لفظ الخمر كالأمزار يضيفونها إلى ما يتخذ منه من ذرة وشعير ونحوهما، ولا يطلقون عليه لفظ الخمر؛ فجاء الشرع بتعميم الاسم لكل مسكر.
فتحصل مما ذكر جميعاً أن الخمر حقيقة لغوية في عصير العنب المشتد الذي يقذف الزبد، وفي غيره مما يسكر حقيقة شرعية، أو قياس في اللغة، أو مجاز، فقد حصل المقصود من تحريم ما أسكر من ماء العنب أو غيره إما بنقل اللفظ إلى الحقيقة الشرعية أو بغيره.
وقد علمت أنه أطلق عمر وغيره من الصحابة الخمر على كل ما أسكر، وهم أهل اللسان، والأصل الحقيقة فقد أحسن صاحب القاموس بقوله: والعموم أصح.
وأما الدعاوى التي تقدمت على اللغة كما قاله ابن سيده وشارح الكنز فما أظنها إلا بعد تقرير هذه المذاهب تكلم كلٌ على ما يعتقده ونزل في قلبه من مذهبه ثم جعله لأهل اللغة.
المسألة الثانية: قوله: "فجلده بجريدتين نحو أربعين" فيه دليل على ثبوت الحد على شارب الخمر وادعى فيه الإجماع، ونوزع في دعواه لأنه قد نقل عن طائفة من أهل العلم أنه لا يجب فيه إلا التعزير لأنه صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم لم ينص على حد معين وإنما ثبت عنه الضرب المطلق.
وفيه دليل على أنه يكون الجلد بالجريد وهو سعف النخل. وقد اختلف العلماء هل يتعين الجلد بالجريد على ثلاثة أقوال أقربها: جواز الجلد بالعود غير الجريد ويجوز الاقتصار على الضرب باليدين والنعال.
قال في شرح مسلم: أجمعوا على الاكتفاء بالجريد والنعال وأطراف الثياب ثم قال: والأصح جوازه بالسوط.
وقال المصنف: توسط بعض المتأخرين فعين السوط للمتمردين، وأطراف الثياب والنعال للضعفاء ومن عداهم بحسب ما يليق بهم.
وقد عين قوله في الحديث "نحو أربعين" ما أخرجه البيهقي وأحمد بلفظ "فأمر قريباً من عشرين رجلاً فجلده كل واحد جلدتين بالجريد والنعال".
قال المصنف: وهذا يجمع ما اختلف فيه على تشعبه وأن جملة الضربات كانت أربعين لا أنه جلده بجريدتين أربعين.
المسألة الثالثة: قوله: "فلما كان عمر استشار ــــ إلى آخره" سبب استشارته ما أخرجه أبو داود والنسائي "أن خالد بن الوليد كتب إلى عمر: إن الناس قد انهمكوا في الخمر وتحاقروا العقوبة قال: وعنده المهاجرون والأنصار فسألهم فأجمعوا على أن يضرب ثمانين".
وأخرج مالك في الموطأ عن ثور بن يزيد: أن عمر استشار في الخمر فقال له عليّ بن أبي طالب عليه السلام: نرى أن تجلده ثمانين فإنه إذا شرب سكر وإذا سكر هذي وإذا هذي افترى؛ فجلد عمر في الخمر ثمانين.
وهذا حديث معضل، ولهذا الأثر عن عليّ طرق، وقد أنكره ابن حزم كما سلف، وفي معناه نكارة لأنه قال: إذا هذي افترى والهاذي لا يعدّ قوله فرية؛ لأنه لا عمد له، ولا فرية إلا عند عمد.
وقد أخرج عبد الرزاق قال: جاءت الأخبار متواترة عن عليّ عليه السلام أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم لم يسنّ في الخمر شيئاً. ولا يخفى أن الحديث الآتي يؤيده.
ولمسلم عن علي في قصة الوليد بن عقبة "جلدَ النبي صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم أربعين، وجلَدَ أبو بكر أربعين، وجلد عُمَرُ ثمانين، وكلٌّ سُنّةٌ، وهذا أحبُّ إليَّ" وفي الحديث "أنَّ رجُلاً شهدَ عليهِ أَنهُ رآهُ يتَقَيّأُ الخمْرَ فقالَ عُثْمان: إنّهُ لم يتَقَيّأَهَا حتى شربها".
وعن معاوية رضي الله عنه عن النبي صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم أنه قال في شارب الخمر: "إذا شرب فاجلدوه ثمَّ إذا شرب الثانية فاجلده، ثمَّ إذا شرب الثالثة فاجلدوه ثم إذا شرب الرَّابعة فاضربوا عنقه" أخرجه أحمد ــــ وهذا لفظه ــــ والأربعة).
اختلفت الروايات في قتله: هل يقتل إنْ شرب الرابعة أو إن شرب الخامسة؟.
فأخرج أبو داود من رواية أبان القصار وذكر الجلد ثلاث مرات بعد الأولى ثم قال: "فإن شربوا فاقتلوهم".
وأخرج من حديث ابن عمر من رواية نافع عنه أنه قال: وأحسبه قال في الخامسة: "فإن شربها فاقتلوه".
وإلى قتله فيها ذهب الظاهرية واستمر عليه ابن حزم واحتج له، وادعى عدم الإجماع على نسخه.
والجمهور على أنه منسوخ ولم يذكروا ناسخاً صريحاً، إلا ما يأتي من رواية أبي داود عن الزهري: أنه صلى الله عليه وآله وسلم ترك القتل في الرابعة وقد يقال: القول أقوى من الترك فلعله صلى الله عليه وآله وسلم تركه لعذر.
(وذكر الترمذي ما يدل على أنه منسوخ، وأخرج ذلك أبو داود صريحاً عن الزهري).
يريد ما أخرجه من رواية الزهري عن قبيصة بن ذؤيب قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: "من شرب الخمر فاجلدوه ــــ إلى أن قال ــــ ثم إذا شرب في الرابعة فاقتلوه. قال: فأتي برجل قد شرب فجلده ثم أتي به قد شرب فجلده ثم أتي به قد شرب فجلده ثم أتي به الرابعة فجلده فرفع القتل عن الناس فكانت رخصة".
وقال الشافعي: هذا ــــ يريد نسخ القتل ــــ مما لا اختلاف فيه بين أهل العلم ومثله قال الترمذي والله أعلم.
MANTIK; HAKIKAT DAN SEJARAHNYA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Mantik yang dibimbing oleh: Bapak Drs. H. Nahrawi, M.Pd.
Disusun oleh :
NURKHOLIS
FAKULTAS AGAMA ISLAM
SEMSTER IV B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG ( UMT )
Sekretariat : Jl. Perintis Kemerdekaan I / 33 Cikokol - Kota Tangerang - Banten 15118
TANGERANG
2011 M / 1432 H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur kami penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat-Nya kepada kita semua selaku para hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju terangnya Iman dan Islam, sehingga kami penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Alasan kami penulis memilih judul:"MANTIK; HAKIKAT DAN SEJARAHNYA" adalah agar kami lebih memahami tentang masalah Mantik; Hakikat dan Sejarahnya dan sebagai salah satu tugas kuliah pada semester IV B fakultas Agama Islam pada mata kuliah Ilmu Mantik.
Dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Bapak. H. Ahmad Badawi S.Pd, M.M selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang.
2. Bapak Drs. H. Nahrawi, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Mantik.
3. Rekan-rekan seperjuangan dalam menuntut ilmu di Kampus Universitas Muhammadiyah.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami penulis khususnya dan rekan-rekan mahasiswa umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan diskusi atau pun ilmu pengetahuan kami selanjutnya dimasa yang akan datang.
Tangerang, 02 Juli 2011 M
30 Rajab 1432 H
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………1
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………..1
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………1
D. Sistematika Penulisan…………………………………………………………………2
BAB II MANTIK; HAKIKAT DAN SEJARAHNYA …………………………………...3
A. Hakikat Mantik………………………………………………………………………..3
B. Sejarah Mantik………………………………………………………………………..5
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………….9
A. Kesimpulan………………………………………………………………………......9
B. Saran…………………………………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menuju keharusan ijtihad guna mengiringi gerak zaman memaksa kita untuk
mengkaji semua perangkat yang mendukung sahnya sebuah ijtihad. Sebab
ijtihad, yang disebut ahli ushul sebagai pengerahan segenap upaya (bazlul
majhud) untuk menyimpulkan hukum syara' dari sumber-sumber aslinya, bukan
perkara mudah. Paling tidak, upaya ini memaksa kita untuk mengkaji ulang
furu' dan ushul fiqih kita, bahkan pola pikir yang mendasari produk
pemikiran ini. Salah satunya adalah pembahasan tentang mantik sebagai
aturan-aturan berpikir yang, diakui atau tidak, berpengaruh sangat besar
dalam proses penyimpulan hukum. Berikut ini diskusi antar generasi yang
terpisahkan jarak ratusan tahun, dengan Al Ghazali dan Ibn Taymiah sebagai
aktor pelakunya.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat kami penulis rumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apa itu Hakikat Mantik?
2. Apa itu Sejarah Mantik?
C . Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Hakikat Mantik.
2. Untuk mengetahui Sejarah Mantik .
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi 3 bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II MANTIK; HAKIKAT DAN SEJARAHNYA
Mantik; Hakikat dan Sejarahnya berisi uraian tentang Hakekat Mantik dan Sejarah Mantik.
BAB III PENUTUP
Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka berisi referensi kami penulis dalam menyusun makalah ini.
BAB II
MANTIK; HAKIKAT DAN SEJARAHNYA
A. Hakikat Mantik
Salah satu perbedaan manusia dari binatang adalah kemampuannya untukmengabstraksi sesuatu. Yakni, ketika inderanya mencerap suatu benda, akal bekerja melepaskan benda itu dari sifat-sifat material, lalu membandingkannya dengan benda-benda lain yang serupa dengannya dan memproduksi sebuah konsep bersama. Akal terus menerus mengabstraksi hingga mencapai sebuah konsepsi universal paling abstrak (basith) yang mewadahisemua wujud. Ketika ia melihat manusia, misalnya, imajinasinya mengabstraksi benda itu menjadi sebuah spiecies (nau') yang menaungi semua manusia yang lain. Ia kemudian membandingkan konsep ini dengan konsep binatang, lalu mengabstraksinya menjadi sebuah genus (jenis) yang menaungi keduanya. Proses abstraksi ini berlanjut ketika ia membandingkannya dengan konsep tumbuhan, demikian seterusnya hingga mencapai genus tertinggi yang disebut substansi (jauhar). Pada saat itu, akal berhenti mengabstraksi. Ahli mantik berkata bahwa pengetahuan yang dicapai manusia hanya dua macam, yakni tashawwur (pengetahuan konseptual),tanpa menetapkan hukum apa-apa atasnya, dan tashdiq (pengetahuan relasional) antara dua hal dengan menetapkan penilaian benar atau salah. Atas dasar ini, aktifitas berpikirmanusia hanyalah menyusun satu persatu konsepsi universal (kulliyyat) di otaknya untuk menghasilkan konsepsi universal baru yang sesuai dengan realitas, atau menilai sesuatu dengan sesuatu lainnya. Aktifitas berpikir ini bisa keliru dan bisa juga benar. Maka dibutuhkan sebuah aturan-aturan berpikir tertentu untuk menjaga akal dari kekeliruan berpikir. Dan kumpulan aturan-aturan berpikir itu disebut mantik (logika).
B. Sejarah Mantik
Sebenarnya, Aristoteles bukan orang pertama yang menyusun aturan-aturan berpikir ini, sebab sebelumnya Socrates dan Plato pernah berbicara tentang hal ini. Namun karena Aristoteles adalah orang pertama yang mengumpulkan danmenyusunnya, menetapkannya sebagai kunci ilmu pengetahuan serta menulisnya dalam sebuah karya, ia digelari sebagai "guru pertama". Organon, bukunya tentang mantik, terdiri dari delapan bagian: Categoria (membahas tentang genus dan bagian-bagiannya), Hermeneutika (tentang proposisi), Sylogisme (tentang qiyas), Demonstrasi (tentang qiyas yang menyimpulkan keyakinan), Dialektika (ilmu debat),Sofistika (qiyas yang menyesatkan), Retorika (seni agitasi massa) dan Poetica (seni menyusun kata-kata puitis). Pada masa penerjemahan literatur asing atas perintah Khalifah Al Makmun (w.218 H), buku-buku ini menarik perhatian banyak cendikiawan muslim pada saat itu hingga beberapa dekade setelahnya. Abu Nashr Al Farabi, Abu Ali Ibn Sina dan Ibn Rusyd menulis berbagai komentar dan penjelasan tentang cabang ilmuini. Kemudian datang generasi selanjutnya yang menyempurnakan ilmu ini
dengan memandangnya sebagai ilmu tersendiri, bukan hanya ilmu alat (organon), dengan menambah yang kurang dan membuang yang tidak perlu. Orang pertama yang melakukan ini adalah Imam Fajruddin bin Al Khatib laluAfdhaluddin Khawanji. Proyek mereka sungguh sukses sehingga berhasil menenggelamkan karya tokoh-tokoh sebelumnya danmengalahkan metode mereka.
Al Ghazali dan Mantik
Sejak awal kehadirannya di dunia Islam, mantik menyalakan perdebatan sengit
di kalangan para ulama, terutama ahli kalam. Mereka sangat anti kepada
mantik dan melarang manusia untuk mempelajarinya. Ibn Khaldun berkata bahwa
antipati ini lahir karena persinggungan prinsip ilmu kalam dengan mantik
yang melahirkan pilihan: terima mantik maka tinggalkan kalam atau terima
kalam maka tinggalkan mantik. Padahal, ilmu kalam adalah ilmu dasar yang
bertugas menetapkan akidah islamiah menyangkut keesaan Allah dan kebaharuan
alam semesta. Bahkan Al Qadhi Abu Bakar Al Baqillani menyatakan bahwa
prinsip-prinsip ilmu kalam adalah bagian dari akidah. Menyerangnya sama
dengan berusaha menghancurkan sendi-sendi akidah islamiah. Kemudian datang Hujjatul Islam Abu Hamid Al Ghazali (w. 505 H) yang mendamaikan keduanya. Kharisma dan argumentasinya berhasil mengakhiri perdebatan ini dan membuat ilmu mantik diterima di kalangan sunni. Mesk iterkenal sebagai musuh besar filsafat, bahkan berhasil membuatnya pingsan dengan Tahafut ul Falasifah-nya, Al Ghazali sangat menyayang anak kandungfilsafat ini. Ia menulis beberapa karya tentangnya, antara lain Mi'yar ul-
'Ilm, Al Mankhul, Mihak un-Nazhar, beberapa lembar di mukaddimah Al
Mustashfa dan secara tersirat dalam dialog dengan seorang penganut Syiah
Ismailiah di Al Qisthas ul-Mustaqim.
Berikut sedikit ringkasan tentang mantikala Al Ghazali yang bisa penulis tampilkan pada kesempatan kali ini. Seperti Al Farabi dan Ibn Sina, Al Ghazali berpendapat bahwa mantik adalah aturan-aturan berpikir yang berfungsi meluruskan akal dalam menarik kesimpulan dan membebaskannya dari campuran prasangka dan imajinasi. Tugas utama mantik dengan demikian adalah menjaga akal dari kesalahan berpikir. Mantik bagi akal sepadan dengan posisi nahwu bagi bahasa Arab dan ilmu 'Arud
bagi ritme puisi (syair). Meminjam analogi Al-Farabi, mantik bagi akal
ibarat neraca dan takaran yang berfungsi mengukur bobot benda yang tak bisa
diketahui ukurannya dengan tepat jika hanya menggunakan indera. Atau ibarat
penggaris untuk mengukur panjang dan lebar sesuatu yang indera manusia
sering keliru dalam memastikannya. Al-Ghazali bahkan menegaskan bahwa mantik merupakan mukaddimah (organon) seluruh ilmu bukan hanya pengantar filsafat. Maka barangsiapa yang tidak menguasai mantik, seluruh pengetahuannya rusak dan diragukan.
Sebagaimana telah dijelaskan di muka, pengetahuan manusia terbagi dua, yaitu
tashawur dan tashdiq. Pengetahuan tashawur terbagi dua: pertama, pengetahuan
yang telah ada di otak manusia sejak awal (apriori) sehingga pengetahuan
tentangnya tidak membutuhkan penjelasan panjang lebar. Contoh, pengetahuan
tentang makna "ada", "banyak" dan beberapa benda-benda inderawi lainnya.
Kedua, pengetahuan tentang konsep-konsep samar yang memerlukan penjelasan
lebih lanjut. Untuk yang kedua ini diperlukan sebuah definisi (had/ta'rif)
yang memperjelas makna kata tersebut.
Sementara itu, pengetahuan tashdiq juga terbagi menjadi dua: relasi aksiomatik (musallamah) yang kebenarannya tidak perlu pembuktian dan relasi hipotetik (nazhariah) yang harus dibuktikan kebenarannya. Alat pembuktian itu disebut demonstrasi (sylogisme). Dengan demikian, pokok bahasan mantik tersimpul pada empat komponen, yaitu pembahasan tentang tashawwur, had (definisi), tashdiq dan sylogisme. Di atas kita telah membahas tentang makna tashawwur dan tashdiq, maka pembahasan berikutnya adalah tentang had dan sylogisme.
1. Definisi (Had)
Ahli mantik sepakat bahwa definisi menghasilkan pengetahuan hakikat sesuatu
dan tanpanya pengetahuan tashawwur tidak bisa didapatkan. Untuk membuat
sebuah definisi sempurna, harus diperhatikan beberapa aturan (qanun)
penting berikut ini. Aturan pertama, definisi adalah jawaban untuk sebuah
pertanyaan. Karena bentuk pertanyaan yang dilontarkan bermacam-macam, maka
jawabannya pun bermacam-macam pula, sehingga mempengaruhi bentuk definisi.
Memahami bentuk pertanyaan dengan demikian menentukan kualitas sebuah
jawaban, maka pembahasan tentang bentuk-bentuk pertanyaan harus dikuasai
terlebih dahulu. Pertanyaan "apa" menuntut tiga hal: penjelasan kata (apa
itu reformasi? Reformasi adalah pembentukan kembali), penjelasan tentang
uraian sesuatu yang membedakannya dengan sesuatu yang lain dengan ciri-ciri
lazimnya (apa itu khamr? Khamr adalah benda cair yang berbusa), dan
penjelasan hakikat serta essensi sesuatu (apa itu khamr? Khamr adalah
minuman memabukkan yang dibuat dari perasan anggur).
Definisi pertama disebut definisi lafzhi, sebab hanya menjelaskan makna kata. Kedua disebut rasmi, sebab hanya menjelaskan ciri eksternal (rasm) sesuatu, bukan
hakikatnya. Dan yang ketiga disebut definisi hakiki, sebab ia menjelaskan
hakikat dan essensi sesuatu dengan mendalam. Pertanyaan 'mengapa' menuntut
pembuktian dengan sylogisme yang akan dijelaskan nanti. Dan pertanyaan 'yang
mana' meminta pemilahan antara dua hal yang hampir serupa. Pertanyaan dengan
"bagaimana", "dimana", "kapan" dan bentuk-bentuk lain termasuk dalam
penjelasan dari pertanyaan "apakah"' yakni menuntut penjelasan tentang sifat
sesuatu. Aturan kedua, seorang pembuat definisi harus bisa membedakan antara sifat
essensial (dzati), aksidental ('aridh) dan lazim dari sesuatu. Sifat essensial (dzati) adalah sifat yang masuk dalam essensi dan hakikat sesuatu, tidak mungkin sesuatu itu dipahami tanpa menyertakan sifat ini. Contoh sifat essensial adalah makna "warna" yang dipahami dari kata "hitam", dan makna "benda" dari kata "pohon", misalnya. Sifat lazim adalah sifat yang selalu menyertai benda namun pemahaman hakikat benda itu tidak tergantung padanya.
Seperti bayangan yang menyertai fostur manusia ketika matahari terbit. Memahami hakikat manusia bisa dilakukan tanpa menyertai kata bayangan sedikitpun. Sifat aksidental ('aridh) adalah sifat yang harus menyertai benda namun bisa hilang cepat atau lambat. Untuk menyusun sebuah definisi yang logis, diperlukan sifat essensial untuk menjelaskan hakikat sesuatu. Sifat essensial terbagi menjadi umum, selanjutnya disebut genus (jins), dan khusus, selanjutnya disebut spesies (nau'). Makhluk adalah genus untuk kata manusia, binatang dan tumbuhan. Selanjutnya, manusia adalah genus untuk kata Usman, Fatimah dan lain-lain.
Aturan ketiga, dalam membuat definisi logis, pertama kali yang harus Anda
lakukan adalah memasukkan semua komponen definisi, yakni genus dan
differensia (fashal). Contoh, manusia adalah hewan (genus) yang berpikir (differensia). Kedua, Anda harus inventaris sifat-sifat essensial dari obyek yang hendak didefinisikan. Ketiga, jika Anda menemukan genus yang dekat, jangan pilih yang lebih jauh. Contoh, genus terdekat untuk khamar adalah minuman, maka jangan pilih kata benda cair untuk mendefinisikannya. Keempat, hindari sebisa mungkin kata-kata samar dan kiasan. Singkatnya,sebuah definisi yang baik harus terbuka-tertutup (muththarid wa mun'akis), yakni terbuka untuk semua entitas dari sesuatu yang hendak didefinisikan (kulli fardin min afrad al mu'arraf) dan tertutup untuk selain entitas-entitas itu.
2. Sylogisme
Ahli mantik sepakat bahwa sylogisme adalah satu-satunya jalan mencapai
pengetahuan tashdiq dan melahirkan pengetahuan meyakinkan. Sylogisme adalah
beberapa proposisi yang disusun sedemikian rupa dengan syarat-syarat
tertentu sehingga melahirkan kesimpulan (natijah) yang dicari. Proposisi ini
disebut premis (muqaddimah), ysng terbagi dua menjadi mayor (muqaddimah
kubra) dan minor (muqaddimah shughra). Sylogisme yang baik adalah yang
tersusun dari premis-premis sahih dan meyakinkan, serta disusun dengan cara
yang benar. Ibarat membangun sebuah rumah, yang harus diperhatikan pertama
kali adalah bahan material (batu, semen dan kayu) yang membentuk rumah itu,
kemudian cara pembuatannya dan terakhir bentuk rumah tersebut. Begitu juga
dalam membangun sebuah sylogisme, yang harus diperhatikan pertama kali
adalah kata dan makna yang menjadi materi premis, kemudian cara penyusunan
premis-premis yang sah, lalu bentuk sylogisme yang dapat menghasilkan
kesimpulan. Maka pembahasan sylogisme ini akan dimulai dengan pembahasan
tentang makna dan kata, dilanjutkan dengan pembahasan tentang cara
penyusunan premis dan terakhir pembahasan tentang bentuk-bentuk sylogisme.
a. Makna dan Kata
Penunjukan kata untuk makna terjadi dalam tiga bentuk: muthabaqah, tadhdmmun
dan iltizam. Kata rumah disebut muthabaqah jika merefers kepada makna rumah secarakonvensional. Disebut tadhammun jika kata tersebut merefers kepada atap saja, misalnya. Dan relasi sebuah kata dengan makna disebut iltizam jika kata tersebut merefers kepada hal yang diluar pengertian kata itu namun sesuatu yang selalu mengiringinya. Seperti menyebut kata atap untuk menunjuk tembok. Relasi kata dan makna yang lain adalah sebuah kata disebut mu'ayyan jika hanya merujuk kepada satu obyek tertentu, namun jika merujuk kepada banyak obyek disebut mutlaq. Contoh mu'ayyan, kata Zaid, Ahmad dan lain-lain.
Contoh mutlaq, kata manusia, pohon dan seterusnya. Pembagian kata yang lain adalah mutaradifah, mutabayinah, mutawathiah dan musytarakah. Hubungan antara kata "bisa" dan "racun" disebut mutaradifah (sinonim). Hubungan antara kata "singa", "langit", "kunci" disebut mutabayinah (tak ada kesamaan). Hubungan antara kata "Zaid", "Ahmad", "Hasan" dengan kata laki-laki disebut mutawathiah (hiponimi). Hubungan antara kata "bisa" yang berarti racun dan kata "bisa" yang berarti mampu disebut musytarakah (homonim).
b. Proposisi
Penyusunan dua makna yang melahirkan justifikasi benar-salah disebut
proposisi (qadhiyah). Proposisi terbagi empat: ta'yin (contoh, Zaid seorang
sekretaris), umum (contoh, setiap benda pasti berbobot), khusus (contoh,
sebagian manusia berilmu) dan muhmal (contoh, manusia dalam kerugian).
c. Kontradiksi
Suatu proposisi kadang dengan mudah disimpulkan kebenarannya hanya dengan
melihat kelirunya proposisi yang menjadi lawannya. Contoh, alam ini kekal atau alam ini tidak kekal. Jika proposisi yang pertama benar, maka yang kedua salah, demikian sebaliknya. Syarat sahnya kontradiksi ada enam, yaitu satu dalam subyek, satu dalam predikat, satu dalam relasi (idhafah), satu alam potensi dan aktual, satu dalam universal dan partikular, satu dalam
tempat dan waktu.
d. Macam-macam Qiyas (Sylogisme)
Ahli mantik berkata bahwa dalil yang menghasilkan pengetahuan hanya tiga,
yaitu deduksi, induksi dan penyerupaan (tamtsili). Sebab pembuktian hanya
bisa dilakukan dengan pembuktian universal atas particular (kulli 'ala juz'i), partikular atas universal (juz'i 'ala kulli) dan partikular atas particular (juz'i 'ala juz'i). Yang pertama disebut deduksi (menempati peringkat pertama dalam pembuktian). Yang kedua disebut induksi (menempati peringkat kedua). Dan yang ketiga disebut penyerupaan (menempati peringkat terendah). Qiyas penyerupaan adalah perpindahan dari satu particular ke particular lain yang memiliki keserupaan dalam sifat dengannya. Qiyas ini sering digunakanpara fuqaha dalam menyimpulkan hukum syar'i atas sesuatu. Jika seseorangbertanya, "Apa itu roti," lalu diperlihatkan kepadanya sebuah roti, maka selanjutnya ia akan menyebut roti untuk sesuatu yang serupa dengan yang ia lihat itu, meski bentuk dan warnanya berbeda. Induksi terbagi dua: jika bagian-bagiannya (al afrad) terbatas sehingga bisa diteliti semuanya maka induksi ini sempurna dan melahirkan pengetahuan meyakinkan. Namun jika bagian-bagiannya takterbatas sehingga hanya menetapkan hukum atas sebagian besarnya, maka disebut induksi tidak sempurna dan tidak menghasilkan keyakinan (zhan). Terakhir deduksi, jika premis-premisnya terdiri dari materi meyakinkan dengan bersandarkan kepada dalil-dalil aksiomatik (yaitu inderawi lahir, perasaan batin, ekperimental, berita mutawatir dan kepastian rasional),
menghasilkan kesimpulan meyakinkan. Qiyas ini disebut demonstrasi (burhan).
Jika tidak, maka salah satu dari retorika (khithabi), dialektika (jadali),
poetika (syi'ri) atau sofistika (sufusthah).
e. Bentuk demonstrasi
Bentuk demonstrasi ada tiga: Bentuk pertama, yakni proposisi yang saling
sepadan (ta'adul) terdiri dari tiga skema; Pertama, illat (kopula) berada di predikat (premis I) dan di subyek (premis II).
Setiap bir memabukkan.
Setiap yang memabukkan hukumnya haram
Kesimpulan : Setiap bir hukumnya haram
Kedua, illat berada di predikat kedua premis.
Sang Pencipta tidak tersusun
Setiap benda tersusun
Kesimpulan : Sang Pencipta bukan benda
Ketiga, illat berada di subyek kedua premis.
Setiap hitam adalah sifat
Setiap hitam adalah warna
Kesimpulan : Sebagian sifat adalah warna
Bentuk kedua, yaitu proposisi yang saling menentukan (talazum). Pakar logika
menyebutnya syarat bersambung (syarti al muttashil). Bentuk ini terdiri dari
empat skema, namun hanya dua yang berkesimpulan. Keduanya adalah:
Pertama, menerima sebab berarti menerima akibat.
Jika shalat sah, maka pelakunya suci (telah berwudhu)
Shalat itu sah
Kesimpulan : pelakunya suci
Kedua, menerima negasi akibat berarti menerima negasi sebab.
Jika shalat sah, maka pelakunya suci (telah berwudhu)
Pelakunya tidak suci
Kesimpulan : shalatnya tidak sah
Kedua skema yang tidak berkesimpulan adalah:
Pertama, menerima akibat belum tentu menerima sebab.
Jika shalat sah, maka pelakunya suci (telah berwudhu)
Pelakunya suci, tapi belum tentu shalatnya sah (sebab boleh jadi shalat itu batal karena hal lain).
Kedua, menerima negasi sebab, belum tentu menyimpulkan akibat atau negasi akibat.
Jika shalat sah, maka pelakunya suci (telah berwudhu)
Shalatnya tidak sah, belum tentu karena pelakunya tidak suci.
Bentuk ketiga, disebut bentuk saling menentang (ta'anud). Pakar logika
menyebutnya syarat terpisah (syarti al munfashil), sementara ahli kalam
menyebutnya Sabr wa Taqsim. Bentuk ini juga terbagi menjadi empat
pengandaian:
Contoh: Alam ini kekal atau diciptakan
Pengandaian pertama: Alam ini diciptakan
Kesimpulan: Alam ini tidak kekal
Pengandaian kedua: Alam ini kekal
Kesimpulan: Alam ini tidak diciptakan
Pengandaian ketiga: Alam ini tidak diciptakan
Kesimpulan: Alam ini kekal
Pengandaian keempat: Alam ini tidak kekal
Kesimpulan: Alam ini diciptakan
f. Mantik di Dalam Al Qur'an?
Menariknya, Abu Hamid al Ghazali mengatakan bahwa Al Qur'an menggunakan tiga
cara penyimpulan logis ini (ta'adul, talazum dan ta'anud) dalam menjawab
argumentasi penentangnya. Sang Hujjatul Islam menamakan ketiganya dengan
'Neraca Al Qur'an' (mizan Al Qur'an), serta menafsirkan ayat-ayat Al Qur'an
yang menyebut mizan dengan model pembuktian logis ini. Untuk neraca ta'
anud, Al Ghazali mengajukan tiga ayat yang sekaligus menandai tiga bentuk
skemanya. Ayat pertama, ucapan Ibrahim As ketika berdebat dengan Namruz,
"Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka (jika kau Tuhan)
terbitkanlah dari barat!" (Qs Al Baqarah [2]: 258). Al Ghazali kemudian
merangkainya dalam bentuk burhan, ia berkata:
Setiap yang mampu menerbitkan matahari adalah tuhan (premis I)
Allah mampu menerbitkan matahari (premis II)
Kesimpulan: Allah tuhan
Al-Ghazali menamakan skema pertama dari neraca ta'adul ini dengan neraca
besar. Berikutnya adalah neraca pertengahan, yaitu terdapat dalam ayat (masih tentang Ibrahim As, kali ini ketika ia mencari tuhan lalu kebetulan melihat bulan), "Ketika bulan itu terbenam, ia berkata aku tak suka sesuatu yang tenggelam." (Qs Al An'am [6]: 7) Uraiannya sebagai berikut:
Bulan tenggelam
Tuhan tidak mungkin tenggelam
Kesimpulan: Bulan bukan tuhan
Skema terakhir dari neraca ta'adul adalah neraca kecil, yaitu terdapat dalam firman Allah, "Mereka tidak menghargai Allah dengan seharusnya ketika mereka berkata Allah tidak menurunkan (wahyu) apapun kepada manusia. Katakanlah, 'Lalu siapa yang menurunkan Kitab kepada Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia?'" Uraian logisnya sebagai berikut:
Musa As manusia
Musa As menerima wahyu (Al Kitab) dari Allah
Kesimpulan: Sebagian manusia ada yang menerima wahyu
Neraca talazum terdapat dalam ayat, "Jika ada tuhan selain Allah, niscaya langit dan bumi akan hancur." (Qs Al Anbiya [21]: 22). Rinciannya:
Jika di dunia ini ada tuhan lain, maka dunia akan hancur
Nyatanya dunia tidak hancur
Kesimpulan: Tidak ada tuhan lain
Terakhir, neraca ta'anud terdapat dalam ayat, "Katakanlah (wahai Muhammad),
'Siapa yang memberi rizki kepada kalian dari langit dan bumi?' katakanlah,
'Allah, dan kami atau kalian yang mendapat petunjuk atau dalam kesesatan
yang nyata.'" (Qs Saba [34]: 24). Uraiannya adalah:
Kami atau kalian (salah satu dari kita) berada di dalam kesesatan
Kami tidak dalam kesesatan
Kesimpulan: Kalian berada dalam kesesatan
Perhatikan bagaimana Al Ghazali menempatkan mantik bukan sebagai warisan
tradisi Hellenistik, tetapi merupakan bagian inheren dari Al Qur'an. Maka
jangan heran jika kemudian hari Hujjatul Islam ini memfatwakan bahwa
mempelajari ilmu mantik sebuah fardhu kifayah, dan barangsiapa tidak
menguasai ilmu ini pengetahuannya patut diragukan.
Ibn Taymiah dan Kritik Mantik
Abul Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Abdullah Ibn Taymiah
lahir di Haran pada Rabi' ul Awal 661 H. Pada tahun 667 H, ayahnya
membawanya ke Damaskus ketika bangsa Tartar menyerbu Haran. Di kota ini, ia
mempelajari hadis, fiqih, ushul, tafsir bahkan juga fiksafat dan logika.
Allah menganugerahinya banyak buku, kecerdasan dalam memahami sesuatu serta
hafalan kuat sehingga tidak pernah melupakan sesuatu yang pernah dihafalnya.
Selain itu, ia juga seorang zuhud dan ikhlas dalam memerintahkan kebaikan
dan melarang kemunkaran. Persengketaan yang terjadi antara dirinya dan para
pendengki membuahkan penahanan dirinya di benteng (qal'ah) Damaskus, dekat
makam Abu Darda. Setelah beberapa hari menderita sakit dipengasingannya,
pada tahun 728 H beliau meninggal dunia lalu dimakamkan di pekuburan Shufiah
dengan diiringi ribuan manusia. Ibn Taymiah terkenal sebagai ulama yang sangat keras mempertahankan sunnah dan menentang bid'ah. Termasuk dalam hal ini adalah penentangannya terhadap mantik sebagai produk pemikiran Yunani yang bertentangan dengan tradisi para salaf saleh. Buku-bukunya tentang hal ini antara lain adalah Naqdh
ul-Mantiq, Ar-Rad 'ala Manthiqiyyin dan Nashihat Ahl il-Iman fir Radd 'ala
Mantiq il-Yunan. Dalam tulisan kali ini, saya akan memfokuskan pembahasan
kritik mantik Ibn Taymiah kepada satu pengantar, yaitu pernyataan bahwa
hukum mempelajari mantik adalah fardhu kifayah, dan dua bahasan pokok yang
berkenaan dengan definisi dan sylogisme.
a. Pengantar: Mantik Wajib Dipelajari?
Penegasan Al Ghazali yang menyatakan bahwa hukum mempelajari mantik fardhu
kifayah menyulut kritikan dari berbagai ulama hingga berabad-abad kemudian.
Abu Bakar Ibn Al 'Arabi, murid Al Ghazali sendiri, mengomentari, "Al
Ghazali, guru kita, menelan filsafat lalu mencoba memuntahkannya kembali,
namun ia tidak bias. Abu Amr Ibn Shalah menolak pendapat Al Ghazali dan
mengatakan bahwa setiap orang yang otaknya cerdas otomatis berpikirnya logis
tanpa harus belajar mantik. Berdiri dalam barisan penolak ini, Ibn
Taymiah berkata, "Pendapat Abu Hamid (Al Ghazali) ini salah besar, baik
dilihat dari segi rasional maupun agama. Dari segi rasional, terbukti bahwa
manusia-manusia cerdas yang berbicara tentang ilmu bisa menguraikan
pengetahuan mereka tanpa mantik Yunani. Secara agama, siapapun tahu bahwa
agama tidak pernah mewajibkan kita untuk mempelajari mantik.
Ibn Taymiah juga menyalahkan penafsiran kata al mizan dalam Al Qur'an dengan
mantik Yunani dengan beberapa alasan. Pertama, Allah telah menurunkan Neraca
Qur'ani jauh sebelum Aristoteles menemukan mantik. Kedua, umat Islam telah
menggunakan Neraca Qur'ani ini sebelum buku-buku mantik diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab. Ketiga, sejak masa penerjemahan buku-buku ini hingga
sekarang, tokoh-tokoh Islam selalu mengajukan keberatannya terhadap mantik
dan menulis bantahan-bantahan terhadapnya. Neraca yang Allah turunkan
bersama Al Kitab itu, menurut Ibn Taymiah, adalah neraca keseimbangan (mizan
'adilah) yang memuat aktualisasi fitrah manusia yang menyamakan dua hal yang
mirip satu sama lain (mutamatsilain) dan memisahkan dua hal yang berbeda
(mukhtalifain). Sebagai contoh, firman Allah, "Apakah kalian mengira bahwa
kalian akan masuk surga padahal kalian belum menemui (kesulitan) seperti
umat sebelum kalian?" (Qs Al Baqarah [2]: 214) dalam menyamakan antara
generasi saat ini dengan generasi sebelumnya. Dan Allah berfirman, "Apakah
(kalian mengira) bahwa Kami akan memperlakukan orang-orang yang beriman
seperti para durjana?" (Qs Al Qalam [68]: 35) dalam membedakan antara kedua
golongan yang berbeda ini.
b. Bantahan Terhadap Definisi
Benarkah pengetahuan tashawwuri tidak bisa diperoleh tanpa definisi logis
dengan lima universalitasnya (kulliyat al khams), yakni genus (jins),
differensia (fashl), species (nau'), aksiden umum ('ardh 'am) dan aksiden
khusus ('ardh khash)? Ibn Taymiah mengajukan 11 kritik untuk membantah
pernyataan ini. Pada kesempatan kali ini, saya hanya akan mencantumkan empat
dari sebelas kritik itu.
1. Penegasian (nafy), seperti juga penetapan (itsbat), jika bukan
aksiomatik harus dilandasi bukti. Karena tidak ada bukti yang mendukungnya,
maka pernyataan ini wajib ditolak.
2. Jika definisi adalah ucapan seorang pembuat definisi, maka ia telah
mengetahui benda yang akan didefinisikan ini lewat definisi atau tidak. Jika
ya, maka mewajibkan argumentasi berputar (daur) dan berantai (tasalsul) yang
tidak akan habis. Jika tidak, maka batal ucapan negasi mereka.
3. Konsepsi hakikat tidak bisa dilakukan kecuali lewat definisi hakiki
yang terdiri dari essensi universal (musytarakah) dan terpilah (mutamayyizah), yakni yang tersusun dari genus dan defferensia, dan ini mustahil atau sangat sulit sebagaimana pengakuan mereka sendiri. Dengan demikian, mustahil atau sangat sulit mengkonsepsikan hakikat, padahal terbukti hakikat itu bisa dikonsepsikan manusia, maka batallah pernyataan
mereka.
4. Benda-benda konseptual bisa diketahui dengan indera lahir (seperti
warna, rasa dan bau) atau dengan indera batin (seperti lapar, cinta, benci,
keinginan dan lain-lain). Semua ini bisa diketahui tanpa memerlukan definisi. Jadi, batal pernyataan mereka bahwa konsepsi (tashawwur) tidak bisa dicapai tanpa definisi. Persoalan berikutnya, benarkan definisi menghasilkan pengetahuan tentang hakikat sesuatu? Menurut Ibn Taymiah, definisi tidak memberikan pengetahuan tentang hakikat, akan tetapi hanya membedakan sesuatu dari lainnya. Definisi seperti nama, hanya membedakan seseorang dari orang lain tanpa menjelaskan hakikatnya. Untuk ini, Ibn Taymiah mengajukan beberapa bukti 1. Definisi hanyalah pernyataan pembuatnya tanpa bukti. Ketika seseorang berkata, "Manusia adalah hewan yang berpikir", ini hanya kalimat informatif tanpa bukti. Maka sudahkah pendengar mengetahui kebenarannya tanpa ucapan ini atau belum? Jika sudah, definisi ini tidak menghasilkan pengetahuan tentang sesuatu itu. Jika belum, bagaimana ia bisa meyakini kebenarannya hanya berdasarkan informasi satu orang yang tidak terjaga dari
kesalahan?
2. Mereka berkata bahwa definisi tidak bisa dibuktikan, hanya bisa
ditentang. Jawab: jika seorang pembuat definisi tidak mengajukan bukti,
pendengar bisa saja tidak menerima definisi itu. Sebab ia tidak bisa
mengetahui sesuatu yang didefinisikan itu tanpa ucapannya, sementara
ucapannya mengandung kemungkinan benar dan salah, maka ia bisa menolak
menerimanya. Sumber kesalahan ahli mantik yang lain adalah pemilahan antara hakikat dan wujud sesuatu. Menurut mereka, keduanya ada di alam nyata. Jadi,
hakikat-hakikat universal dari benda-benda parsial, seperti manusia, kuda
dan lain-lain, adalah realitas sebagaimana wujudnya yang kita lihat ini.
Realitas-realitas ini azali dan tidak bisa berubah, inilah yang mereka sebut
sebagai "ide-ide platonis". Menurut Ibn Taymiah, ini pemilahan yang sangat
keliru. Pemilahan yang benar adalah pemilahan antara abstraksi yang ada di
otak manusia dengan benda yang ada di alam nyata, sebab pemilahan ini tak
diragukan kebenarannya. Dan hakikat berada di alam nyata, bukan di benak
manusia (al haqiqah fil a'yan la fil azhan). Sementara memperkirakan adanya
hakikat yang tidak didukung dalil ilmiah dan realitas hanyalah sebuah
kebodohan.
c. Bantahan Terhadap Sylogisme
Menurut Ibn Taymiah, sylogisme tidak menghasilkan apa-apa selain kerumitan
dan kepusingan. Seperti orang yang ditanya, "Mana telingamu?", ia lalu
mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi kemudian menunjukkan telinga
kirinya. Meski begitu, Ibn Taymiah mengakui bahwa sebuah sylogisme yang
terdiri dari premis-premis meyakinkan (atau disebut demonstrasi [burhan])
menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Kritik Ibn Taymiah hanya ditujukan
kepada pernyataan mereka bahwa sylogisme satu-satunya cara mencapai
kesimpulan meyakinkan dengan menafikan cara-cara lainnya. "Mereka benar
dalam apa yang mereka tetapkan, namun keliru dalam apa yang mereka
negasikan," demikian Ibn Taymiah, "dan negasi mereka inilah sumber kesesatan
dan kefasikan mereka. Ibn Taymiah kemudian menyebutkan bukti-bukti kelirunya pernyataan ini. Ia menyebutkan bahwa para nabi dan para wali memiliki pengetahuan yang merekaperoleh tanpa jalan sylogisme. Begitu juga, ilmu firasat yang terbukti kebenarannya, diperoleh tanpa sylogisme. Bagi orang tertentu, terbit bintang tertentu menunjukkan arah Ka'bah, terbitnya bintang ini menunjukkan tenggelam atau terbitnya bintang lain di ufuk, dan lain-lain. Allah berfirman, "Dan dengan bintang, mereka mendapatkan petunjuk." Juga, bagi orang yang mengetahui jarak antar bintang, melihat posisi bintang memberitahunya waktu malam yang tersisa. Begitu juga, orang tertentu bisa mengetahui nama negeri yang ia datangi dengan gunung, sungai dan angin yang ia lihat dan rasakan. Semua ini tidak menggunakan sylogisme logis ala Yunani sama sekali.
Oleh karena itu, para tokoh muslim tidak menggunakan dalil sylogisme ini. Sebab menurut mereka, dalil adalah sarana yang membawa kepada tujuan. Yakni mengetahui dalil harus membawa kepada pengetahuan yang dituju, atau kepada keyakinan yang benar. Mereka lebih menyukai pembuktian dengan dalil persamaan (tamsil), sebab pembuktian ini lebih meyakinkan dan lebih dekat dengan metode Al Qur'an. Pembuktian ini bertumpu kepada dalil sesuatu melazimkan sesuatu yang lain, atau keduanya saling me-lazim-kan.
Contoh: adanya alam semesta melazimkan adanya pencipta. Selain itu,
pembuktian ini juga bertumpu kepada kemungkinan yang benar-benar nyata
(imkan khariji), bukan kemungkinan rasional semata (imkan dzihni) yang belum
tentu ada kenyataannya. Kemungkinan nyata dapat diketahui dengan melihat
terjadinya sesuatu yang mirip dengannya atau yang lebih sulit darinya. Ini
cara Al Qur'an dalam membuktikan adanya hari kebangkitan. Yakni dengan
menguraikan fakta historis terjadinya kebangkitan orang yang telah mati
sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Musa, penghuni gua (ashhabul kahfi),
dan mukjidzat Nabi Isa. Atau dengan menjelaskan proses penciptaan manusia,
sebab menghidupkan kembali lebih mudah daripada menciptakannya pertama
kali.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengaruh ibn Taymiah: Ketika sekilas saya mengamati buku "Kubra Al Yaqiniat Al Kauniah: Wujud ul-Khaliq wa Wazifat ul-Makhluq" karya Dr Said Ramadhan Al Buthi, saya
menemukan sedikit peninggalan Ibn Taymiah di dalamnya. Dalam pengantar
cetakan ketiga-nya, Dr Said menulis, "Apakah dalam menguraikan pembahasan
akidah islamiah dalam buku ini kami berpedoman kepada filsafat Yunani dan
logika formal (mantik shuri)? Kami tidak menggunakannya sama sekali. Kami
hanya menyajikan kepada pembaca dalil-dalil dan bukti-bukti yang diakui
akurasinya sepanjang sejarah meski diungkapkan dengan bahasa yang
berbeda-beda. Selanjutnya, setelah menyebutkan kekurangan dan kelebihan mantik, Dr Buthi
berkata, "Kami tidak berkata bahwa filsafat Yunani dan logika Aristoteles
semuanya salah. Tidak ada alasan sama sekali untuk menutup mata dan pikiran
darinya. Di dalamnya banyak hal yang bermanfaat, namun banyak pula yang
menyulut kritikan dari para ulama dan filosof muslim. Orang yang selalu
hendak membangun pemikirannya dengan dasar-dasar ilmiah harus mampu memilih
yang baik dari orang lain, daripada menolaknya sama sekali. Ini
pendirian Ibn Taymiah yang mengakui adanya hal-hal positif dalam mantik,
karena itu ia tidak membantah demonstrasi yang didukung premis-premis
meyakinkan, meski negatifnya lebih banyak daripada positifnya.
Kemudian, di pembukaan (tamhid) yang membandingkan metode ilmiah pemikir
muslim dan pemikir Barat, Dr Buthi menyebutkan bahwa analisa rasional yang
digunakan kaum muslimin dalam membahas sesuatu yang tidak diberitakan oleh
Al Qur'an dan hadis mutawatir adalah dilalah iltizam dan qiyas 'illat.
Dan keduanya benar-benar metode alternatif yang ditawarkan Ibn Taymiah.
Wallahu A'lam bish-shawwab.
B. Saran
Penyusun makalah ini hanya manusia biasa yang dangkal ilmunya, yang hanya mengandalkan buku referensi. Maka dari itu penyusun menyarankan agar para pembaca yang ingin mendalami masalah Ilmu Mantik, agar setelah membaca makalah ini, membaca sumber-sumber lain yang lebih komplit, tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja.
DAFTAR PUSTAKA
Al Buthi, Said Ramadhan. 1998. Kubra Al Yaqiniat il Kauniah: Wujud ul-Khaliq wa Wazifat ul-Makhluq. Damaskus: Dar ul-Fikr
Khaldun, Abdurrahman bin. 2003. Diwan ul-Mubtada wal Khabar fi Tarikh 'Arab wal Barbar wa man 'asharahum min Dzaw il-Sya'n il-Akbar (Muqaddimah Ibn Khaldun) Damaskus: Dar ul-Fikr.
Muflih bin Ibrahim ,Muhammad bin. 1990. Al Maqshad Al Al Arsyad fi Dzikr
Ashhab Al Imam Ahmad. Riyad: Maktabah Rusyd.
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Mantik yang dibimbing oleh: Bapak Drs. H. Nahrawi, M.Pd.
Disusun oleh :
NURKHOLIS
FAKULTAS AGAMA ISLAM
SEMSTER IV B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG ( UMT )
Sekretariat : Jl. Perintis Kemerdekaan I / 33 Cikokol - Kota Tangerang - Banten 15118
TANGERANG
2011 M / 1432 H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur kami penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat-Nya kepada kita semua selaku para hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju terangnya Iman dan Islam, sehingga kami penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Alasan kami penulis memilih judul:"MANTIK; HAKIKAT DAN SEJARAHNYA" adalah agar kami lebih memahami tentang masalah Mantik; Hakikat dan Sejarahnya dan sebagai salah satu tugas kuliah pada semester IV B fakultas Agama Islam pada mata kuliah Ilmu Mantik.
Dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Bapak. H. Ahmad Badawi S.Pd, M.M selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang.
2. Bapak Drs. H. Nahrawi, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Mantik.
3. Rekan-rekan seperjuangan dalam menuntut ilmu di Kampus Universitas Muhammadiyah.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami penulis khususnya dan rekan-rekan mahasiswa umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan diskusi atau pun ilmu pengetahuan kami selanjutnya dimasa yang akan datang.
Tangerang, 02 Juli 2011 M
30 Rajab 1432 H
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………1
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………..1
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………1
D. Sistematika Penulisan…………………………………………………………………2
BAB II MANTIK; HAKIKAT DAN SEJARAHNYA …………………………………...3
A. Hakikat Mantik………………………………………………………………………..3
B. Sejarah Mantik………………………………………………………………………..5
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………….9
A. Kesimpulan………………………………………………………………………......9
B. Saran…………………………………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menuju keharusan ijtihad guna mengiringi gerak zaman memaksa kita untuk
mengkaji semua perangkat yang mendukung sahnya sebuah ijtihad. Sebab
ijtihad, yang disebut ahli ushul sebagai pengerahan segenap upaya (bazlul
majhud) untuk menyimpulkan hukum syara' dari sumber-sumber aslinya, bukan
perkara mudah. Paling tidak, upaya ini memaksa kita untuk mengkaji ulang
furu' dan ushul fiqih kita, bahkan pola pikir yang mendasari produk
pemikiran ini. Salah satunya adalah pembahasan tentang mantik sebagai
aturan-aturan berpikir yang, diakui atau tidak, berpengaruh sangat besar
dalam proses penyimpulan hukum. Berikut ini diskusi antar generasi yang
terpisahkan jarak ratusan tahun, dengan Al Ghazali dan Ibn Taymiah sebagai
aktor pelakunya.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat kami penulis rumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apa itu Hakikat Mantik?
2. Apa itu Sejarah Mantik?
C . Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Hakikat Mantik.
2. Untuk mengetahui Sejarah Mantik .
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi 3 bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II MANTIK; HAKIKAT DAN SEJARAHNYA
Mantik; Hakikat dan Sejarahnya berisi uraian tentang Hakekat Mantik dan Sejarah Mantik.
BAB III PENUTUP
Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka berisi referensi kami penulis dalam menyusun makalah ini.
BAB II
MANTIK; HAKIKAT DAN SEJARAHNYA
A. Hakikat Mantik
Salah satu perbedaan manusia dari binatang adalah kemampuannya untukmengabstraksi sesuatu. Yakni, ketika inderanya mencerap suatu benda, akal bekerja melepaskan benda itu dari sifat-sifat material, lalu membandingkannya dengan benda-benda lain yang serupa dengannya dan memproduksi sebuah konsep bersama. Akal terus menerus mengabstraksi hingga mencapai sebuah konsepsi universal paling abstrak (basith) yang mewadahisemua wujud. Ketika ia melihat manusia, misalnya, imajinasinya mengabstraksi benda itu menjadi sebuah spiecies (nau') yang menaungi semua manusia yang lain. Ia kemudian membandingkan konsep ini dengan konsep binatang, lalu mengabstraksinya menjadi sebuah genus (jenis) yang menaungi keduanya. Proses abstraksi ini berlanjut ketika ia membandingkannya dengan konsep tumbuhan, demikian seterusnya hingga mencapai genus tertinggi yang disebut substansi (jauhar). Pada saat itu, akal berhenti mengabstraksi. Ahli mantik berkata bahwa pengetahuan yang dicapai manusia hanya dua macam, yakni tashawwur (pengetahuan konseptual),tanpa menetapkan hukum apa-apa atasnya, dan tashdiq (pengetahuan relasional) antara dua hal dengan menetapkan penilaian benar atau salah. Atas dasar ini, aktifitas berpikirmanusia hanyalah menyusun satu persatu konsepsi universal (kulliyyat) di otaknya untuk menghasilkan konsepsi universal baru yang sesuai dengan realitas, atau menilai sesuatu dengan sesuatu lainnya. Aktifitas berpikir ini bisa keliru dan bisa juga benar. Maka dibutuhkan sebuah aturan-aturan berpikir tertentu untuk menjaga akal dari kekeliruan berpikir. Dan kumpulan aturan-aturan berpikir itu disebut mantik (logika).
B. Sejarah Mantik
Sebenarnya, Aristoteles bukan orang pertama yang menyusun aturan-aturan berpikir ini, sebab sebelumnya Socrates dan Plato pernah berbicara tentang hal ini. Namun karena Aristoteles adalah orang pertama yang mengumpulkan danmenyusunnya, menetapkannya sebagai kunci ilmu pengetahuan serta menulisnya dalam sebuah karya, ia digelari sebagai "guru pertama". Organon, bukunya tentang mantik, terdiri dari delapan bagian: Categoria (membahas tentang genus dan bagian-bagiannya), Hermeneutika (tentang proposisi), Sylogisme (tentang qiyas), Demonstrasi (tentang qiyas yang menyimpulkan keyakinan), Dialektika (ilmu debat),Sofistika (qiyas yang menyesatkan), Retorika (seni agitasi massa) dan Poetica (seni menyusun kata-kata puitis). Pada masa penerjemahan literatur asing atas perintah Khalifah Al Makmun (w.218 H), buku-buku ini menarik perhatian banyak cendikiawan muslim pada saat itu hingga beberapa dekade setelahnya. Abu Nashr Al Farabi, Abu Ali Ibn Sina dan Ibn Rusyd menulis berbagai komentar dan penjelasan tentang cabang ilmuini. Kemudian datang generasi selanjutnya yang menyempurnakan ilmu ini
dengan memandangnya sebagai ilmu tersendiri, bukan hanya ilmu alat (organon), dengan menambah yang kurang dan membuang yang tidak perlu. Orang pertama yang melakukan ini adalah Imam Fajruddin bin Al Khatib laluAfdhaluddin Khawanji. Proyek mereka sungguh sukses sehingga berhasil menenggelamkan karya tokoh-tokoh sebelumnya danmengalahkan metode mereka.
Al Ghazali dan Mantik
Sejak awal kehadirannya di dunia Islam, mantik menyalakan perdebatan sengit
di kalangan para ulama, terutama ahli kalam. Mereka sangat anti kepada
mantik dan melarang manusia untuk mempelajarinya. Ibn Khaldun berkata bahwa
antipati ini lahir karena persinggungan prinsip ilmu kalam dengan mantik
yang melahirkan pilihan: terima mantik maka tinggalkan kalam atau terima
kalam maka tinggalkan mantik. Padahal, ilmu kalam adalah ilmu dasar yang
bertugas menetapkan akidah islamiah menyangkut keesaan Allah dan kebaharuan
alam semesta. Bahkan Al Qadhi Abu Bakar Al Baqillani menyatakan bahwa
prinsip-prinsip ilmu kalam adalah bagian dari akidah. Menyerangnya sama
dengan berusaha menghancurkan sendi-sendi akidah islamiah. Kemudian datang Hujjatul Islam Abu Hamid Al Ghazali (w. 505 H) yang mendamaikan keduanya. Kharisma dan argumentasinya berhasil mengakhiri perdebatan ini dan membuat ilmu mantik diterima di kalangan sunni. Mesk iterkenal sebagai musuh besar filsafat, bahkan berhasil membuatnya pingsan dengan Tahafut ul Falasifah-nya, Al Ghazali sangat menyayang anak kandungfilsafat ini. Ia menulis beberapa karya tentangnya, antara lain Mi'yar ul-
'Ilm, Al Mankhul, Mihak un-Nazhar, beberapa lembar di mukaddimah Al
Mustashfa dan secara tersirat dalam dialog dengan seorang penganut Syiah
Ismailiah di Al Qisthas ul-Mustaqim.
Berikut sedikit ringkasan tentang mantikala Al Ghazali yang bisa penulis tampilkan pada kesempatan kali ini. Seperti Al Farabi dan Ibn Sina, Al Ghazali berpendapat bahwa mantik adalah aturan-aturan berpikir yang berfungsi meluruskan akal dalam menarik kesimpulan dan membebaskannya dari campuran prasangka dan imajinasi. Tugas utama mantik dengan demikian adalah menjaga akal dari kesalahan berpikir. Mantik bagi akal sepadan dengan posisi nahwu bagi bahasa Arab dan ilmu 'Arud
bagi ritme puisi (syair). Meminjam analogi Al-Farabi, mantik bagi akal
ibarat neraca dan takaran yang berfungsi mengukur bobot benda yang tak bisa
diketahui ukurannya dengan tepat jika hanya menggunakan indera. Atau ibarat
penggaris untuk mengukur panjang dan lebar sesuatu yang indera manusia
sering keliru dalam memastikannya. Al-Ghazali bahkan menegaskan bahwa mantik merupakan mukaddimah (organon) seluruh ilmu bukan hanya pengantar filsafat. Maka barangsiapa yang tidak menguasai mantik, seluruh pengetahuannya rusak dan diragukan.
Sebagaimana telah dijelaskan di muka, pengetahuan manusia terbagi dua, yaitu
tashawur dan tashdiq. Pengetahuan tashawur terbagi dua: pertama, pengetahuan
yang telah ada di otak manusia sejak awal (apriori) sehingga pengetahuan
tentangnya tidak membutuhkan penjelasan panjang lebar. Contoh, pengetahuan
tentang makna "ada", "banyak" dan beberapa benda-benda inderawi lainnya.
Kedua, pengetahuan tentang konsep-konsep samar yang memerlukan penjelasan
lebih lanjut. Untuk yang kedua ini diperlukan sebuah definisi (had/ta'rif)
yang memperjelas makna kata tersebut.
Sementara itu, pengetahuan tashdiq juga terbagi menjadi dua: relasi aksiomatik (musallamah) yang kebenarannya tidak perlu pembuktian dan relasi hipotetik (nazhariah) yang harus dibuktikan kebenarannya. Alat pembuktian itu disebut demonstrasi (sylogisme). Dengan demikian, pokok bahasan mantik tersimpul pada empat komponen, yaitu pembahasan tentang tashawwur, had (definisi), tashdiq dan sylogisme. Di atas kita telah membahas tentang makna tashawwur dan tashdiq, maka pembahasan berikutnya adalah tentang had dan sylogisme.
1. Definisi (Had)
Ahli mantik sepakat bahwa definisi menghasilkan pengetahuan hakikat sesuatu
dan tanpanya pengetahuan tashawwur tidak bisa didapatkan. Untuk membuat
sebuah definisi sempurna, harus diperhatikan beberapa aturan (qanun)
penting berikut ini. Aturan pertama, definisi adalah jawaban untuk sebuah
pertanyaan. Karena bentuk pertanyaan yang dilontarkan bermacam-macam, maka
jawabannya pun bermacam-macam pula, sehingga mempengaruhi bentuk definisi.
Memahami bentuk pertanyaan dengan demikian menentukan kualitas sebuah
jawaban, maka pembahasan tentang bentuk-bentuk pertanyaan harus dikuasai
terlebih dahulu. Pertanyaan "apa" menuntut tiga hal: penjelasan kata (apa
itu reformasi? Reformasi adalah pembentukan kembali), penjelasan tentang
uraian sesuatu yang membedakannya dengan sesuatu yang lain dengan ciri-ciri
lazimnya (apa itu khamr? Khamr adalah benda cair yang berbusa), dan
penjelasan hakikat serta essensi sesuatu (apa itu khamr? Khamr adalah
minuman memabukkan yang dibuat dari perasan anggur).
Definisi pertama disebut definisi lafzhi, sebab hanya menjelaskan makna kata. Kedua disebut rasmi, sebab hanya menjelaskan ciri eksternal (rasm) sesuatu, bukan
hakikatnya. Dan yang ketiga disebut definisi hakiki, sebab ia menjelaskan
hakikat dan essensi sesuatu dengan mendalam. Pertanyaan 'mengapa' menuntut
pembuktian dengan sylogisme yang akan dijelaskan nanti. Dan pertanyaan 'yang
mana' meminta pemilahan antara dua hal yang hampir serupa. Pertanyaan dengan
"bagaimana", "dimana", "kapan" dan bentuk-bentuk lain termasuk dalam
penjelasan dari pertanyaan "apakah"' yakni menuntut penjelasan tentang sifat
sesuatu. Aturan kedua, seorang pembuat definisi harus bisa membedakan antara sifat
essensial (dzati), aksidental ('aridh) dan lazim dari sesuatu. Sifat essensial (dzati) adalah sifat yang masuk dalam essensi dan hakikat sesuatu, tidak mungkin sesuatu itu dipahami tanpa menyertakan sifat ini. Contoh sifat essensial adalah makna "warna" yang dipahami dari kata "hitam", dan makna "benda" dari kata "pohon", misalnya. Sifat lazim adalah sifat yang selalu menyertai benda namun pemahaman hakikat benda itu tidak tergantung padanya.
Seperti bayangan yang menyertai fostur manusia ketika matahari terbit. Memahami hakikat manusia bisa dilakukan tanpa menyertai kata bayangan sedikitpun. Sifat aksidental ('aridh) adalah sifat yang harus menyertai benda namun bisa hilang cepat atau lambat. Untuk menyusun sebuah definisi yang logis, diperlukan sifat essensial untuk menjelaskan hakikat sesuatu. Sifat essensial terbagi menjadi umum, selanjutnya disebut genus (jins), dan khusus, selanjutnya disebut spesies (nau'). Makhluk adalah genus untuk kata manusia, binatang dan tumbuhan. Selanjutnya, manusia adalah genus untuk kata Usman, Fatimah dan lain-lain.
Aturan ketiga, dalam membuat definisi logis, pertama kali yang harus Anda
lakukan adalah memasukkan semua komponen definisi, yakni genus dan
differensia (fashal). Contoh, manusia adalah hewan (genus) yang berpikir (differensia). Kedua, Anda harus inventaris sifat-sifat essensial dari obyek yang hendak didefinisikan. Ketiga, jika Anda menemukan genus yang dekat, jangan pilih yang lebih jauh. Contoh, genus terdekat untuk khamar adalah minuman, maka jangan pilih kata benda cair untuk mendefinisikannya. Keempat, hindari sebisa mungkin kata-kata samar dan kiasan. Singkatnya,sebuah definisi yang baik harus terbuka-tertutup (muththarid wa mun'akis), yakni terbuka untuk semua entitas dari sesuatu yang hendak didefinisikan (kulli fardin min afrad al mu'arraf) dan tertutup untuk selain entitas-entitas itu.
2. Sylogisme
Ahli mantik sepakat bahwa sylogisme adalah satu-satunya jalan mencapai
pengetahuan tashdiq dan melahirkan pengetahuan meyakinkan. Sylogisme adalah
beberapa proposisi yang disusun sedemikian rupa dengan syarat-syarat
tertentu sehingga melahirkan kesimpulan (natijah) yang dicari. Proposisi ini
disebut premis (muqaddimah), ysng terbagi dua menjadi mayor (muqaddimah
kubra) dan minor (muqaddimah shughra). Sylogisme yang baik adalah yang
tersusun dari premis-premis sahih dan meyakinkan, serta disusun dengan cara
yang benar. Ibarat membangun sebuah rumah, yang harus diperhatikan pertama
kali adalah bahan material (batu, semen dan kayu) yang membentuk rumah itu,
kemudian cara pembuatannya dan terakhir bentuk rumah tersebut. Begitu juga
dalam membangun sebuah sylogisme, yang harus diperhatikan pertama kali
adalah kata dan makna yang menjadi materi premis, kemudian cara penyusunan
premis-premis yang sah, lalu bentuk sylogisme yang dapat menghasilkan
kesimpulan. Maka pembahasan sylogisme ini akan dimulai dengan pembahasan
tentang makna dan kata, dilanjutkan dengan pembahasan tentang cara
penyusunan premis dan terakhir pembahasan tentang bentuk-bentuk sylogisme.
a. Makna dan Kata
Penunjukan kata untuk makna terjadi dalam tiga bentuk: muthabaqah, tadhdmmun
dan iltizam. Kata rumah disebut muthabaqah jika merefers kepada makna rumah secarakonvensional. Disebut tadhammun jika kata tersebut merefers kepada atap saja, misalnya. Dan relasi sebuah kata dengan makna disebut iltizam jika kata tersebut merefers kepada hal yang diluar pengertian kata itu namun sesuatu yang selalu mengiringinya. Seperti menyebut kata atap untuk menunjuk tembok. Relasi kata dan makna yang lain adalah sebuah kata disebut mu'ayyan jika hanya merujuk kepada satu obyek tertentu, namun jika merujuk kepada banyak obyek disebut mutlaq. Contoh mu'ayyan, kata Zaid, Ahmad dan lain-lain.
Contoh mutlaq, kata manusia, pohon dan seterusnya. Pembagian kata yang lain adalah mutaradifah, mutabayinah, mutawathiah dan musytarakah. Hubungan antara kata "bisa" dan "racun" disebut mutaradifah (sinonim). Hubungan antara kata "singa", "langit", "kunci" disebut mutabayinah (tak ada kesamaan). Hubungan antara kata "Zaid", "Ahmad", "Hasan" dengan kata laki-laki disebut mutawathiah (hiponimi). Hubungan antara kata "bisa" yang berarti racun dan kata "bisa" yang berarti mampu disebut musytarakah (homonim).
b. Proposisi
Penyusunan dua makna yang melahirkan justifikasi benar-salah disebut
proposisi (qadhiyah). Proposisi terbagi empat: ta'yin (contoh, Zaid seorang
sekretaris), umum (contoh, setiap benda pasti berbobot), khusus (contoh,
sebagian manusia berilmu) dan muhmal (contoh, manusia dalam kerugian).
c. Kontradiksi
Suatu proposisi kadang dengan mudah disimpulkan kebenarannya hanya dengan
melihat kelirunya proposisi yang menjadi lawannya. Contoh, alam ini kekal atau alam ini tidak kekal. Jika proposisi yang pertama benar, maka yang kedua salah, demikian sebaliknya. Syarat sahnya kontradiksi ada enam, yaitu satu dalam subyek, satu dalam predikat, satu dalam relasi (idhafah), satu alam potensi dan aktual, satu dalam universal dan partikular, satu dalam
tempat dan waktu.
d. Macam-macam Qiyas (Sylogisme)
Ahli mantik berkata bahwa dalil yang menghasilkan pengetahuan hanya tiga,
yaitu deduksi, induksi dan penyerupaan (tamtsili). Sebab pembuktian hanya
bisa dilakukan dengan pembuktian universal atas particular (kulli 'ala juz'i), partikular atas universal (juz'i 'ala kulli) dan partikular atas particular (juz'i 'ala juz'i). Yang pertama disebut deduksi (menempati peringkat pertama dalam pembuktian). Yang kedua disebut induksi (menempati peringkat kedua). Dan yang ketiga disebut penyerupaan (menempati peringkat terendah). Qiyas penyerupaan adalah perpindahan dari satu particular ke particular lain yang memiliki keserupaan dalam sifat dengannya. Qiyas ini sering digunakanpara fuqaha dalam menyimpulkan hukum syar'i atas sesuatu. Jika seseorangbertanya, "Apa itu roti," lalu diperlihatkan kepadanya sebuah roti, maka selanjutnya ia akan menyebut roti untuk sesuatu yang serupa dengan yang ia lihat itu, meski bentuk dan warnanya berbeda. Induksi terbagi dua: jika bagian-bagiannya (al afrad) terbatas sehingga bisa diteliti semuanya maka induksi ini sempurna dan melahirkan pengetahuan meyakinkan. Namun jika bagian-bagiannya takterbatas sehingga hanya menetapkan hukum atas sebagian besarnya, maka disebut induksi tidak sempurna dan tidak menghasilkan keyakinan (zhan). Terakhir deduksi, jika premis-premisnya terdiri dari materi meyakinkan dengan bersandarkan kepada dalil-dalil aksiomatik (yaitu inderawi lahir, perasaan batin, ekperimental, berita mutawatir dan kepastian rasional),
menghasilkan kesimpulan meyakinkan. Qiyas ini disebut demonstrasi (burhan).
Jika tidak, maka salah satu dari retorika (khithabi), dialektika (jadali),
poetika (syi'ri) atau sofistika (sufusthah).
e. Bentuk demonstrasi
Bentuk demonstrasi ada tiga: Bentuk pertama, yakni proposisi yang saling
sepadan (ta'adul) terdiri dari tiga skema; Pertama, illat (kopula) berada di predikat (premis I) dan di subyek (premis II).
Setiap bir memabukkan.
Setiap yang memabukkan hukumnya haram
Kesimpulan : Setiap bir hukumnya haram
Kedua, illat berada di predikat kedua premis.
Sang Pencipta tidak tersusun
Setiap benda tersusun
Kesimpulan : Sang Pencipta bukan benda
Ketiga, illat berada di subyek kedua premis.
Setiap hitam adalah sifat
Setiap hitam adalah warna
Kesimpulan : Sebagian sifat adalah warna
Bentuk kedua, yaitu proposisi yang saling menentukan (talazum). Pakar logika
menyebutnya syarat bersambung (syarti al muttashil). Bentuk ini terdiri dari
empat skema, namun hanya dua yang berkesimpulan. Keduanya adalah:
Pertama, menerima sebab berarti menerima akibat.
Jika shalat sah, maka pelakunya suci (telah berwudhu)
Shalat itu sah
Kesimpulan : pelakunya suci
Kedua, menerima negasi akibat berarti menerima negasi sebab.
Jika shalat sah, maka pelakunya suci (telah berwudhu)
Pelakunya tidak suci
Kesimpulan : shalatnya tidak sah
Kedua skema yang tidak berkesimpulan adalah:
Pertama, menerima akibat belum tentu menerima sebab.
Jika shalat sah, maka pelakunya suci (telah berwudhu)
Pelakunya suci, tapi belum tentu shalatnya sah (sebab boleh jadi shalat itu batal karena hal lain).
Kedua, menerima negasi sebab, belum tentu menyimpulkan akibat atau negasi akibat.
Jika shalat sah, maka pelakunya suci (telah berwudhu)
Shalatnya tidak sah, belum tentu karena pelakunya tidak suci.
Bentuk ketiga, disebut bentuk saling menentang (ta'anud). Pakar logika
menyebutnya syarat terpisah (syarti al munfashil), sementara ahli kalam
menyebutnya Sabr wa Taqsim. Bentuk ini juga terbagi menjadi empat
pengandaian:
Contoh: Alam ini kekal atau diciptakan
Pengandaian pertama: Alam ini diciptakan
Kesimpulan: Alam ini tidak kekal
Pengandaian kedua: Alam ini kekal
Kesimpulan: Alam ini tidak diciptakan
Pengandaian ketiga: Alam ini tidak diciptakan
Kesimpulan: Alam ini kekal
Pengandaian keempat: Alam ini tidak kekal
Kesimpulan: Alam ini diciptakan
f. Mantik di Dalam Al Qur'an?
Menariknya, Abu Hamid al Ghazali mengatakan bahwa Al Qur'an menggunakan tiga
cara penyimpulan logis ini (ta'adul, talazum dan ta'anud) dalam menjawab
argumentasi penentangnya. Sang Hujjatul Islam menamakan ketiganya dengan
'Neraca Al Qur'an' (mizan Al Qur'an), serta menafsirkan ayat-ayat Al Qur'an
yang menyebut mizan dengan model pembuktian logis ini. Untuk neraca ta'
anud, Al Ghazali mengajukan tiga ayat yang sekaligus menandai tiga bentuk
skemanya. Ayat pertama, ucapan Ibrahim As ketika berdebat dengan Namruz,
"Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka (jika kau Tuhan)
terbitkanlah dari barat!" (Qs Al Baqarah [2]: 258). Al Ghazali kemudian
merangkainya dalam bentuk burhan, ia berkata:
Setiap yang mampu menerbitkan matahari adalah tuhan (premis I)
Allah mampu menerbitkan matahari (premis II)
Kesimpulan: Allah tuhan
Al-Ghazali menamakan skema pertama dari neraca ta'adul ini dengan neraca
besar. Berikutnya adalah neraca pertengahan, yaitu terdapat dalam ayat (masih tentang Ibrahim As, kali ini ketika ia mencari tuhan lalu kebetulan melihat bulan), "Ketika bulan itu terbenam, ia berkata aku tak suka sesuatu yang tenggelam." (Qs Al An'am [6]: 7) Uraiannya sebagai berikut:
Bulan tenggelam
Tuhan tidak mungkin tenggelam
Kesimpulan: Bulan bukan tuhan
Skema terakhir dari neraca ta'adul adalah neraca kecil, yaitu terdapat dalam firman Allah, "Mereka tidak menghargai Allah dengan seharusnya ketika mereka berkata Allah tidak menurunkan (wahyu) apapun kepada manusia. Katakanlah, 'Lalu siapa yang menurunkan Kitab kepada Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia?'" Uraian logisnya sebagai berikut:
Musa As manusia
Musa As menerima wahyu (Al Kitab) dari Allah
Kesimpulan: Sebagian manusia ada yang menerima wahyu
Neraca talazum terdapat dalam ayat, "Jika ada tuhan selain Allah, niscaya langit dan bumi akan hancur." (Qs Al Anbiya [21]: 22). Rinciannya:
Jika di dunia ini ada tuhan lain, maka dunia akan hancur
Nyatanya dunia tidak hancur
Kesimpulan: Tidak ada tuhan lain
Terakhir, neraca ta'anud terdapat dalam ayat, "Katakanlah (wahai Muhammad),
'Siapa yang memberi rizki kepada kalian dari langit dan bumi?' katakanlah,
'Allah, dan kami atau kalian yang mendapat petunjuk atau dalam kesesatan
yang nyata.'" (Qs Saba [34]: 24). Uraiannya adalah:
Kami atau kalian (salah satu dari kita) berada di dalam kesesatan
Kami tidak dalam kesesatan
Kesimpulan: Kalian berada dalam kesesatan
Perhatikan bagaimana Al Ghazali menempatkan mantik bukan sebagai warisan
tradisi Hellenistik, tetapi merupakan bagian inheren dari Al Qur'an. Maka
jangan heran jika kemudian hari Hujjatul Islam ini memfatwakan bahwa
mempelajari ilmu mantik sebuah fardhu kifayah, dan barangsiapa tidak
menguasai ilmu ini pengetahuannya patut diragukan.
Ibn Taymiah dan Kritik Mantik
Abul Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Abdullah Ibn Taymiah
lahir di Haran pada Rabi' ul Awal 661 H. Pada tahun 667 H, ayahnya
membawanya ke Damaskus ketika bangsa Tartar menyerbu Haran. Di kota ini, ia
mempelajari hadis, fiqih, ushul, tafsir bahkan juga fiksafat dan logika.
Allah menganugerahinya banyak buku, kecerdasan dalam memahami sesuatu serta
hafalan kuat sehingga tidak pernah melupakan sesuatu yang pernah dihafalnya.
Selain itu, ia juga seorang zuhud dan ikhlas dalam memerintahkan kebaikan
dan melarang kemunkaran. Persengketaan yang terjadi antara dirinya dan para
pendengki membuahkan penahanan dirinya di benteng (qal'ah) Damaskus, dekat
makam Abu Darda. Setelah beberapa hari menderita sakit dipengasingannya,
pada tahun 728 H beliau meninggal dunia lalu dimakamkan di pekuburan Shufiah
dengan diiringi ribuan manusia. Ibn Taymiah terkenal sebagai ulama yang sangat keras mempertahankan sunnah dan menentang bid'ah. Termasuk dalam hal ini adalah penentangannya terhadap mantik sebagai produk pemikiran Yunani yang bertentangan dengan tradisi para salaf saleh. Buku-bukunya tentang hal ini antara lain adalah Naqdh
ul-Mantiq, Ar-Rad 'ala Manthiqiyyin dan Nashihat Ahl il-Iman fir Radd 'ala
Mantiq il-Yunan. Dalam tulisan kali ini, saya akan memfokuskan pembahasan
kritik mantik Ibn Taymiah kepada satu pengantar, yaitu pernyataan bahwa
hukum mempelajari mantik adalah fardhu kifayah, dan dua bahasan pokok yang
berkenaan dengan definisi dan sylogisme.
a. Pengantar: Mantik Wajib Dipelajari?
Penegasan Al Ghazali yang menyatakan bahwa hukum mempelajari mantik fardhu
kifayah menyulut kritikan dari berbagai ulama hingga berabad-abad kemudian.
Abu Bakar Ibn Al 'Arabi, murid Al Ghazali sendiri, mengomentari, "Al
Ghazali, guru kita, menelan filsafat lalu mencoba memuntahkannya kembali,
namun ia tidak bias. Abu Amr Ibn Shalah menolak pendapat Al Ghazali dan
mengatakan bahwa setiap orang yang otaknya cerdas otomatis berpikirnya logis
tanpa harus belajar mantik. Berdiri dalam barisan penolak ini, Ibn
Taymiah berkata, "Pendapat Abu Hamid (Al Ghazali) ini salah besar, baik
dilihat dari segi rasional maupun agama. Dari segi rasional, terbukti bahwa
manusia-manusia cerdas yang berbicara tentang ilmu bisa menguraikan
pengetahuan mereka tanpa mantik Yunani. Secara agama, siapapun tahu bahwa
agama tidak pernah mewajibkan kita untuk mempelajari mantik.
Ibn Taymiah juga menyalahkan penafsiran kata al mizan dalam Al Qur'an dengan
mantik Yunani dengan beberapa alasan. Pertama, Allah telah menurunkan Neraca
Qur'ani jauh sebelum Aristoteles menemukan mantik. Kedua, umat Islam telah
menggunakan Neraca Qur'ani ini sebelum buku-buku mantik diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab. Ketiga, sejak masa penerjemahan buku-buku ini hingga
sekarang, tokoh-tokoh Islam selalu mengajukan keberatannya terhadap mantik
dan menulis bantahan-bantahan terhadapnya. Neraca yang Allah turunkan
bersama Al Kitab itu, menurut Ibn Taymiah, adalah neraca keseimbangan (mizan
'adilah) yang memuat aktualisasi fitrah manusia yang menyamakan dua hal yang
mirip satu sama lain (mutamatsilain) dan memisahkan dua hal yang berbeda
(mukhtalifain). Sebagai contoh, firman Allah, "Apakah kalian mengira bahwa
kalian akan masuk surga padahal kalian belum menemui (kesulitan) seperti
umat sebelum kalian?" (Qs Al Baqarah [2]: 214) dalam menyamakan antara
generasi saat ini dengan generasi sebelumnya. Dan Allah berfirman, "Apakah
(kalian mengira) bahwa Kami akan memperlakukan orang-orang yang beriman
seperti para durjana?" (Qs Al Qalam [68]: 35) dalam membedakan antara kedua
golongan yang berbeda ini.
b. Bantahan Terhadap Definisi
Benarkah pengetahuan tashawwuri tidak bisa diperoleh tanpa definisi logis
dengan lima universalitasnya (kulliyat al khams), yakni genus (jins),
differensia (fashl), species (nau'), aksiden umum ('ardh 'am) dan aksiden
khusus ('ardh khash)? Ibn Taymiah mengajukan 11 kritik untuk membantah
pernyataan ini. Pada kesempatan kali ini, saya hanya akan mencantumkan empat
dari sebelas kritik itu.
1. Penegasian (nafy), seperti juga penetapan (itsbat), jika bukan
aksiomatik harus dilandasi bukti. Karena tidak ada bukti yang mendukungnya,
maka pernyataan ini wajib ditolak.
2. Jika definisi adalah ucapan seorang pembuat definisi, maka ia telah
mengetahui benda yang akan didefinisikan ini lewat definisi atau tidak. Jika
ya, maka mewajibkan argumentasi berputar (daur) dan berantai (tasalsul) yang
tidak akan habis. Jika tidak, maka batal ucapan negasi mereka.
3. Konsepsi hakikat tidak bisa dilakukan kecuali lewat definisi hakiki
yang terdiri dari essensi universal (musytarakah) dan terpilah (mutamayyizah), yakni yang tersusun dari genus dan defferensia, dan ini mustahil atau sangat sulit sebagaimana pengakuan mereka sendiri. Dengan demikian, mustahil atau sangat sulit mengkonsepsikan hakikat, padahal terbukti hakikat itu bisa dikonsepsikan manusia, maka batallah pernyataan
mereka.
4. Benda-benda konseptual bisa diketahui dengan indera lahir (seperti
warna, rasa dan bau) atau dengan indera batin (seperti lapar, cinta, benci,
keinginan dan lain-lain). Semua ini bisa diketahui tanpa memerlukan definisi. Jadi, batal pernyataan mereka bahwa konsepsi (tashawwur) tidak bisa dicapai tanpa definisi. Persoalan berikutnya, benarkan definisi menghasilkan pengetahuan tentang hakikat sesuatu? Menurut Ibn Taymiah, definisi tidak memberikan pengetahuan tentang hakikat, akan tetapi hanya membedakan sesuatu dari lainnya. Definisi seperti nama, hanya membedakan seseorang dari orang lain tanpa menjelaskan hakikatnya. Untuk ini, Ibn Taymiah mengajukan beberapa bukti 1. Definisi hanyalah pernyataan pembuatnya tanpa bukti. Ketika seseorang berkata, "Manusia adalah hewan yang berpikir", ini hanya kalimat informatif tanpa bukti. Maka sudahkah pendengar mengetahui kebenarannya tanpa ucapan ini atau belum? Jika sudah, definisi ini tidak menghasilkan pengetahuan tentang sesuatu itu. Jika belum, bagaimana ia bisa meyakini kebenarannya hanya berdasarkan informasi satu orang yang tidak terjaga dari
kesalahan?
2. Mereka berkata bahwa definisi tidak bisa dibuktikan, hanya bisa
ditentang. Jawab: jika seorang pembuat definisi tidak mengajukan bukti,
pendengar bisa saja tidak menerima definisi itu. Sebab ia tidak bisa
mengetahui sesuatu yang didefinisikan itu tanpa ucapannya, sementara
ucapannya mengandung kemungkinan benar dan salah, maka ia bisa menolak
menerimanya. Sumber kesalahan ahli mantik yang lain adalah pemilahan antara hakikat dan wujud sesuatu. Menurut mereka, keduanya ada di alam nyata. Jadi,
hakikat-hakikat universal dari benda-benda parsial, seperti manusia, kuda
dan lain-lain, adalah realitas sebagaimana wujudnya yang kita lihat ini.
Realitas-realitas ini azali dan tidak bisa berubah, inilah yang mereka sebut
sebagai "ide-ide platonis". Menurut Ibn Taymiah, ini pemilahan yang sangat
keliru. Pemilahan yang benar adalah pemilahan antara abstraksi yang ada di
otak manusia dengan benda yang ada di alam nyata, sebab pemilahan ini tak
diragukan kebenarannya. Dan hakikat berada di alam nyata, bukan di benak
manusia (al haqiqah fil a'yan la fil azhan). Sementara memperkirakan adanya
hakikat yang tidak didukung dalil ilmiah dan realitas hanyalah sebuah
kebodohan.
c. Bantahan Terhadap Sylogisme
Menurut Ibn Taymiah, sylogisme tidak menghasilkan apa-apa selain kerumitan
dan kepusingan. Seperti orang yang ditanya, "Mana telingamu?", ia lalu
mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi kemudian menunjukkan telinga
kirinya. Meski begitu, Ibn Taymiah mengakui bahwa sebuah sylogisme yang
terdiri dari premis-premis meyakinkan (atau disebut demonstrasi [burhan])
menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Kritik Ibn Taymiah hanya ditujukan
kepada pernyataan mereka bahwa sylogisme satu-satunya cara mencapai
kesimpulan meyakinkan dengan menafikan cara-cara lainnya. "Mereka benar
dalam apa yang mereka tetapkan, namun keliru dalam apa yang mereka
negasikan," demikian Ibn Taymiah, "dan negasi mereka inilah sumber kesesatan
dan kefasikan mereka. Ibn Taymiah kemudian menyebutkan bukti-bukti kelirunya pernyataan ini. Ia menyebutkan bahwa para nabi dan para wali memiliki pengetahuan yang merekaperoleh tanpa jalan sylogisme. Begitu juga, ilmu firasat yang terbukti kebenarannya, diperoleh tanpa sylogisme. Bagi orang tertentu, terbit bintang tertentu menunjukkan arah Ka'bah, terbitnya bintang ini menunjukkan tenggelam atau terbitnya bintang lain di ufuk, dan lain-lain. Allah berfirman, "Dan dengan bintang, mereka mendapatkan petunjuk." Juga, bagi orang yang mengetahui jarak antar bintang, melihat posisi bintang memberitahunya waktu malam yang tersisa. Begitu juga, orang tertentu bisa mengetahui nama negeri yang ia datangi dengan gunung, sungai dan angin yang ia lihat dan rasakan. Semua ini tidak menggunakan sylogisme logis ala Yunani sama sekali.
Oleh karena itu, para tokoh muslim tidak menggunakan dalil sylogisme ini. Sebab menurut mereka, dalil adalah sarana yang membawa kepada tujuan. Yakni mengetahui dalil harus membawa kepada pengetahuan yang dituju, atau kepada keyakinan yang benar. Mereka lebih menyukai pembuktian dengan dalil persamaan (tamsil), sebab pembuktian ini lebih meyakinkan dan lebih dekat dengan metode Al Qur'an. Pembuktian ini bertumpu kepada dalil sesuatu melazimkan sesuatu yang lain, atau keduanya saling me-lazim-kan.
Contoh: adanya alam semesta melazimkan adanya pencipta. Selain itu,
pembuktian ini juga bertumpu kepada kemungkinan yang benar-benar nyata
(imkan khariji), bukan kemungkinan rasional semata (imkan dzihni) yang belum
tentu ada kenyataannya. Kemungkinan nyata dapat diketahui dengan melihat
terjadinya sesuatu yang mirip dengannya atau yang lebih sulit darinya. Ini
cara Al Qur'an dalam membuktikan adanya hari kebangkitan. Yakni dengan
menguraikan fakta historis terjadinya kebangkitan orang yang telah mati
sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Musa, penghuni gua (ashhabul kahfi),
dan mukjidzat Nabi Isa. Atau dengan menjelaskan proses penciptaan manusia,
sebab menghidupkan kembali lebih mudah daripada menciptakannya pertama
kali.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengaruh ibn Taymiah: Ketika sekilas saya mengamati buku "Kubra Al Yaqiniat Al Kauniah: Wujud ul-Khaliq wa Wazifat ul-Makhluq" karya Dr Said Ramadhan Al Buthi, saya
menemukan sedikit peninggalan Ibn Taymiah di dalamnya. Dalam pengantar
cetakan ketiga-nya, Dr Said menulis, "Apakah dalam menguraikan pembahasan
akidah islamiah dalam buku ini kami berpedoman kepada filsafat Yunani dan
logika formal (mantik shuri)? Kami tidak menggunakannya sama sekali. Kami
hanya menyajikan kepada pembaca dalil-dalil dan bukti-bukti yang diakui
akurasinya sepanjang sejarah meski diungkapkan dengan bahasa yang
berbeda-beda. Selanjutnya, setelah menyebutkan kekurangan dan kelebihan mantik, Dr Buthi
berkata, "Kami tidak berkata bahwa filsafat Yunani dan logika Aristoteles
semuanya salah. Tidak ada alasan sama sekali untuk menutup mata dan pikiran
darinya. Di dalamnya banyak hal yang bermanfaat, namun banyak pula yang
menyulut kritikan dari para ulama dan filosof muslim. Orang yang selalu
hendak membangun pemikirannya dengan dasar-dasar ilmiah harus mampu memilih
yang baik dari orang lain, daripada menolaknya sama sekali. Ini
pendirian Ibn Taymiah yang mengakui adanya hal-hal positif dalam mantik,
karena itu ia tidak membantah demonstrasi yang didukung premis-premis
meyakinkan, meski negatifnya lebih banyak daripada positifnya.
Kemudian, di pembukaan (tamhid) yang membandingkan metode ilmiah pemikir
muslim dan pemikir Barat, Dr Buthi menyebutkan bahwa analisa rasional yang
digunakan kaum muslimin dalam membahas sesuatu yang tidak diberitakan oleh
Al Qur'an dan hadis mutawatir adalah dilalah iltizam dan qiyas 'illat.
Dan keduanya benar-benar metode alternatif yang ditawarkan Ibn Taymiah.
Wallahu A'lam bish-shawwab.
B. Saran
Penyusun makalah ini hanya manusia biasa yang dangkal ilmunya, yang hanya mengandalkan buku referensi. Maka dari itu penyusun menyarankan agar para pembaca yang ingin mendalami masalah Ilmu Mantik, agar setelah membaca makalah ini, membaca sumber-sumber lain yang lebih komplit, tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja.
DAFTAR PUSTAKA
Al Buthi, Said Ramadhan. 1998. Kubra Al Yaqiniat il Kauniah: Wujud ul-Khaliq wa Wazifat ul-Makhluq. Damaskus: Dar ul-Fikr
Khaldun, Abdurrahman bin. 2003. Diwan ul-Mubtada wal Khabar fi Tarikh 'Arab wal Barbar wa man 'asharahum min Dzaw il-Sya'n il-Akbar (Muqaddimah Ibn Khaldun) Damaskus: Dar ul-Fikr.
Muflih bin Ibrahim ,Muhammad bin. 1990. Al Maqshad Al Al Arsyad fi Dzikr
Ashhab Al Imam Ahmad. Riyad: Maktabah Rusyd.
TOEFL Practice Test
For Students
Of
Al-Hasyimiyyah Islamic Senior High School
1
SAMPLE
Syuhada Malela
Table of Contents
Section 1: Listening....................................................................... 3
Listening: Part A......................................................................... 3
Listening: Part B......................................................................... 7
Section 2: Structure ..................................................................... 15
Section 3: Reading....................................................................... 18
Answer Key................................................................................. 30
2
Section 1: Listening
The Listening section of the test measures the ability to understand conversatio ns and
talks in English. Answer all the questions on the basis o f what is stated or imp lied by the
speaker s you hear. Do not take notes.
Listening: Part A
In this part you will see sho rt co nversations between two people. Cho ose the best answer
to each question. Answer the questio ns on the basis of what is stated or implied by the
speakers.
1. Woman: Pardon me. Do you know what time that this store opens?
Man: I do not, but I believe that it is written o n the door.
Narrator: What does the man imply that the woman should do ?
a. Look on the door
b. Open the door
c. Ask someone else
d. Come back later
2. Wo man: I am going to buy Johnny a toy train for his birthday.
Man: Are you sure he’d like one?
Narrator: What does the man imply?
a. Johnny loves to y trains
b. Johnny already has too many toy trains
c. Johnny said he wants a toy train
d. Johnny may prefer so mething else
3. Man: I need some shampoo for my hair.
Wo man: All of the shampo o is in the back o f the store on the third shelf.
Narrator: What will the man probably do ?
a. Walk out of the store
b. Buy the shampoo
c. Come back later
d. Go to another store
3
4. Man: Are you go ing to go to the University o f Texas to get your Doctorate?
Wo man: I do n’t think so.
Man: Why, have you been accepted to any other schools?
Wo man: Yes, I have received news of acceptance fro m LSU, University of
Tennessee, and Harvard.
Narrator: What are the speakers d iscussing ?
a. The University of Texas
b. Schools with Doctorate programs
c. Where the woman will go to school
d. Who can get accepted to the most schools
5. Man: I ’m really tired on studying for economics every weekend.
Wo man: I hear you.
Narrator: What does the wo man mean?
a. She has excellent hearing
b. She has hear d the man talk about this frequently
c. She understands his po int of view
d. She needs to have her ears checked
6. Man: We are going to get ice cream. Wo uld you like to come with us?
Wo man: I am waiting for a package to be delivered.
Narrator: What does the wo man imp ly?
a. She does not eat ice cr eam
b. She has no money
c. She does not like packages
d. She will not be going
7. Wo man: Are you go ing to go to the ball game?
Man: You bet!
Narrator: What does the man mean?
a. He will p lace a wager on the ball game
b. He will definitely go to the ball game
c. He likes to gamble
d. He does not like ball games
4
8. Man: That’s a nice car
.
Wo man: I got it almost four years ago.
Man. It lo oks brand new.
Wo ma n: Yes, it ’s i n good shape .
Narrator: What does the wo man mean?
a. The woman need s a new car
b. She likes to exercise
c. She has a new car
d. The car is in go od condition
9. Man: Did you get you movie passes?
Wo man: I spoke to yo ur secretary about it, and she took care of it fo r me.
Narrator: What does the man mean?
a. The secretary was responsib le for getting the mo vie passes
b. The are no mo vie passes
c. He has the movie passes
d. The movie passes are in the mail
10. Man: How do you like living in America?
Woman: I am used to it know.
Narrator: What does the wo man mean?
a. She has always liked living in America
b. She hates living in America
c. She is accustomed to liv ing in Amer ica
d. She would rather live in Amer ica
11. Woman: Marie sure likes shopping.
Man: I f only she liked doing homework as well!
Narrator: What does the man imply about Marie?
a. She is ver y likeable
b. She does not put much effort into her homework
c. She goes to the mall everyday
d. She has a lo t of homework
12. Man: I thought I was suppo sed to perform the experiment in Roo m 45.
Woman: No. Ticket 45 is in Room 54.
Narrator: What will the man probably do ?
a. Go to Room 54
b. Go to Room 45
c. Buy a ticket
d. Go home
5
13. Man: Did you know that Tracey and Bo b are back from their honeymo on to Las
Vegas?
Wo ma n: So the y d id get marrie d afte r al l.
Narrator: What had the woman assumed about Tracey and Bob?
a. They were still in Las Vegas
b. They would not get marr ied
c. They had a spectacular wedd ing
d. They hate Las Vegas
14. Man: Do you usually take a nap?
Wo man: I do no w and then.
Narrator: What does the wo man mean?
a. She occasionally takes a nap
b. She always takes a nap
c. She never takes a nap
d. She used to take a nap
15. Man: Can yo u believe it? I got an A o n my Finance exam
Wo man: Way to go!
Narrator: What does the wo man mean?
a. She is asking where to go
b. She wants him to leave her alone
c. She is congratulating him
d. She think s he is a liar
16. Man: How did the job interview go?
Wo man: I could not have been mo re pleased.
Narrator: What does the wo man mean?
a. The interview went very well
b. The woman did not like the interview
c. The interview was cancelled
d. The interview went terrible
17. Man: Do you mind if I turn o n some music for a while?
Wo man: No, I don’t mind.
Narrator: What does the wo man mean?
a. Music will no t bother her
b. She hates listening to music
c. She wants to think harder
d. She does not have any mu sic
6
Listening: Part B
In this part you will see several longer conversations and talks. Yo u should answer each
questio n o n the basis of what is stated or implied by the speakers in the co nversatio n o r
talks.
Narrator: Listen to a lecture by a bio logy instructor.
Many people think of go rillas as dangerous killers. One reason for this is that
televisio n and movies o ften show these animals this way. But gor illas ar e really gentle
animals.
The gorilla is a vegetarian. It lives in the African rain fo rests where it finds the
fruits and p lants it needs to survive. A large, wild gorilla might eat over 40 pounds o f
leaves and fruit in one day.
Unfor tunately, these peaceful creatures are in danger o f becoming extinct. Each
year, large areas of the rain fo rests are being cut down. Because there is less and less
food from these forests, the nu mber o f wild go rillas is becoming smaller and smaller.
18. The passage describes gorillas as being:
a. Dangerous killers
b. Carnivores
c. TV and mo vie stars
d. Gentle animals
19. Accord ing to the passage, why are go rillas in danger?
a. Because peo ple keep hunting them.
b. Because they eat too much.
c. Because forests get too much rain.
d. Because their food supply is being destroyed.
20. If so mething is beco ming extinct, it is:
a. Becoming lively.
b. Dying out.
c. Growing wild.
d. Getting sick.
Narrator: Listen to the co nver sation between two graduate students.
Wo man: What did yo u think abo ut the assig nment we were suppo sed to comp lete for our
statistics class?
Man: I haven’t do ne mine yet. Is it difficu lt?
Woman: Kind of. It was full of problems.
Man: Derivative problems?
Wo man: Not really, More a review o f the whole semester.
Man: Oh.
Woman: It was time consuming.
Man: Really?
7
Wo man. Yes. I started it at abo ut lunch time and didn’t finish it until supper.
Man: I ’m surpr ised at that.
Wo man: I was too, I did no t expect our pro fessor would give us so much.
Man: He usually doesn’t.
Woman: I know. That is why I was surprised.
Man: Well, I do have some free time this afternoon. Do you know when it is due?
Wo ma n: T omorrow.
Man: Well, I better get moving.
21. What was on the assignment?
a. Derivative problems
b. A review of the who le semester
c. What was fo r lunch
d. A surprise
22. What did the students find surpr ising ?
a. The length o f the assignment
b. The problems
c. Lunch
d. The professor
23. What did the woman start at lunchtime?
a. The assig nment
b. Derivative problems
c. Eating
d. A surprise
24. What will the man probably do next?
a. Eat supper
b. Move out
c. Complete the assignment
d. Ask the woman to supper
Narrator: Listen to part of a conversatio n between a student and a clerk in a college
bookstore.
Man: I need to bu y an basic Eng lish textbook.
Wo man: Okay. What is the cour se number?
Man: You mean there is more than one
Woman: Sure. We offer Poetry, Writing, and Literature.
Man. If I take Poetry will we write sonnets?
Wo man: Not r eally. The Poetry class is very basic rhyming.
Man: Great. That is what I wanted to hear. How much is that one?
Wo man: It’s twenty-nine dollar s, plus a ten-do llar notebook fee.
Man: Wait a minute, can’t I just use my own notebook.
Wo man: Most students prefer the special poetry noteboo k, so we made it a requirement.
8
Man: Okay. I’ll take one Poetry book and notebook. Do you take credit cards?
Wo man: Yes, but you do n’t have to pay now. Just fill out this form and we will bill you.
Man: Sounds great.
25. What kind o f Eng lish textbook does the man decide to buy?
a. Writing
b. Literature
c. Poetry
d. Sonnets
26. How much does the Po etry book co st?
a. Twenty-nine do llars
b. Ten-dollars do llars
c. Thirty-nine dollars
d. Twenty- eight dollar s
27. Why do the students pur chase a po etry notebook?
a. Because they like poetry
b. They are out of paper
c. It is required
d. It makes them feel special
28. How will the man pay for the textbook?
a. With a check
b. With cash
c. With a credit card
d. With an exchange
29. What will the man probably do ?
a. Pay now
b. Pay with a bill
c. Go to another store
d. Buy another textbook
Narrator: Listen to part of a lecture in a wetlands ecology class. The professor is talking
about sanderlings.
Urbanizatio n and coastal development has dramatically reduced the beach habitat
available for foraging sho rebirds wo rldwide. This study tested the general hypo thesis that
recreational u se of shorebird foraging areas adversely affects the fo raging behavior o f
sanderlings Calidris alba. Observations conducted on two central Califor nia beaches fro m
January thr ough May and September through December of 1999 showed that number and
activity of people significantly reduced the amount of time sanderlings spent foraging.
Although the sample size was low, the most significant negative factor was the presence
of free running dogs on the beach. The exper imentally determined minimal approach
distance d id no t var y signif icantly with the type of human activities tested. Based on
9
these results, policy reco mmendatio ns for minimizing the impact of human beach
activities on foraging sho rebirds include: ( 1) people maintain a minimum distance of 30
m fro m areas where shorebirds concentrate and (2) strict enfor cement of leash laws
Fig. 1
A total of 492 focal birds were observed, of which a sander ling was disturbed by
passing humans on an average of one every 15 min with 96% of those sander lings
responding to humans at a distance of 30 m or less (Fig. 1). Sanderlings responded to
human activity by either running (42%) or flying (58%). Within the 1-min sampling time,
the disturbed sander ling generally moved o nce (58%), with 42% moving more than once
due to human disturbance.
30. What hypothesis d id this study test?
a. People maintain a min imum distance from where shorebirds congregate.
b. Recreational use of shorebird forag ing areas co nversely affects the foraging
behavio r of sanderlings.
c. Recreational u se of shorebird foraging areas ad versely affects the forag ing
behavio r of sanderlings.
d. Recreational u se of shorebird foraging areas ad versely affects the forag ing
behavio r of sanderlings. 42% of shorebirds move due to human d isturbance.
31. What percent o f responding sanderling s were disturbed by passing humans at a
distance o f 10 meters or less?
a. More than 70 percent
b. More than 80 percent
c. Less than 60 percent
d. Less than 0 percent
10
32. What are so me enviro nmentally sound results to co me from this study?
a. Enforcement of leash laws would be effective.
b. Obser ve Calidris Alba daily.
c. People should maintain a minimum distance of 30 meters from shorebirds.
d. Coastal development has dramatically reduced the beach.
33. This experiment determined that the most significant negative factor to reduce the
amount of time that sanderlings spent foraging was:
a. Humans passing once every 15 minutes.
b. Humans disturbing the sand
c. Sanderlings running or flying
d. Fr ee running dogs
Narrator: Listen to a conversation between a student and a graduate assistant in the
marketing department.
Man: May I help you?
Wo man: Hello , My name is Rebecca Smith and I have an appo intment Monday at ten
o’clo ck with Dr. Cudd.
Man: Yes, ten on Mo nday. I see it here o n his planner.
Wo man: Well, I was wondering if it would be possible to move my appointment until
later in the afternoon on Monday.
Man: I ’m sorr y, but Dr . Cudd is tied up in meetings all afternoon.
Woman: Oh.
Man: There is an appointment earlier that mo rning, if that would help you. Or yo u could
see him Tuesday afterno on at two .
Woman. No thanks. I’ll just rearrange my schedule.
34. Why did the woman go to the marketing department?
a. To change her appointment time
b. To schedu le her appointment
c. To cancel her appo intment
d. To rearrange her class schedu le
35. What does the man say abo ut Dr. Cudd?
a. He will be out of town Monday
b. He will be reschedu ling all Monday appo intments for Tuesday
c. He is busy Monday after no on
d. He is available Monday afternoon
36. What did the graduate assistant offer?
a. To give her an appointment Monday after no on
b. To give her an appointment Tuesday at two, or earlier Monday
c. To cancel her appo intment
d. To give her an appointment next week
11
37. What did the woman decide to do?
a. Make a new appointment
b. Keep the original appo intment
c. Go to the meeting with Dr. Cudd
d. Go to another department
Narrator: Listen to part of a lecture in a macro econo mics class. The professo r will be
taking about the indicators business cycle.
Because the business cycle is related to aggregate economic activity, a popular
indicator of the business cycle in the U.S. is the Gross Domestic Product or GDP. The
financial med ia generally considers two co nsecutive quarters of negative GDP growth to
indicate a recession. Used as such, the GDP is a quick and simple indicator of economic
co ntractions. Ho wever , the National Bureau of Economic Research (NBER) weighs
GDP relatively low as a primar y business cycle indicato r because GDP is subject to
frequent revisio n and it is r eported o nly on a quarter ly basis ( the business cycle is tracked
on a mo nthly basis). The NBER relies primarily o n indicators such as the fo llowing:
• employment
• personal inco me
• industr ial production
Add itio nally, indicators such as manu facturing and trade sales are used as
measur es o f econo mic activity.
38. What is the main topic of this lecture?
a. Gross Domestic Product
b. Indicators of the bu siness cycle
c. Natio nal Bureau of Eco no mic Research
d. Employment
39. Which of the fo llowing is used as a quick and simple indicator o f economic
co ntractions?
a. Gross Domestic Product
b. Emp lo yment
c. Personal Income
d. Industrial Production
40. What is used to ind icate a recession?
a. two co nsecutive quarters of negative growth
b. two co nsecutive quarters of positive gro wth
c. four nonconsecutive quarters o f negative growth
d. four nonconsecutive quarters o f po sitive growth
12
41. What is an ind icator that the NBER relies upon? Please choose two answers.
a. growth
b. emp loyment
c. product movement
d. personal inco me
Narrator: Listen to part of a conversation between a student and her professor.
Emily: Thank you for letting me speak with you to day, Dr . Miller. I wo uld like to talk
with you abo ut my semester average.
Dr. Miller: I see.
Emily: Well to be honest with you, I was upset when I saw my grade. I thought that it
would have been better.
Dr. Miller: Why is that?
Emily: I got an A on my midterm project.
Dr. Miller: I remember ho w good yours was.
Emily: I received an A on my final exam, but I still received a B in your class.
Dr. Miller: Your grades were ver y go od according to my grade book.
Emily: Can you explain why I received a B instead of an A?
Dr. Miller: Twenty percent of you grade was based on yo ur participation in the class
discussio ns. Even though yo u always did well on yo u assignments, yo u never added your
opinio ns or vo lu nteered in class.
Emily: But I tried, I am just shy.
Dr. Miller: I am sorr y Emily the syllabus states that everyone mu st participate in o rder to
receive there fu ll grade for the class.
42. What event prompted this discussion?
a. Emily’s semester average
b. Emily’s midterm project
c. Emily’s final exam
d. Emily’s particip atio n
43. Where is the conversation most likely o ccurr ing ?
a. Grocery store
b. Dr. Miller’s office
c. Emily’s office
d. Swimming pool
44. What is the grade that Emily received on her final exam?
a. A
b. B
c. C
d. D
13
45. Why did Emily receive that grade in the co urse?
a. Dr. Miller did not like her
b. She was late to class
c. She never did her assignments
d. She did not participate in the class discussio ns
14
Section 2: Structure
This section is desig ned to measure your ability to recognize language that is appropriate
for standard written English.
1. The Eiffel To wer ___________ Par is, France.
a. land marks
b. is land marked in
c. is a landmar k in
d. is in a landmark
2. Young deer _________.
a. are called fawns
b. be fawns
c. is fawns
d. are fawns called
3. Not until a dog is several mo nths old does it begin to exhibit signs of
independence ___________.
a. it s mo ther fro m
b. from mo ther
c. to mo ther
d. from it s mot he r
4. The Treasur y Depar tment a.is t ake a new look at regulatio ns limiting the b.nu mber
of interest that bank and c.savings, and loan associations d.can pay on depo sits.
5. a.Him should b.be careful with that vase because c. it i s ve ry old d.and extremely
fragi le.
6. The repair shop a.keep my cassette player for six weeks befor e b.returning it,
c. nevertheless, d.it still does not work properly.
7. To score a goal in so ccer you ________.
a. must k ick the ball
b. must k icks the ball
c. may kick them ball
d. must k ick them balls
8. The obser vatio n deck at the Sears Tower _________ in Chicago.
a. is highest than any o ther one
b. is highest than any other one
c. is higher than any o ther o ne
d. is higher that any other one
15
9. If it _________ so cloudy, we wo uld plan o n having the fair o utside.
a. was
b. was no t
c. weren’t
d. had not
10. At the 1984 Democratic National Convention in San Francisco, Gerald ine Ferraro
became the first wo man _________ for the vice pr esidency.
a. to being nominated
b. to has been nominated
c. to have been no minated
d. to will be nominated
11. Pear l Buck, a.a recip ient of the Nobel Peace Pr ize b.for Literature in 1938 c.strove
to bring und erstanding and peace d.on everyo ne.
12. In most circumstances a.the person that owns the pr operty b.can claim the rights
c.as money made d.from dr illing oil on their property.
13. _______ choco late will give you a tummy ache.
a. Eat too mu ch
b. Eating to much
c. Eating too much
d. Eating too many
14. If she ____________ to advance her clock one hour, she wouldn’t have been late
for work.
a. sho uld have r emembered
b. co uld remembered
c. remember ed
d. would have remembered
15. It a.was o bvio us fro m his response in the press conference b.that the cand idate
c.prepare his answers d.well.
16. A dream about falling _________.
a. scary is
b. is scary
c. are scary
d. very scar y is
17. George Washingto n _________first U. S. President.
a. was the
b. became
c. were the
d. are the
16
18. Amelia Earhart was _______________ to pilot her plane acro ss the Atlantic
Ocean.
a. the first and a wo man
b. the first woman
c. who the fir st woman
d. the wo man who first
19. a.Cr awfish farming b.have been practiced in south Louisiana c.for many d. years.
20. The main pur pose a.of this class is to b.help you better understand the c.history of
there co untry, and how d.it c ame t o be.
21. ____________ a tree can be grown from a seedling.
a. That is generally believed
b. Believed generally is
c. Generally believed it is
d. It is generally believed that
22. The White Rose Bridge, a.which close today, for b.resurfacing will not be c.open
for d.two months.
23. a.When I jo ined the staff b.of the newspaper, I c.were taught to write short,
powerful d.headlines.
24. a.Since the official school colors b.are red and white, c.all o f us d.has worn red and
white to the champ ionship game.
25. The poverty level in the United State is cur rently set __________________.
a. at 12,000 dollars o r less.
b. as 12,000 dollars o r less.
c. at 12,000 dollar s as less
d. at 12,000 dollar or less.
17
Section 3: Reading
This section is designed to measure your ability to read and understand sho rt passages
similar in topic and style to tho se that students are likely to encounter in North American
universities and colleges. This section co ntains reading passages and questions about the
passages.
Leo nardo da Vinci was born on Apr il 15, 1452 in Vinci, Italy. He was the
illegitimate son o f Ser Piero , a Florentine notary and landlord, but lived o n the estate and
was treated as a legitimate son.
In 1483, Leonardo da Vinci drew the first model of a helico pter. It did not lo ok
very much like our moder n day “co pter,” but the idea of what it could do was about the
same.
Leonardo was an artist and sculptor. He was very interested in motion and
movement and tried to show it in his art. I n order to sho w movement, he found it help ful
to study the way thing s mo ved. One su bject he liked to study was birds and how they
flew. He spent many hours watching the birds and examining the str ucture of their
wings. He noticed how they cupped air with their wings and how the feathers helped
hold the air . Through these studies, Leo nardo began to understand ho w birds were able
to fly.
Lik e many o ther men, Leo nardo began to dream of the day when people wo uld be
able to fly. He designed a machine that used all the thing s he had learned abo ut flig ht,
and thus became the first model of a helicopter.
Poor Leo nardo had only one pr oblem, however. He had no way to give the
necessar y speed to his inventio n. Yo u see, moto rs had not yet been invented and speed
18
was an impo rtant part o f the flying pr ocess. It would be ano ther four hundred years
before the eng ine was invented and another fifty years befo re it was put to the test in an
airp lane. Leonardo’s dream o f a helicopter finally came to pass in 1936.
The Italian painter, sculptor, architect, engineer, and scientist, Leo nardo died on
May 2, 1519, and was buried in the cloister of San Fio rentino in Amboise.
1. What is the autho r’s main point?
a. The invention of the helicopter.
b. Birds cup air with their wings and use feathers to help hold the air.
c. An overview of one of Leonardo da Vinci’s many skills.
d. Leo nardo da Vinci was born in 1452 and died in 1519.
2. The wor d pro blem in paragrap h five co uld best be replaced by the wo rd:
a. dilemma
b. mistake
c. danger
d. pain
3. The word it in paragraph two refers to:
a. Leonardo da Vinci
b. The first model helicopter
c. 1483
d. motion and mo vement
4. Which paragraph explains why Leonardo ’s helico pter was not successful in his
lifetime:
a. paragraph 1
b. paragraph 2
c. paragraph 4
d. paragraph 5
5. The wor d illeg itimate in paragraph one is closest in meaning to:
a. against the law or illegal
b. not in correct usage
c. inco rrectly deduced; illogical
d. born out of wedlock
19
6. The fo llowing sentence wou ld best comp lete which paragraph? “Since then
peo ple have been living out Leo nardo’s dr eam of flying.”
a. paragraph 3
b. paragraph 4
c. paragraph 5
d. paragraph 2
7. What was the main problem with Leonardo ’s invention?
a. motors were not yet invented
b. the birds lost their feathers
c. he was illegitimate
d. he couldn’t draw
8. The wo rd they in the third paragraph refers to:
a. the feathers
b. the birds
c. the studies
d. the wings
9. In what year was the fir st helicopter flown
a. 1483
b. 1452
c. 1519
d. 1936
10. What two things did birds have that Leonardo da Vinci noticed helped them to
fly?
a. wings and beaks
b. feathers and talons
c. wings and feathers
d. cups and feather s
11. The wor d thus in the fourth paragraph could best be replaced by:
a. Hence
b. After
c. Unsuitably
d. Inappropr iately
20
Glass fibers are extremely strong; for their weight, they are stronger than steel.
They are made by forcing molten g lass through tiny holes called spinnerets. As many as
four hundred spinnerets are placed to gether, and threads of glass much thinner than
human hairs are drawn off at great speed-miles of thread per minute. As they speed
alo ng, the threads are coated thinly with a type of g lue and twisted into a yarn.
The glass fibers are used with plastics to make boats and car bodies. They are also
woven into heavy clo th for window draperies and into strong belts for making tires
stronger.
A special kind of glass fiber is causing a revolution in commu nications. A sig nal
of lig ht can be made to travel along the fiber fo r very long distances. B y chang ing the
quality of the light, many messages can be sent at once along one strand of glass. New
office build ings are being “wired” with glass fibers as they are built. The g lass fibers will
be used to connect telephones and computers in ways that not long ago were either
impo ssible or too expensive.
Glass woo l traps air in a thick, light blanket of fiber s. This blanket is then put
into walls and ceilings to keep warm air in during the winter and coo l air in dur ing the
summer.
To make glass wool, mo lten glass is fed into a spinning dru m with many ho les in
it. As the glass threads stream out of the ho les, they are forced downward by a blast o f
21
hot air and through a spray of glues. The threads are then further blown about to mix
them up as they fall in a thick mat o n a moving belt.
The glass we see thro ugh and drink out o f has many, many other uses besides the ones
described here.
12. What was the author’s main purpo se in wr iting the article?
a. To info rm you how special kinds of glass are made and used
b. To persuade you to investigate the many uses of glass beyo nd those
mentioned in the article
c. To info rm you about the strength of glass fibers
d. To info rm you that glue is used to hold strands o f g lass to gether
13. The wor d special in the second paragraph is closets in meaning to:
a. Distinct amo ng others of a k ind
b. Add itio nal
c. Commo n
d. Species
14. Glass fibers are made by fo rcing mo lten g lass through:
a. Spinners
b. Spiderets
c. Spinnerets
d. Spinets
15. The wor d changing in the seco nd paragraph could best be replaced by the word:
a. Alter ing
b. Boring
c. Bringing
d. Doing
16. What are glass fibers woven into cloth fo r?
a. Draper ies
b. Cars and boats
c. Glasses
d. Glue
17. The wor d fed in the fo urth paragraph means:
a. To give food to
b. To minister to
c. To support
d. To supply
22
18. The wor d they in the second sentence o f the first paragraph refers to:
a. Human hair
b. Weight
c. Glass fibers
d. Yarn
19. The wor d it in the fourth paragraph refers to:
a. Molten g lass
b. Glass woo l
c. Spinning drum
d. Holes
20. The fo llowing sentence wou ld best comp lete which par agraph? “This
impr ovement in techno lo gy is expected to continu e.”
a. Paragraph 1
b. Paragraph 2
c. Paragraph 3
d. Paragraph 4
21. A sig nal of what can be made to travel along fiber for very long distances?
a. Heat
b. Wave
c. Wool
d. Light
22. The wor d spray in the fourth paragraph could best be replaced by the word:
a. Sho wer
b. Blow
c. Spit
d. Fo rce
Fo r centuries, people have searched fo r a way to replace dead and decaying teeth
with comfortable false teeth. Many materials have been used to make a set o f false teeth.
The teeth themselves should be made fro m a hard and durable material. They shou ld be
secured to a soft material, making them easy to wear . In the last two decades, dentists
succeeded in making durable false teeth that are comfortable, too .
Two tho usand years ago, the Etr uscans made teeth out of animal bo ne and gold.
These materials were used-with var ying degrees of success-up to the 1700’s. When
23
George Washington was president, ivory from animals such as elephants became a
popular material fo r false teeth. Doctor s and inventors also tried silver, peal, and agate,
but teeth made fro m these materials wer e very exp ensive. Perhaps the most successful
mater ial was porcelain, invented by a Frenchman abo ut two hundred years ago. White,
strong, and r esistant to decay, porcelain is still used today for mak ing single teeth.
Besides finding a material for the teeth, inventors also had to find a way to secure
them in a person’s mo uth. People tried wire, spr ings, and many k inds o f g lue to
accomplish this. In most cases, however, disco mfort and a likelihood o f the teeth falling
out plagued the person who wore them.
Aro und 1844, an American dentist named Horace Wells used laug hing gas to put
peo ple to sleep before wor king on their teeth. This inno vatio n made dental work a lot
less painfu l. Soon after, an inventor created the fir st fo rm of rubber. This was important
to dentistry because teeth could be attached to the rubber, and the rubber could be mo lded
to fit the shape of the mouth. With these two developments, dentist could work without
causing pain and could fit teeth mor e carefully. False teeth have beco me mor e available
and co mfortable since then, and dentists have co ntinued to impr ove the making and use
of false teeth.
23. What is the main topic of this passage?
a. Horace Wells
b. False teeth
c. Gold and bone
d. The Etruscans
24
24. The word they in the first paragraph refers to:
a. Teeth
b. Materials
c. People
d. Dentists
25. The wor d var ying in the second paragraph co ld best be replaced by the wo rd:
a. Constant
b. Changeless
c. Fluctuating
d. Stable
26. Porcelain was invented after the first use o f:
a. Rubber for hold ing for holding teeth in place
b. Laug hing gas
c. Ivory for making teeth
d. Electric drills
27. When d id Horace Wells begin using laughing gas?
a. 1700
b. Two-tho usand years ago
c. 1834
d. 1844
28. The wor d besides in the third paragraph means:
a. In addition to
b. Stand next to
c. Anyway
d. To gether
29. The wo rd them in the third paragr aph refer s to:
a. Teeth
b. Inventors
c. People
d. Wire
30. When was rubber fo und to be a useful material for false teeth?
a. After laughing gas was used to put patients to sleep
b. While George Washington was president
c. Before a Frenchman invented por celain
d. While the Etruscans were making teeth o f bone and gold
25
31. The fo llowing sentence wou ld best comp lete which par agraph? “It is
unimaginable what will co me next.”
a. Paragraph 1
b. Paragraph 2
c. Paragraph 3
d. Paragraph 4
32. The wor d mo lded in the fourth paragraph means:
a. Fo rmed into a shape
b. To form an organic growth
c. To ma ke a n orname nt
d. The fitting of a shoe
33. The wor d resistant in the seco nd paragrap h could best be replaced by the word:
a. Prone
b. Insu sceptible
c. Hearty
d. Sassy
The lens on a camera has only two tasks. First, it must gather in as much light as
possible in o rder to activate the sensitive chemicals on the film. Second, it must organize
the light rays so that they form a sharp image on the film. These may so und like simple
tasks, but they are not.
One of the sharpest lenses is merely a pinhole in a sheet of cardboard, metal,
plastic, or a similar material. If the pinhole is tiny enough, the image can be quite sharp,
but then very little light is admitted. For most purposes, even the most sensitive film
would take too lo ng to reco rd an image.
A glass lens is much better because it lets in much mor e lig ht and focuses it on the
film. Yet simp le glass lenses are sharpest only in their centers. As more o f the lens is
used, the image su ffers in sharpness.
26
One reason a simple lens can cause problems is that it is shaped like a section of a
sphere. Spherical lenses do not focus perfectly on flat film, so the image is slightly
disto rted, especially at the edges. Another reaso n is that the lens can act partly like a
prism. This means that some of the colors in the image will no t focus properly, and the
image will be fuzzy.
One so lutio n is to block off all but the sharp- fo cusing center of the lens. If you
block off the edges of the lens, ho wever, less lig ht will get to the film. Early lenses had
to compromise between shar pness and light-gathering power.
Very sharp lenses that admit as much light as po ssible can be bu ilt by making
them with several separate lenses, or elements. A multiple-element lens has from two to
nine separate lenses. Some elements are cemented together, and some have a gap
between them. Further more, the elements are often made o f d ifferent kinds of glass, each
with a different ability to bend light r ays. Some of the elements are there just for
co rrecting problems caused by the other elements! The results are worth it, though:
pictures can be taken in many different light conditio ns, and they have a sharpness you
can almost feel.
34. The word it in the first paragraph refers to:
a. Camera
b. Lens
c. Film
d. Chemicals
27
35. The wor d distorted in the fourth paragraph means:
a. Out of a proper or natural relation
b. Clean and in shape
c. Purified, as one
d. Proper
36. In what ways does an image suffer if too large an area of the spherical lens is
used?
a. The edges of the image beco me fuzzy
b. Too much lig ht is admitted
c. Too little light is admitted
d. Colors change
37. What is the main disadvantage o f a simple lens that is made sharp by using just
the center?
a. With less light-gathering power, the lens is utterly useless.
b. With less lig ht-gathering power, the lens is useful only in br ig ht lig ht.
c. With more light-gathering power, the lens is useful only in dim light.
d. With more light-gathering power, the lens is utterly useless.
38. The wor d sharpest in the third paragraph is closest in meaning to:
a. Having clear fo rm and detail
b. Terminating in an edge o r a point
c. Intellectually penetrating; astute
d. Having a thin edge or a fine point suitable for or capable o f cutting or
pier cing
39. The wor d it in the fourth paragraph refers to:
a. Glass lens
b. Prism
c. Simple lens
a. Flat film
40. The wor d sensitive in the seco nd paragraph could best be replaced by the word:
a. Delicate
b. Irritable
c. Reactive
d. Psychic
41. The wor d ability in the sixth paragraph co uld best be replaced by the wo rd:
a. Ignorance
b. Weakness
c. Ineptness
d. Capacity
28
42. The meaning of the word solution as used in the fifth paragraph is closest in
meaning to:
a. A homogeneo us mixture of two or more substances, which may be so lids,
liqu ids, gases, or a combination of these
b. The answer to or dispositio n o f a problem
c. The state of being d issolved
d. Release; deliverance; discharge
43. What is the minimum number of lenses in multiple-element lens?
a. Nine
b. Two
c. Ninety-two
d. Twenty- nine
44. The wor d fuzzy in the fourth paragraph means:
a. Clear
b. Unclear
c. Exact
d. Precise
45. The wo rd admitted in the sixth paragraph is closest in meaning to :
a. To permit to enter
b. To have room for; accommodate
c. To grant to be real, valid, or true; acknowledge
d. To make acknowledgment
29
Answer Key
Section 1: Listening Sectio n 2: Structure Section 3: Reading
1. a.
1. c.
1. a.
2. d.
2. a.
2. a.
3. b.
3. d.
3. b.
4. c.
4. a.
4. d.
5. c.
5. a.
5. d.
6. d.
6. a.
6. c.
7. b.
7. a.
7. a.
8. d.
8. c.
8. b.
9. a.
9. b.
9. d.
10. c.
10. c.
10. c.
11. b.
11. d.
11. a.
12. a.
12. c.
12. a.
13. b.
13. c.
13. a.
14. a.
14. d.
14. c.
15. c.
15. c.
15. a.
16. a.
16. b.
16. a.
17. a.
17. a.
17. d.
Listening Part B 18. b.
18. c.
18. d.
19. b.
19. c.
19. d.
20. c.
20. b.
20. b.
21. d.
21. d.
21. b.
22. a.
22. a.
22. a.
23. c.
23. b.
23. a.
24. d.
24. a.
24. c.
25. a.
25. c.
25. c.
26. c.
26. a.
27. d.
27. c.
28. a.
28. c.
29. a.
29. b.
30. a.
30. a.
31. d.
31. c.
32. a.
32. a.
33. b.
33. d.
34. b.
34. a.
35. a.
35. c.
36. a.
36. b.
37. b.
37. b.
38. a.
38. b.
39. c.
39. a.
40. a.
30
40. a.
41. d.
41. b. and d.
42. b.
42. a.
43. b.
43. b.
44. b.
44. a.
45. a.
45. d.
31
Langganan:
Postingan (Atom)